blog visitors

Nafsu Terlarang 1

Namaku Deni, usiaku saat ini 16 tahun, baru saja naik kelas 2 SMU. Aku adalah anak semata wayang orangtuaku. Ayahku, Gito, 40 tahun, seorang pegawai swasta, dengan posisi sudah mapan, ibuku, Santi, 36 tahun, juga bekerja sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta. Secara ekonomi keluarga boleh dibilang mapan menengah ke atas. Kami sekeluarga tinggal di kota Jakarta. Ayahku sendiri berasal dari kota Semarang, sementara ibuku berasal dari sebuah desa di dekat kota Tasikmalaya. Kalau aku, ya karena lahir dan besar di kota Jakarta, lebih merasa sebagai orang Jakarta saja tuh.


Sebenarnya ayah dan ibuku tentu saja berharap bisa mendapatkan anak lagi, usaha membuat anak jalan terus, tapi ya mau gimana lagi, dapatnya cuma aku saja. Akhirnya mereka tak pernah lagi memimpikan untuk mendapatkan anak lagi. Ibuku pernah cerita kepadaku, saat usia ibu memasuki usia ke 35, ayah dan ibu sepakat, impian buat punya anak lagi sudah tak akan diteruskan. Kenapa ? Pertama, kalau punya anak lagi, kasihan, usia ayah ibu saat ini sudah lumayan, nanti ngejomplang jaraknya sama anak itu, semisal dapat anak lagi, saat anak itu usia 20an, ayah ibu sudah memasuki usia 60an. Kedua, jarak antara aku dan adikku itu juga bakal terlalu jauh, sulit buat dekat. Karena pemikiran itu akhirnya sudah bisa dipastikan aku tak akan pernah punya adik. Sebagai antisipasi, ibu memasang alat KB.

Aku sendiri seperti kebanyakan tipikal remaja seusiaku di Jakarta ini, adalah remaja yang gaul, trendi dan dinamis. Ayah dan ibu tidak mengekang pergaulanku, namun tetap mengawasi dan memberi masukkan yang positif. Buat urusan pelajaran, aku termasuk encer, nilaiku selalu bagus, walau tidak peringkat utama, tapi biasanya masuk 10 besar, pokoknya orang tuaku tidak khawatir dengan masalah pelajaran. Buat masalah gaya, gaul dan trendi, aku juga cukup oke, ikut kegiatan olahraga sepak bola dan basket, sering ke mall atau nongkrong sama teman – teman, kadang kalau iseng main band, aku bagian kecrekan saja hehehe, nggak bakat, cuma buat kompakkan saja. Walau sering bergaul sama teman – teman namun aku bisa mengontrol diri, di samping juga pengawasan dari orang tuaku, aku nggak mau sama yang namanya alkohol, narkoba dan sejenisnya, no way, bodoh kalau mau terjerumus begituan, kita hancur, melarat, yang kaya bandarnya doang. Paling aku cuma merokok, itu juga sesekali, solider sama teman, ( Cuma merokok yang aku solider, kalau yang lain nggak deh ). Aku pernah ketahuan sama orang tuaku, dan aku jujur saja bahwa aku memang suka merokok, tapi tidak terlalu banyak, secukupnya, kadang kalau lagi pusing belajar, aku merasa terbantu dengan merokok. Ayahku juga perokok, dan karena aku sudah jujur maka ayah hanya memperingatkan agar jangan terlalu banyak atau kecanduan, dan untuk membeli rokok, ya pakai uang jatah jajanku, nggak bisa minta jatah khusus. Ya, lumayan deh sehari paling banyak aku hisap 3 batang, itu juga kadang nggak rutin tiap hari, kalau lagi mau saja.

Kalau pulang sekolah aku jarang langsung pulang, soalnya pasti nggak ada orang di rumah, orang tua belum pulang kerja, di rumah kagak pakai pembantu, paling bayar jasa cuci setrika saja sama tetangga. Jadi kalau pulang sekolah pasti aku keluyuran dulu, nongkrong, ke mall, rumah teman, atau ke Warnet dekat rumah. Warnet sering jadi lokasi favourite, yang jaga juga sudah akrab, jadi bisa agak bebas, kalau lagi malas, bolos dari pagi ( banyak juga lho yang sering begini, makanya di warnet dipasang tanda : pelajar berseragam sekolah dilarang masuk; tetap saja kagak efek tuh ). Aku nggak gitu hobi main game online, lebih banyak chatting, facebook-an, browsing, dan melakukan aktivitas favourite, buka situs jorok dan download. Hasil berkelana di dunia maya, taruh di USB, simpan dan nikmati di Laptop di rumah...hehehe.

Usiaku saat ini memang sedang hot – hotnya ingin tahu tentang perempuan dan seks, sayangnya aku belum punya pacar atau pengalaman dalam bidang ini. Sejauh ini pengalamanku hanya dunia fantasi saja, kadang nyetel bokep, baca majalah porno, ngayal lalu ngocok deh...belum ada yang nyata. Secara selera aku suka wanita yang tinggi, cantik, kulitnya putih atau agak hitam itu relatif, rambut juga relatiflah nggak spesifik, bertetek besar itu keharusan, dan aku senang yang berbulu lebat. Jujurnya aku paling merasa senang dengan wanita yang usianya sekitar 30 tahunan ke atas. Aku paling cepat ON kalau lagi nonton bokep dan pemain wanitanya ada yang kayak aku sebutkan tadi. Kalau buat bahan khayalan, paling teman sekolahku si Hana, Rini, Mitha, juga bu Tina yang bahenol. Baru berani ngayal, belum berani lebih dari itu, buat pacaran juga masih belum mau ah, aku masih mau bebas merdeka tuh.

Selain itu aku paling sering mengkhayalkan ibuku, ibuku memang tipe wanita paruh baya yang seksi, tinggi, cantik dan juga masih montok. Teteknya juga besar. Ibuku biasanya pulang kerja lebih dulu dari ayah, ayah pulangnya agak malam. Aku paling hobi ngintipin ibuku mandi. Kebetulan kamarku bersebelahan dengan kamar mandi, karena aku banyak waktu luang, jadinya aku akali saja, sehingga aku bisa mengintip melalui celah eternit. Kalau ibu masuk kamar mandi, aku segera masuk kamar, kunci pintu, naik meja, peloroti celana, lalu menikmati tubuh mulus ibuku yang sedang mandi, membusahi tetek dan pentilnya dengan sabun, mengusap m3meknya yang dihiasi jembut yang rimbun, kont01ku pasti langsung keras dan siap minta dikocok – kocok...cok. Aku selalu berhati – hati, posisi lobang mengintipnya pun tak akan menimbulkan kecurigaan dan tak ketara dari kamar mandi, lobang satu laginya di kamarku, kalau aku selesai ngintip, aku langsung tutup dengan tripleks, pokoknya aman terkendali. Kadang memang timbul niat lebih pada ibuku, namun aku belum punya nyali, ya jadi cukup memuaskan dan bahagia dengan kondisi ini dulu saja. Aku memang merasa amat sangat ingin mencoba melakukan dan merasakan hubungan badan, namun belum ketemu lawan yang pas ( kayak ngadu ayam saja, pake istilah lawan hehehe ). Tapi aku selalu percaya akan ada kesempatan dan waktunya bagi mereka yang berhasrat ini.

Sekarang hari pertama liburan, aku lagi uring – uringan, karena ayah ibuku janji setelah ambil raport, besoknya akan mengajakku berlibur ke bali, mereka akan cuti besar, namun mendadak atasan ayah membatalkan cuti ayah, nggak ditentukan kapan bisa ambil lagi, karena ada proyek besar yang mendadak didapat dan harus ayah urus. Gede banget nilainya seru ayah berapi – api samapi muncrat ludahnya saking semangatnya menjelaskan. Ayah sebenarnya menyuruh ibu dan aku berangkat saja, namun ibu nggak mau, katanya kalau mau liburan harus sekeluarga. Jadilah akhirnya ibu juga memutuskan mempersingkat cutinya, ibu tetap cuti namun hanya satu minggu saja, bukan 3 minggu seperti direncanakan. Ayah bilang kepadaku dia tahu aku kecewa namun urusan kantor juga penting, duit komisinya buat ayah lebih dari lumayan kata ayah. Nanti saja akan ayah atur waktu, mungkin libur akhir tahun kalau perlu ke Singapore saja, ongkosnya juga nggak beda dengan ke Bali. Jadilah hari pertama libur mukaku sudah bete...bete...bete...ah.

”Den, sudah dong, jangan marah begitu, muka ditekuk terus kayak gitu apa nggak pegal, ibu saja pegal ngelihat muka kamu kayak gitu.”
”Ah ibu, Deni lagi sebel nih, nggak mau diajak becanda..”
”Sudah deh, kamu kan juga tahu urusan kantor ayah, lagian ayah kan kerja nyari duit buat kita juga.”
”Iya sih, tapi Deni kan sudah senang dari kapan tahu tuh bu karena kita mau ke Bali, tahunya batal mendadak gini, siapa yang nggak kesal....huh.”
”Ya sudah..., ibu juga sudah terlanjur cuti nih, jadi tadi ibu bilang ayah, ibu mau ke kampung, nengok bibi – bibi kamu. Mungkin 3 atau 4 harian, kamu mau ikut...???”
”Hah....jauh amat kenyataan sama impian...Bali sama kampung dekat Tasik...ogah ah.”
”Ya sudah kalau begitu, kamu di rumah saja sendiri sama ayah.”

Ah, malas sih pergi ke kampung ibu saat ini, tapi kalau di rumah juga, paling seminggu saja aku semangat keluyuran selebihnya bakal bosan, lagian sendirian, ayah cuma ada kalau pulang kerja, hari sabtu-minggu kalau lagi ada proyek juga biasanya ayah masuk...., ya mending ikut ibu saja deh.

”Nggg...ikut deh bu, daripada bete sendirian.”
”Huh dasar kamu ini, bawa saja baju banyakan, siapa tahu nanti ibu pulang duluan, kamu masih betah di sana.”
”Alaaah....nggak perlulah, seadanya saja. Siapa juga yang mau menghabiskan seluruh liburan di kampung....emang kita cowok apaan, nggak janji deh.”

Ibuku sendiri mempunyai 3 orang saudara, kakak tertua Bi Lasmi, 40 tahun, suaminya pelaut, Bi Lasmi tinggal di kampung juga, anaknya si Joko, kuliah di Yogyakarta. Ibu anak nomor 2. Anak nomor 3, Mang Nurdin, 34 tahun, sudah berkeluarga, anaknya 3 orang, tinggal di Surabaya, kerja di sana. Anak nomor 4, Bi Ratna, 33 tahun, janda, sudah menikah 2 kali, suami pertama meninggal karena sakit, suami yang kedua dengar – dengar sih meninggal kecelakaan, anaknya si Jaka, 4 tahun, anak dari hasil pernikahan dengan suami kedua. Si Jaka ini biasanya dipanggil si Ucil. Bi Ratna sudah menjadi 2 tahun terakhir ini, untuk ukuran di kampung sudah lumayan lama. Ibuku paling dekat dan sayang sama bi Ratna ini. Kakek dan nenekku dari pihak ibu sudah meninggal, jadi di kampung memang hanya tinggal bibi – bibiku ini dan beberapa family lainnya. Ibu tetap sering berkunjung ke sana kalau ibu sempat. Ibu sendiri memang beda dengan kedua bibiku, ibuku dulu lebih memilih bekerja di Jakarta sewaktu tamat sekolah, dan akhirnya ketemu jodoh yaitu ayahku di sana. Kedua bibiku ini juga cantik seperti ibuku, namun aku tidak terlalu banyak memperhatikan, karena memang jarang ke sana dan dulu kan belum masa puber, jadi kagak terlalu paham soal itu.

Akhirnya esok harinya, pagi - pagi aku dan ibu berangkat, ibu nggak mau bawa mobil, lebih memilih naik bis yang bagus kelasnya, biar nyaman. Ibu bilang ke Ayah mungkin nanti hari Sabtu kami pulang. Perjalanan ke sana tidak terlalu memakan waktu, jadi belum siang kami sudah tiba di kota Tasikmalaya, lalu menyambung dengan angkot, kurang lebih satu jam, dan akhirnya tiba di kampung X, kampungnya memang agak ke dalam, tapi sudah bagus, jalannya sudah diaspal ( kabarnya sih belum lama, dari caleg yang menang pilkada, penuhi janji ), listrik, sekolah, sinyal HP, siaran TV juga lengkap. Banyak sawah dan kebun di sini, memang mata pencarian utama dan juga hasil yang utama di sini adalah hasil bumi beserta olahannya. Ada yang menggarap tanah sendiri, kerja di tanah orang, berdagang hasil bumi. Bibi – bibiku mengelola tanah milik keluarga yang jadi bagian warisan mereka. Punya ibu juga ada, ibu memepercayakan dikelola kedua saudarinya ini, hasilnya terima bersih saja, toh ibu sudah punya penghailan tetap yang lumayan besar dari pekerjaannya. Mereka memperkerjakan beberapa orang untuk menggarap, sistem bagi hasil dan juga upah saat panen. Bi Lasmi juga mengelola tanah miliknya yang dibeli suaminya. Pemandangan di sini sebenarnya indah, ada pemandangan gunung di kejauhan, kalinya tidak terlalu deras dan tidak banyak bebatuan besar, lokasi buat berenang di kali banyak. Buat mancing juga ada tempat yang enak di saluran irigasi. Udaranya segar dan masih asri. Lokasi satu rumah dengan rumah lainnya tidak sama, ada yang dekat ada yang jauh. Penduduknya masih banyak, yang kerja di kota tidak banyak, karena di kampung juga banyak kegiatan dan penghasilan. Makanya kalau mau kampungnya tidak kosong ditinggal warga merantau, perangkat desa harus siap harus ada tanah yang digarap dan juga lapangan pekerjaan lain yang mendukung. Banyak kegiatan dan peluang kerja di kampung, orangnya juga tak bakalan merantau...betul nggak...? Sotoy loe Den...hehehehe.

................

Bibi – bibiku senang sekali dengan kedatangan kami, soal tempat tinggal bisa di mana saja, tapi kali ini ibu bilang mau nginap di rumah Bi Ratna saja, bi Lasmi tidak masalah, toh rumahnya juga dekat, mungkin juga paham dengan niat ibu yang mau membujuk bi Ratna biar kawin lagi. Mereka sibuk melepas kangen, dan ibu membagikan oleh – oleh. Sedang aku mulai sibuk ditarik – tarik si Ucil, ngajak main.
Tentu saja percakapan dilakukan dalam bahasa Sunda, namun demi memudahkan yang nggak ngerti, di tulis bahasa Indonesia saja ya...kalau yang paham, silahkan baca dan mentranslatenya dalam hati ke bahasa sunda, biar lebih menghayati ceritanya...hehehe


”Ucil, nanti duluh atuh...kang Deninya juga masih capek, biar istirahat dulu,” kata Bi Ratna.
”Nggak apa – apa bi, lagian sudah lama kagak ketemu si Ucil, sekarang sudah gede dan pintar ngomong.”
”Ya sudah, tapi mainnya dekat sini saja ya, nanti sebentar lagi kita makan, bibi mau siapkan dulu, kamu sudah lapar kan...?”

Akhirnya aku menemani si Ucil, memang si Ucil ini paling senang kalau aku datang. Aku juga senang – senang saja, habis anaknya lucu dan polos. Tak berapa lama akhirnya kami dipanggil dan mulai makan siang. Mantap menunya, ikan gurame goreng garing, pepes tahu, pete bakar sama lalapan dan cabe cobek, kayak wisata kuliner saja. Kenyang banget perutku memakannya. Setelah beristirahat, ibu mengajak bi Lasmi menemaninya berkunjung ke rumah family dan temannya. Ibu menanyakan aku mau ikut atau tidak, tapi aku bilang malas, masih capek, akhirnya ibu mnyuruhku menemani Bi Ratna, si Ucil sedang asik dengan ngoroknya, tertidur pulas dengan iler menetes, dasar si Ucil. Selepas ibu dan bi Lasmi pergi, aku bermaksud membantu bi Ratna membereskan rumah, namun katanya aku istirahat saja dan menemaninya ngobrol, sudah lama nggak ketemu. Memang sudah lama nggak ketemu, dan juga karena saat ini aku sudah puber, aku baru sadar ternyata bibiku ini memang cantik, kulitnya putih bersih, bodinya juga aduhai dengan fokusku ke arah teteknya yang memang besar menantang. Sepertinya ibu dan kedua bibiku memang memiliki garis keturunan yang bertetek besar dan aduhai. Nggak lama bibi masuk ke kamarnya, aku hanya melamun saja, nggak sadar bibiku sudah keluar lagi, terdengar panggilannya, dari arah samping rumah. Aku segera ke sana, dan kulihat bibi sedang mengangkat jemuran, tapi bukan itu yang membuatku terkejut dan senang, bibiku kini hanya mengenakan kain dan kutang model kampung, hampir kayak kembem gitu, agak panjang sampai batas perut, dengan kedua talinya di bahu. Gila, seksi banget, apa memang yang kayak gini sudah biasa dan busana sehari - hari, waktu suaminya masih ada, dulu aku jarang nginap di sini, biasanya di rumah bi Lasmi, dan mungkin karena aku masih anak kecil, jadi masih culun bin lugu, belum paham. Kutangnya nampak ketat sekali membungkus teteknya yang besar, belahan teteknya nampak jelas, saat ia mengambil jemuran, kulihat di lengannya nampak bulu ketek yang seksi makin menambah nafsuku. Jadi keras nih kont01ku. Akhirnya aku pura – pura membantu, biar lebih dekat dan bisa lebih fokus melihat belahan teteknya.

”Sudah besar ya kamu sekarang, Den, sudah perjaka.”
”Kan dikasih makan sama ibu,Bi.”
”Ah kamu bisa saja...ponakan bibi ini sudah punya pacar belum...?”
”Ah...belum kok bi.” kataku lagi. Posisiku agak di belakangnya, mataku sekan mau melotot keluar melihat pemandangan belahan teteknya.
”Dicari atuh Den, enak lho punya pacar, kamu bisa ngerasain gituan lho...enak lagi, umur kayak kamu mah di sini juga sudah banyak yang kawin.”
”Ah...bibi, malu atuh ngomong kayak gitu...”
”Alaahh...sama bibi mah kagak usah malu gitu, santai saja....kayak bibi kagak pernah muda saja. Bibi mah ngerti anak muda kayak gimana. Lagian kamu kan lelaki jadi bibi paham.”
”Iya juga sih...tapi tetap sajalah malu.”
”Ya sudahlah, kata ibumu kamu lagi libur sekolah, kamu mau pulang kapan..?? kalau kagak ada kegiatan mah, di sini saja, temani si Ucil.”

Ternyata bibiku ini ngomongnya bak – blakan dan vulgar juga, belum lagi tubuhnya memang bahenol banget, kont01ku sudah sesak rasanya di balik celanaku. Sebenarnya sih aku tidak rencana menghabiskan liburan di sini, nanti ikut ibu balik, namun melihat ”rejeki” yang bakalan aku terima kalau aku di sini, juga melihat gaya bibiku, hatiku jadi bimbang, mungkin saja aku bisa mengalami hal yang menjadi keinginanku di sini. Aku hanya menjawab...

”Deni belum tahu bi, lihat saja nanti.”
”Ya sudah, tapi sebaiknya kamu berlibur saja di sini, daripada di Jakarta terus. Toh di rumah bibi kosong. Lagian juga banyak kegiatan yang bisa kamu lakukan. Bisa nambah ilmu sama pengalaman kamu juga. Sok atuh..udah beres ngangkat jemurannya, masuk ke dalam saja.”

Akhirnya bibi selesai mengangkat jemuran, dan kami pun masuk ke rumah. Aku permisi ke kamar mandi, bilangnya mules, padahal mah ada sesuatu yang harus kulepas nih, gila...keras banget kont01ku...., sesampainya di kamar mandi, langsung saja kukocok kont01ku sambil membayangkan tubuh bibiku tadi, ah lega rasanya saat akhirnya hiburan tangan ini selesai.

Sorenya ibu balik, bi Lasmi pulang dulu, nanti janji mau nginap juga. Malamnya, karena kamar di rumah bibi hanya ada 2 maka, aku tidur di kamar dengan Ucil, sedang ibu dan bibi – bibiku di kamar bibi, mereka tampak seru ngobrol dan tertawa, maklumlah nostalgia dan melepas kangen.
Keesokan harinya akhirnya kuketahui, memang kalau di rumah, pakai busana kayak yang kulihat waktu itu, memang wajar saja, bibiku cuek saja, ibu juga nggak melihat itu sesuatu yang aneh dan menggangguku, bahkan ibu juga memakai busana yang sama, saat kutanya, jawabnya santai sekali, katanya...nyaman pakai baju kayak gini, juga sudah lama nggak memakai pakaian kayak begini dan toh ibu dan bibi nggak perlu canggung di depan kamu.....memangnya kamu ada masalah ? Ya sudah, nggak masalah kok bu kataku dalam hati, maka selama itu aku mendapatkan pemandangan bagus terus, tubuh montok ibu dan bibi, makin sering saja aku ke kamar mandi, gimana lagi kalau setiap saat melihat belahan tetek besar dari 2 orang wanita yang seksi. Untung saja tanganku bisa kutahan untuk tidak menjamah. Singkatnya ibu banyak menghabiskan waktu berkunjung ke rumah saudara dan temannya, sesekali ke sawah dan kebun, kadang aku ikut. Suatu malam kami semua pergi jalan menyewa angkot milik tetangga, ke kota Tasikmalaya, ibu mau membelikan baju buat bibi – bibiku, si Ucil dan saudaraku sekalian traktir makan, makin asik karena pas ada pasar malam dekat situ, lumayan ngerasain wahana Dunia Fantasi dadakan dan seadanya, ya senang – senanglah, sedikit banyak aku mulai melupakan rasa kesalku batal liburan ke Bali. Ada suasana hangat kekeluargaan yang juga mampu mengobati kekecewaanku.

Di rumah bibi, ada motor, aku nggak tanya milik siapa, mungkin milik almarhum suaminya, bibi memberi kuncinya, katanya kalau aku mau jalan – jalan, bawa saja, asal jangan ngebut. Biasanya aku ajak Ucil keliling, si Ucil senang sekali, katanya ibunya jarang bawa motor, hanya kalau ada perlu saja, jadi dia jarang naik motor. Karena pom bensin jauh, orang sini biasanya beli eceran, agak mahal dikit. Akhirnya tibalah saat malam terakhir, besok pagi ibu akan pulang, ayah tidak bisa menjemput jadi ibu pulang sendiri bersamaku. Malam itu aku bilang aku mau tetap di sini saja, habis udaranya enak, suasananya tenang, juga senang main sama si Ucil, ( dan tentu saja karena ada pemandangan indah di rumah bibi : bibiku sendiri.). Lagian bosan di Jakarta nggak ada kegiatan.Ibuku agak heran, katanya dasar aku plin plan, tapi memperbolehkan. Masalahnya bajuku terbatas, ibu jadi agak kesal, katanya kan sudah dibilang bawa baju lebih. Akhirnya esok ibu mengajakku sekalian mengantarnya ke kota Tasikmalaya, untuk membeli baju kaos dan celana pendek serta CD. Aku bilang naik motor saja, karena aku mau beli bensin di derigen, mulanya ibu keberatan, tapi akhirnya mau. Aku segera ke belakang, mencari derigen, memang ada, dan dari baunya saat aku mencium dalamnya waktu membersihkan, sepertinya memang dipakai untuk menyetok bensin, 2 buah ukuran 10 liter, tidak besar.Aku segera ikatkan di bagian depan. Esok paginya ibu sudah siap, setelah berpamitan dengan bi Lasmi, bi Ratna, beberapa family dan temannya, berangkatlah kami. Bawaan ibu tidak terlalu banyak, oleh – oleh juga muat di tas dan plastik. Enak juga naik motor lebih cepat, juga dapat bonus, punggungku sesekali merasakan tetek empuk nempel...nyamannya hehehe. Karena naik motor,, maka tak berapa lama kami sudah samapai. Ibu mengajakku ke pasar terdekat di kota, membeli kaos murah meriah, 10 potong, 3 celana pendek dan ½ lusin celana dalam, kagak sampai 300 ribu belanja. Sekalian juga mengajakku ke toko makanan, membeli makanan ringan dan kopi juga susu sachet. Kutitip dulu di tokonya, karena bawaan sudah penuh, nanti kuambil lagi. Lalu ibu minta diantar ke ATM, mengambil uang, memberiku uang buat jajan kunanti dan beli bensin. Sekalian uang untuk ongkos pulang, takutnya nanti ayah nggak bisa menjemput, kubilang aku bisa pulang sendiri. Setelah itu aku antar ibu ke teminal, parkir motor, belikan karcis dan menunggu bisnya berangkat, ketika bis sudah mau jalan ibu mengecup pipiku, sambil berpesan agar jangan merepotkan bibi – bibiku. Akhirnya ibu pulang, aku lalu segera membeli bensin, mengambil belanjaanku dan kembali ke rumah bibi. Sesampainya di sana hari masih belum terlalu siang, kulihat si Ucil yang agak merengut karena tidak kuajak. Aku godain saja dia, akhirnya aku bilang ke bibi mau ajak si Ucil pelesir ke tempat wisata dekat kampung sini, tanpa diduga bibiku mau ikut juga, katanya iseng nggak ada kegiatan, toh sawah dan kebun sudah ada yang ngurus. Akhirnya kami berangkat, karena jalan di kampung, nggak perlu helm. Sempat berpapasan dengan bi Lasmi, katanya sayang naik motor jadi nggak bisa ikut, berpesan agar aku tidak ngebut dan hati – hati. Akhirnya kami tiba di sana, tempat wisata alam dengan permainan anak, karena hari Sabtu dan masa liburan jadi mulai agak ramai. Si Ucil mulai heboh menunjuk mau main ini – itu, bibiku hanya tertawa dan memberiku uang untuk membeli karcis. Kami bertiga bersenang – senang di sana, si Ucil sudah kayak dinamo mobil – mobilan Tamiya saja, muter terus ke sana ke mari. Agak sore kami makan bakso di tempat makan di situ. Si Ucil masih sibuk bermain, aku dan bibi hanya mengawasi.

”Bibi senang, kamu memutuskan tetap berlibur, jadi si Ucil ada temannya. Kamu pakai saja motor itu kalau mau pergi. Kalau memang sempat bibi ikut, tapi kalau nggak, sama si Ucil atau ajak saja bi Lasmi, pasti dia senang juga.”
”Oh ya, itu motor siapa bi, punya almarhum mang Wawan ya...?”
”Iya...bibi juga kagak gitu paham, si Wawan geblek itu kan mati kecelakaan. Bibi juga kurang paham prosedurnya, nggak ngerti urusannya, setelah peristiwa itu, bapaknya yang juga kakek si Ucil kirim tuh motor, katanya ganti asuransi, dia bilang buat bibi saja, di rumahnya banyak, ini buat ajak jalan si Ucil, tapi itu pun bibi juga jarang pakai.”
”Oh...”

Aku hanya ber-Oh saja, tapi aku sempat menangkap sepertinya bibiku rada jengkel dan juga agak kasar membicarakan almarhum suaminya. Mungkin bibi menangkap kebingunganku, dia hanya tersenyum, sambil bilang nanti di rumah akan dia kasih tahu. Kami lalu kembali ngobrol, mataku sempat memandang beberapa sejoli yang sedang kasmaran, aku hanya nyengir saja, bibiku sempat melihat dan kembali meledekku, rupanya kemarin kalau ada ibu, bibi nggak berani terlalu vulgar. Kuperhatikan wajahnya sekilas, memang cantik dan terus terang wajahnya memang agak mengundang, setahuku sudah hampir 3 tahun, bibi menjanda, rasanya wanita secantik bibi agak aneh kalau sulit mencari pasangan lagi, aku hanya diam saja berpikir, akhirnya karena hari sudah sore, bibi mengajakku pulang. Si Ucil tertawa terus sepanjang perjalanan pulang. Akhirnya kami tiba di rumah. Bibiku lalu memandikan si Ucil, nggak lama bibi juga mandi, dan mulai menyiapkan makan malam. Aku juga segera mandi dan memasukkan motor. Kini bibi sudah kembali memakai busana favouriteku, kini mataku bisa bebas jelajatan, nggak ada ibu sih, bibi sendiri sih cuek saja. Selesai makan si Ucil, nonton TV bersamaku, nggak lama ketiduran, si Ucil ini kalau sudah tidur, parah, nggak bakalan bangun kalau dia belum puas, dicolek atau digoyang – goyang juga kagak bakal bangun, tahu kalau disiram air seember hehehehe. Aku gendong si Ucil, karena ibu sudah pulang, si Ucil tidur kembali di kamar bibi, aku yang menggendong, nyelonong masuk saja, bibi rupanya lagi berbaring, istirahat, kainnya nampak agak tersingkap, segera dirapikan, aku kaget dan segera minta maaf, bibi bilang tidak apa, dan merapikan tidur si Ucil. Aku sendiri langsung keluar dan menonton TV.

Tak berapa lama nonton, kurasakan kepalaku agak pusing dan badanku agak tidak enak, perut terasa mual, makin lama makin kuat, jangan – jangan hamil...hush....sembarangan, kayaknya masuk angin, segera kuberlari ke kamar mandi dan muntah, setelah puas mengeluarkan rasa mualku, kusiram dan kubersihkan mulutku. Keluar dari kamar mandi kulihat bibi sudah menunggu, menanyakan kenapa, aku bilang nggak tahu, tiba – tiba mual, dia bilang pasti masuk angin, karena dari pagi aku naik motor, dan telat makan. Dia menyuruhku tidur saja, nanti dia buatkan teh manis dan obat, juga akan mengerokiku, aku hanya bisa mengangguk lemas dan berjalan ke kamarku. Tak berapa lama bibi masuk dan membawa teh, obat dan minyak gosok. Bibi menyuruhku membuka baju dan telentang, lalu mulai mengerokiku, walau lagi sakit, tapi aku merasakan tangannya halus di punggungku, apalagi dekat denganku. Biar nggak enak badan, tapi yang namanya kont01, terkadang kagak mau ngerti, diam – diam membesar. Bibi masih terus mengeroki punggungku, lalu mulai mengolesi minyak gosok dan memijatku, duh enak banget, mana tangannya lembut. Sampai sini kagak ada masalah, lalu bibi menyuruhku berbalik, katanya depanku juga harus dikerok, biar anginnya cepat keluar......gawat...aku cuma bercelana pendek, mana celanya nggak terlalu besar, bisa tengsin dong aku, kelihatan ada yang bejendol besar di balik celana, aku bilang nggak usah...bibi terus memaksa, bahkan agak mendorong membalikkan tubuhku.

”Iya deh bi, tapi jangan marah ya...”
”Marah kenapa Den...”
”Anu....Deni kan lelaki, terus juga bibi itu cantik banget sih, jadi Deni kebablasan...maaf ya Bi,” aku berterus terang, rada takut dia marah.
”Oalah....cuma begitu aja, ya namanya juga baru gede sih, ada – ada saja kamu ini, bibi ini kan jelek, sudah tua....sudah balik saja, nggak usah malu dan minta maaf, memangnya bibi belum pernah lihat kont01, ayo. Kirain kenapa.”

Dengan agak malu aku membalikkan badan, nampak dari celanaku ada tonjolan yang besar, bibiku melihatnya sekilas, nyengir dan mulai mengeroki dadaku. Sedang aku makin ngaceng saja, karena bisa melihat dengan jelas belahan dadanya, bulu keteknya saat mengerokiku dari depan. Sesak banget rasa celanaku.

”Den..Den, kamu ini, sama bibi yang sudah tua kok masih bisa ngaceng....sudah kagak perlu malu gitu, wajar kok, namanya juga baru remaja, sedang masa pertumbuhan.”
”Iya...Bi, tapi sumpah kok, bibi cantik juga belum tua. Kalau di sini memangnya seumur bibi sudah masuk kategori tua ya...nggak lah. Mana masih montok lagi.”
”Ah...kamu ini, jangan ngeledek ah”
”Benar kok bi, maaf ya, apalagi dengan pakaian kayak gini, aduh bi, maaf deh, jangan marah dan salahkan Deni, benar – benar membuat nafas berdetak cepat.”
”Lha...apa toh yang salah dengan pakaian kayak gini, biasa atuh di kampung sini.”
”Iya...tapi di Jakarta kan kagak ada bi. Apalagi bibi yang memakainya, terus terang saja, Deni nggak mau bohong nih, waktu melihatnya rasanya jantung Deni mau copot. Namanya juga anak laki bi, bukannya mau kurang ajar, tapi melihat bibi seperti itu duh....”
”Ah..kamu ini, memangnya kenapa dengan begini..? Memangnya kamu mau apa..? Paling juga kont01 kamu ngaceng, terus kamu kocok...iya kan. Bibi mah nggak yakin kamu sudah pernah begituan. Sudah paham kalau anak seumuran Deni lagi sedang panas – panasnya.”
”Iya sih....maaf deh bi.”
”Sudah...dari tadi minta maaf melulu, bukan salah kamu, habis mau gimana lagi, bibi biasanya memang berpakaian begini kalau di rumah, toh hanya ada kamu keponakan bibi, sudah seperti anak juga. Ya, memang sih usia kamu lagi tanggung, jadi bibi maklum dan paham deh dengan keadaan kont01 kamu. Nah sudah selesai, sekarang, minum obatnya.”
”Terimakasih ya Bi, sekarang Deni, tidur dulu istirahat.”
”Eh...tunggu dulu, masih ada lagi, kondisi kayak gini kagak bagus dibiarkan, sebenarnya bibi mau saja membantu, tapi tangan bibi masih panas dengan minyak gosok.”
”Apaan lagi Bi...?”
”Sekarang kamu buka celana kamu...!!!”
”APA...??? Maksud bibi apaan, dan apa hubungannya sampai harus buka celana.”
”Huh dasar kamu ini, otaknya pasti sudah ngeres...hehehe. Dengar ya Den, kalau kont01 yang lagi ngaceng itu kamu dibiarkan, akibatnya jelek ke badan kamu yang lagi masuk angin ini, bisa jadi panas, karena nggak dikeluarkan, efeknya menambah panas badan, tapi kalau kamu keluarkan rasanya jadi adem ke badan. Percaya deh, bibi serius kok, dari pengalaman dengan suami bibi yang pertama..”
”Ah becanda saja deh bibi ini.”
”Benar kok, bibi serius, sebenarnya bibi mau bantu kamu, toh kamu masuk angin juga karena ngajak Ucil sama bibi, sudah nyenangi kami, jadi bibi nggak sungkan, toh biar kamu cepat baik. Namun nggak bisa, takut nanti kont01 kamu kepanasan. Sudah kamu sendiri saja ya. Bibi mau beresin bekas ngerokin kamu.”

Aku masih ragu, masih nggak percaya dengan kecuekan bibiku mengatakan hal tadi dengan sangat ringan tanpa beban kepadaku, secara logika yang dikatakannya memang masuk akal, tapi tetap saja aku jadi agak jengah mendengarnya. Duh...gimana nih enaknya..??? Bibi sudah bersiap mengangkat gelas dan piring kecil minyak gosok.

”Nggg....baiklah, tapi bibi temani ya...,” aku nekat saja deh.
”Den..Den...ada – ada saja kamu ini, tinggal kocok bereskan, sudah sering kan..? Ngapain juga bibi temani.”
”Kan bibi yang menyarankan, jadi bibi tungguin dong, biar jelas...sudah deh temani saja, katanya mau Deni cepat sembuh. Bibi nggak malu kan...?”


Kayaknya ucapan terakhirku pas menembak sasaran. Akhirnya Bibi kembali duduk di pinggir tempat tidur. Agak kikuk dan nyengir. Aku juga sama, nyengir saja buat menghilngkan aura canggung yang ada, aku lalu mulai menurunkan celanaku perlahan, ketika akhirnya celanaku sudah lepas, kulihat wajah bibi agak terkejut, dan menatap kont01ku. Aku sih tidak merasa ada yang beda dengan kont01ku, biasa saja, dibanding dengan pemain film bokep yang kutonton, kalah jauh. Punyaku maksudnya.

”Ngg...nggg..ge..gede juga kont01 kamu ya Den.”
”Masa sih bi ? Deni mah kagak paham, menurut Deni biasa saja.”
”Den, percaya kata bibi deh, sudah pengalaman, barang kamu itu gede, si Wawan mah kagak ada kayak kamu. Lagipula kamu masih masa pertumbuhan, masih bisa bertambah. Perempuan pasti senang ngelihat kont01 kayak punya kamu.”

Aku pun mulai mengocok kont01ku, sambil melihat kutang bibiku, bibiku terus menatap kont01ku, kulihat sesekali dia meneguk ludahnya, duduknya agak gelisah, aku sendiri sudah cukup puas dengan kondisi ini, nggak berniat lebih, cukup melihat bibiku dengan kutangnya sudah bisa menyenangkan kont01ku saat ini, terlebih melakukan onani disaksikan bibiku menimbulkan sensasi tersendiri. Aku kocok kont01ku dengan cepat, mataku terus melihat tetek bibiku, bibiku makin gelisah melihat kont01ku yang sudah agak memerah karena cukup lama kukocok. Akhirnya aku merasakan mau keluar, bibi paham dan segera mengambil kain, lalu aku segera memuncratkan pejuku ke kain tersebut. Memang rasanya badan dan pantatku jadi agak ringan, juga tidak terasa terlalu panas lagi. Bibi masih diam melihat kont01ku, aku segera melipat kain dan berbicara, bibiku tersentak kaget...

”Benar juga bi, rasanya jadi lebih enak...bi....bi...bibiii...”
”Ha...apa Den...???”
”Deden bilang, badan rasanya jadi lebih enak..”
”Oh ya...syukurlah...benar kan kata bibi. Nah sekarang kamu tidur, istirahat. Terus pesan bibi, kalau memang lagi ngaceng, jangan suka sering ditahan, lebih baik dikeluarkan biar lebih baik buat kesehatan. Ditahan – tahan malah jadi sengsara, kalau dikeluarkan jadi lega dan meringankan pikiran, Sudah, kamu istirahat, bibi mau tidur juga, kamu kalau ada perlu apa – apa panggil saja atau datang ke kamar bibi.”

Di kamarnya Ratna berbaring agak gelisah, dilihatnya anaknya, si Ucil sudah tidur pulas sekali, ia tersenyum sesaat. Lalu kembali hanyut dalam lamunannya. Memang dia merasa malas untuk berumah tangga lagi, tidak setelah pengalaman buruknya bersama suaminya yang terakhir. Saudaranya juga sampai bosan menyuruhnya agar berumah tangga lagi. Bukan maunya mengalami hal ini, tak ada wanita yang mau rumah tangganya hancur, tak ada, semuanya pasti mau bahagia. Perkawinan pertamanay sebenarnya tak ada masalah, hanya nasib menentukan suaminya harus meninggal karena sakit. Ia mencoba bangkit, membina rumah tangga lagi, ternyata lebih parah, suaminya yang kedua sangat bejad. Ratna mencoba bertahan, tapi itu juga ada batasnya. Minta cerai juga tak bisa, akhirnya nasiblah yang membebaskannya. Tapi setelah kejadian itu, hatinya terluka, merasa takut berumah tangga. Memang ia tak menunjukkan sikap canggung pada lelaki, juga tak sungkan berbicara dengan vulgar, sebenarnya kalau mau jujur itu juga untuk menutupi rasa kurang percaya dirinya. Buat urusan berumah tangga, Ratna sudah mantap untuk tak mau berumah tangga lagi, ia masih mampu mebiayai Ucil tanpa perlu sosok seorang suami. Toh kakeknya Ucil juga masih membantu mengirimkan uang buat cucunya ini. Ketika akhirnya ia menjanda....lagi, memang tak sedikit lelaki yang mencoba peruntungan untuk memperistrinya, mulai dari yang bujang samapi yang sudah beristri. Mulai dari yang seumuran dengannya, lebih muda dan perjaka, samapi yang sudah uzur, tapi tetap tak mengubah keputusannya.

Tapi walau begitu untuk urusan hasrat, dia agak keteteran. Di usianya sekarang ini masih butuh kenikmatan hubungan seks. Dia coba meredam dan memadamkannya, walau sulit dan menyiksa batinnya, toh ia mampu. Bekerja di sawah dan kebun, mengurus rumah juga si Ucil mampu mengalihkan gairahnya. Walau ingin, namun ia memilih memadamkannya secara sadar. Tapi tadi saat melihat kont01 keponakannya, Deni, dia merasa api gairah dalam dirinya mulai menyala dan tersulut. Ratna menghela nafas....gelisah, lalu ia memjamkan matanya. Tidur...daripada berpikiran yang tidak – tidak.

Deni masih memikirkan hal yang barusan, rasanya masih belum percaya, otaknya mulai nakal, kayaknya sih bakalan hilang keperjakaanku di tempat ini, dan kalau dengan bibiku, aku rela dan tidak akan menyesal, rasanya sih tidak akan sulit memikirkan caranya, apalagi kayaknya bibiku terpesona dengan barangku. Kont01nya kembali ngaceng....tak berapa lama akhirnya Deni mengantuk, mungkin pengaruh obat dan kerokan tadi, akhirnya ia tertidur. Tengah malam Deni terbangun, melihat jam di HP nya, jam 1 malam, sudah lama juga ia tertidur, badannya sudah enak rasanya, nggak meriang lagi, pusingnya juga sudah hilang, kebelet pipis, ia segera menuju kamar mandi, pipis, lalu minum, ngantuknya sudah hilang, akhirnya ia seduh kopi, sudah...nonton bola saja, kan jam segini kalau minggu dinihari banyak siaran langsung. Ia kembali ke kamar, membuka tas, mengambil rokok. Ia nyalakan TV pelan saja, bahkan sangat pelan, tidak terdengar dari kamar bibi, takut mengganggu, mencari siaran bola, menyalakan rokok dan meminum kopi..otaknya kembali membayangkan kejadian tadi, juga tubuh bibinya, siaran bola jadi tak menarik. Deni mulai berpikir mencari cara, nggak mau main tubruk saja, yang pasti bibinya sudah lama nggak merasakan berhubungan seks, entah bagaimana namun nalurinya sangat pasti akan hal itu, ia mesti memanfaatkan ini, lagipula ia masih pemula jadi nggak bisa seenaknya. Kalem saja mengikuti alur. Tak perlu tergesa, masih banyak waktuku, masih ada hampir 5 minggu sisa liburanku. Setelah rokok dan kopi habis, dia matikan TV, membereskan gelas dan asbak, lalu Deni melangkah....ke arah kamar bibinya.

Kamar bibi memang tidak pernah dikunci, bahkan pintunya jarang ditutup, hanya ditutup gorden kalau malam. Deni belagak saja, kalau tengsin, tinggal bilang dari WC, karena masih ngantuk dan agak kurang enak badan jadi salah kamar. Dilihatnya si Ucil masih pulas, ngorok lagi...dasar si Ucil, bibi juga tertidur, tanganya terangkat memperlihatkan barisan bulu keteknya yang aduhai, kutangnya agak kendor, sehingga tetek besarnya seperti mau tumpah saja, ia segera naik ke atas tempat tidur, sengaja menyenggol tubuh bibinya agak keras saat merebahkan tubuh. Lalu Deni pura – pura sudah tertidur, kurasakan bibi kaget karena tersenggol tadi, sempat bingung sejenak, lalu melihat Deni yang tertidur, posisinya memunggunginya, deni merasakan tangan bibinya menggoyang tubuhnya...

”Den...Den...hei ngapain kamu tidur di sini...Den...”
”Wah...ngelindur nih bocah, habis pipis kali, ya sudahlah biarin saja, kasihan, mungkin masih meriang.”

Deni mendengar suara bibinya yang masih agak mengantuk. Kembali melanjutkan tidurnya. Ia kini hanya diam saja, memunggunginya, belum berani bergerak atau membalikkan badan. Kulihat jam dinding di tembok, jam 01.40. Suasana masih hening, hanya terdengar suara ngorok si Ucil yang seru sekali tidurnya. Kulihat jam...jam 02.15, setelah yakin ia balikkan tubuhnya, bibinya nampak tertidur pulas, kulihat satu kakinya agak menekuk, kainnya agak tersingkap.....astaga, bibiku tidak memakai celana dalam pikirr Deni. Ia hanya meneguk ludah menyaksikan m3meknya yang indah, bulu jembutnya sangat rimbun dan hitam. Posisi badannya agak miring, teteknya nampak menonjol mau keluar dari balik kutangnya. Deni masih berdiam diri menikmati pemandangan indah ini, mataku terus menatap bergantian ke arah kutang dan m3meknya. Perlahan Deni menurunkan tubuhnya, Ia dekatkan wajahku ke m3meknya, nampak mempesona dengan belahannya yang panjang. Ia puaskan menyaksikan pemandangan yang baru pernah disaksikan secara nyata dan sedekat ini selama hidupnya. Kont01nya berdenyut keras meronta – ronta di balik celanannya. Ia beranikan tangannya secara perlahan menyentuh jembut bibinya, tebal dan rimbun. Lama Deni memelototi m3mek bibinya, hanya ini saja yang bisa ia lakukan, belum berani lebih. Puas, Deni kembali naikkan tubuhnya perlahan, kini menyaksikan bulu ketek dan teteknya, kalau saja....ya... ia menjulurkan pelan tangannya, perlahan menarik pelan ujung kutang bibinya yang sudah melonggar, pelan – pelan.......yessss, seakan meloncat bebas satu tetek besarnya saat akhirnya bagian sebelah kutangnya berhasil ditarik.....Ampyunnnn.....besa r dan putih bersih sekali teteknya, besar, bulat dan masih kencang. Pentilnya seperti tombol volume suara radio, berwarna coklat agak gelap, dihiasi lingkaran aerola yang besar dan lebar di sekelilingnya. Deni menelan ludahnya menikmati keindahan tetek bibi Ratna ini. Tangannya mengelus bulu keteknya, lalu setelah mempertimbangkan ia sentuh perlahan pentilnya....Oooohh nikmatnya, jadi inilah rasanya memegang pentil tetek besar bibi ratna. Lama Deni memegangnya, memilinnya lembut, nggak berani menciumnya, masih takut bibinya terbangun dan marah. Deni merasakan pentil bibinya mulai membesar dan mengeras saat dimainkan, teteknya terasa kenyal saat tersenggol tangannya. Tangan Deni yang satu lagi sibuk mengelus kont01nya sendiri. Bibinya mulai menggeliat, Deni jadi makin senang memainkannya, lama – lama bibinya makin sering geliatnya, nampaknya akan segera terbangun nih, segera Deni menghentikan kegiatan tangannya, dengan cepat dan tanpa suara ia membalikkan tubuhnya, pura – pura tidur pulas.

”Ugh...Wah...mimpi apaan aku tadi...kok enak rasanya.”
”Lho...kenapa tetekku bisa keluar begini....Nggg...mungkin kendor talinya...memang mesti dijahit lagi, untung si Deni masih tidur.”

Lalu kudengar bibinya merapikan baju dan kainnya, merasakan tubuh bibinya melangkah dirinya, nampaknya bibi mau turun, ketika bibi keluar, kulirik jam dinding, sudah jam 5 lewat, terdengar suara di kamar mandi, lalu kesibukan di dapur, nampaknya bibiku memutuskan untuk bangun. Deni rada kecewa tapi ya sudahlah cukuplah rejekiku saat ini pikirnya. Deni lalu melanjutkan tidurku....masih dengan kont01 yang ngaceng.

Paginya Deni terbangun jam 8 lewat, kulihat si Ucil sudah tak ada di tempat tidur, ia lalu keluar kamar, melihat bibinya sedang menyuapi si Ucil, dia menanyakan kondisi Deni, bibi bilang semalam aku ngelindur, habis pipis, salah masuk kamar, tapi bibi tak tega membangunkan, Deni pura – pura kaget dan minta maaf, nampaknya bibi tidak curiga.Bibi lalu menanyakan aku mau sarapan apa, aku bilang apa saja. Deni mengambil handuk lalu mandi. Di kamar mandi Deni ngocok lagi melepas beban tadi subuh, lega rasanya. Saat sarapan, bibi bilang mau ke kebun, Deni bilang mau ikut. Jadilah kami bertiga ke sana, jalan kaki. Di sana ketemu bi Lasmi. Kubantu bibi di sana sambil bermain dengan Ucil. Pekerja yang di sana sudah tahu siapa Deni. Tengah hari kami pulang untuk makan, lalu Deni mengajak Ucil berenang dan memancing. Saat mancing pikiran ngeresku kambuh.....duh kayaknya kagak bisa tahan lagi nih, apalagi setelah melihat aset bibiku....gimana juga caranya nanti malam harus...harus...tekadku membara, nggak sadar umpan kailku sedang dimakan ikan, ketika sadar sudah habis umpannya, Ucil tertawa geli....dasar Ucil...habis ibumu terlalu membuat nafsu sih.

Sorenya kami pulang, setelah mandi lalu makan. Setelahnya kuajak Ucil nauk motor sebentar, biar dia senang dan cepat tidur. Pulangnya Ucil nonton TV sebentar, bibi juga ikut nonton, tak sampai satu jam Ucil sudah tertidur, bibi mau memindahkan, tapi Deni melarang, biar Deni saja, bibi tersenyum berterimakasih. Setelah itu Deni membawa Ucil ke tempat tidur, tidur yang pulas ya Cil...Aa...ada perlu sama ibumu. Deni keluar, menanyakan apa bibinya mau kopi susu, lalu menyeduh 2 gelas, kembali duduk dan menyaksikan TV sambil mengobrol ringan, matanya bergantian dari TV dan kutangnya. Deni memulai percakapan

”Bi...katanya mau cerita tentang Mang Wawan, itu kalau bibi mau lho...”
”Ah...nggak ada yang perlu diceritakan dari si Wawan brengsek itu..”
”Lho kok gitu....ceritakan dong bi. Kan bibi sudah janji...hayo...jangan ingkar janji.”
”Baiklah karena kamu memaksa, ibu dan bibi kamu juga sudah tahu, bibi nggak merasa malu cerita ke kamu, karena bibi sebel banget sama dia.”
”Lho dia kan suami bibi, bapaknya Ucil.”
”Iya, tapi kelakuannya itu memuakkan. Kamu tahu Den, dia itu memang anak satu – satunya, bapaknya pedagang hasil bumi yang sukses di daerah sini. Terlalu memanjakannya. Waktu kenal bibi, bibi pikir dia lelaki baik dan rajin, ternyata bibi salah. Dia cuma berpura – pura saja waktu itu, untuk menarik simpati bibi. Orang tuanya senang saat dia memutuskan menikah dengan bibi. Apalagi saat mendapatkan cucu.”
”Terus apa yang salah bi....???”

Bibi mengambil nafas sejenak, mereguk gelas kopinya, lalu kembali menerangkan...

”Dengar dulu, bibi belum selesai, seperti kata bibi tadi, orang tuanya memang kaya, terlalu memanjakannya yang hanya anak tunggal, bibi nggak mau punya laki yang kerjanya hanya foya – foya dan mabuk – mabukkan. Sudah tebal kuping bibi mendengar omongan orang tentang kelakuannya yang suka main perempuan. Bibi nggak mau punya laki yang hanya menerima dari orang tuanya, bibi punya kebun dan sawah, dia bisa bantu mengelola, atau dia bisa kerja sama bapaknya, sebagai suami dan bapak si Ucil memang sudah kewajibannya untuk bekerja, tapi ya itu tadi memang selalu dimanja orang tuanya,apalagi setelah memberikan cucu.”
”Iya juga sih....Deni bisa mengerti...”
”Sifatnya kalau lagi mabuk itu amat menjengkelkan, belum lagi suka marah – marah, mau enaknya saja, juga ringan tangan, rasanya bukan ini perkawinan yang bibi impikan.”
”Wah nggak boleh begitu dong, masa jadi suami main pukul sih...gemes banget nih Deni dengarnya.”
”Setahun sebelum ia mati, sifatnya makin menjadi – jadi, saking kesalnya bibi sampai nggak sudi lagi punya anak darinya, cukup Ucil saja. Tanpa sepengetahuannya bibi memasang alat kontrasepsi. Rasanya malas dan tak rela buat hamil anak lelaki bejad itu.”

Deni mengangguk sok tahu, mencoba meyakini bibinya bahwa ia sependapat.

”Terus kenapa mang Wawan meninggal..?”
”Bibi masih ingat jelas, waktu itu hujan, si bejad itu pulang mabok, bawa cewek nggak benar lagi, kagak peduli istri sama anaknya, kalau cuma itu saja biarlah, bibi masih tahan, tapi ini dia panggil bibi, suruh menyaksikan dia ngewek sama itu perempuan sundal itu. Mending kalau cakep, kayak ondel –ondel menor begitu. Kalau menolak, bibi dia tampar dan tendang, akhirnya bibi diam saja melihatnya, edannya lagi dia suruh bibi melayani tingkah bejatnya, waktu bibi menolak dia marah, ditamparnya bibi, diancam akan dia hajar habis – habisan, akhirnya bibi turuti, hampir seperti pemerkosaan saja, karena bibi nggak rela. Perempuan sundal itu malah ketawa – tawa, sakit hati bibi.”
”Gilaaaa...Keterlaluan banget, sudah punya istri secantik bibi masih main perempuan juga, pake acara bawa ke rumah lagi, pantas saja bibi benci sama dia. Bego banget tuh orang.”
”Bibi teruskan ya, selesai dengan nafsu bejadnya, dia melanjutkan minum – minuman yang sudah dibawa bersama dengan perempuan itu, untung si Ucil sudah tidur saat peristiwa itu. Akhirnya setelah puas mabok dan memaki bibi, kedua laknat itu pergi, dan terjadilah kecelakaan itu.”
”Oh ya...gimana tuh ceritanya bi...??”
”Kamu tahu kan, tikungan yang curam dan tajam di dekat kali situ...? Nah waktu itu jalannya belum bagus dan terang kayak sekarang, dulu masih jelek dan gelap, belum ada tembok sama besi pembatas, apalagi hujan saat itu, mungkin karena mabok, motornya tak terkontrol, saat berpapasan sama mobil angkot yang baru mau pulang, kedua laknat itu jatuh ke bawah, ke dasar yang dalam, langsung tewas seketika. Anehnya bibi tidak merasa sedih tuh. Malah senang, sakit hati bibi terbalas dengan cepat. Lalu bapaknya, abahnya si Ucil, nampak menyesal karena terlalu memanjakannya, dan nampaknya tahu kelakuan anaknya, dia meminta maaf sama bibi. Untuk si Ucil dia akan menanggung dan membiayainya, sebenarnya dia meminta Ucil tinggal bersamanya, tapi bibi masih keberatan dan Ucil juga belum mau.”

Suasana jadi agak canggung setelahnya, gila...ngaco banget tuh si Wawan, bini cakep kayak gini masih doyan saja main perek, dasar, pantas saja umurnya pendek, pantas bibi benci sama manusia itu. Untuk mencairkan suasana Deni mulai mengalihkan pembicaraan ke hal lain, akhirnya suasana menjadi santai kembali, setelah beberapa lama, Deni mulai menggiring arah percakapan.....

”Bi, mulai besok selama Deni nginap, jangan pakai pakaian begini lagi ya, ganti deh, pokoknya selama sisa liburan Deni, tolong ya....”
”Lha kenapa si Den..??? Bibi sudah biasa, nggak mau ah...”
”Aduh bi, Deni kan lelaki, ribet jadinya, kasihan dong sama Deni, anunya tegang terus.”
”Kan bibi sudah bilang, kalau memang begitu ya keluarin saja, kan beres.”
”Oh gitu ya bi,....ya sudah...”

Memang ucapan ini yang Deni tunggu, tanpa basa – basi lagi, Deni berdiri dan menurunkan celananya, lalu duduk kembali dan dengan santai mengocok kont01nya yang sudah tegang. Bibinya nampak kaget melihatnya.

”Den, apa – apaan sih kamu, memang begini maksud bibi, tapi jangan di depan bibi atuh...”
”Ya salah bibi sendiri.....kan ini juga gara – gara bibi, yang penting Deni bisa lega...”

Bi Ratna kini mulai gelisah melihat ke arah kont01ku, sedangkan aku semakin provokatif saja mengocok kont01ku. Kulihat Bi Ratna mulai tidak tenang posisi duduknya.

”Bi, kemarin katanya mau bantuin Deni tapi tangannya panas karena minyak gosok, sekarang kan nggak, kenapa nggak bantuin sekarang saja...??? Deni senang kok kalau bibi yang bantuin.”
”Nggg....gimana ya, Den...kemarin kan karena Deni sakit, sekarag mah lain atuh...”
”Sudahlah bi, kan nggak ada yang lihat, lagipula sungguh kok, Deni malah akan merasa senang sekali kalau bibi bersedia, sebaliknya kalau bibi menolak Deni akan sediihhhh sekali. Deni tahu bibi juga mau pegang punya Deni kan.”
”Baiklah, tapi cuma itu saja ya, Den.”

Akhirnya Bi Ratna mulai mendekat dan berlutut dekat Deni, tangannya yang halus mulai menyentuh kont01nya, lama ia menyentuh dan hanya menggenggamnya, mungkin sedang menghayati terlebih dahulu, mungkin sudah terlalu lama dia tidak melihat kemaluan lelaki. Deni merasakan tangan bibinya sangat halus sekali, membuat kont01nya tambah keras. Tak berapa lama tangannya mulai mengocok kont01 Deni, dan Deni merasa nikmat sekali, apalagi sambil menikmati kocokan bibinya, Deni bisa melihat belahan teteknya dengan jelas.

”Ughhh....enak bi, Deni senang banget nih...”
”Sudah kamu nikmati saja....”

Sambil mengocok kont01 Deni, matanya nampak terus memandangnya, sesekali Deni lihat bibinya meneguk ludahnya, sepertinya sedang ragu mau memutuskan sesuatu, Deni tidak mau kehilangan moment ini, segera mengeluarkan jurus muslihatnya yang level paling tinggi.

”Biii....kalau cuma bibi yang lihat punya Deni, nggak adil nih....”
”Apa maksud kamu,Den...kamu mau lihat m3mek bibi, nggak ah...nggak boleh.”
”Ya bibi, curang deh...kalau memang nggak boleh, boleh nggak Deni melihat dan memegang tetek bibi saja, Cuma tetek bibi saja, terus terang Deni suka sekali melihatnya, bahkan kont01 Deni ngaceng begini karena melihat tetek besar bibi terus di balik kutang bibi...boleh ya bi...”

Kulihat bibi terus mengocok kont01ku, raut wajahnya seperti sedang berpikir, antara mengijinkan atau tidak...Dan memang Ratna sedang bergelut sama batinnya...ragu tapi juga terbakar gairah...ya sudahlah akhirnya memutuskan, remaja baru gede seperti keponakannya, melihat tetek saja juga sudah puas...cuma tetek saja tak masalah. Lalu setelah beberapa lama, bibinya berdiri dan duduk di samping Deni, tangannya mulai menurunkan kutangnya....dan terpampanglah kedua teteknya yang besar dengan indah di hadapan Deni, kont01 remaja tanggung itu langsung berdenyut. Deni hanya memandanginya saja, sementara bibi kembali mengocok kont01 Deni.

”Tuh sudah lihat kan, kok bengong doang...kalau mau pegang ya pegang saja Den, bibi nggak marah kok.”
”I...ii..iya, Bi....”

Dengan tangan gemetar Deni mulai meremas kedua tetek besar itu, ranum, rasanya empuk dan nyaman, jarinya mulai memainkan pentilnya, lama kelamaan pentilnya makin mengeras dan membesar, kocokan bibi Ratna mulai terasa cepat.

”Bi...Deni boleh hisap pentilnya nggak...???”

Bibi tak menjawab, hanya mengangguk saja, nggak terlalu masalah dengan permintaan keponakannya. Setelah menghisap pentil, nanti juga anteng pikir Ratna. Deni segera mendekatkan mulutku ke tetek bibinya, lidahnya mulai mengulum dan memainkan pentil tetek bibinya, menikmati betul moment pertamanya merasakan tetek wanita. Lalu dia mulai menghisap pentilnya, bergantian kiri dan kanan...lama kelamaan Ratna mulai menggeliat dan gelisah...

”Den...Ughh...Den, aduh...bibi mau kasih sesuatu yang enak ke kont01 kamu, kamu nikmati saja ya...sudah kepalang tanggung, nambah ini sedikit nggak masalahlah...lagipula pegel tangan bibi dari tadi ngocokin kont01 kamu, belum ngecret juga.”

Lalu bibi mulai merendahkan kepalanya, otomatis Deni menghentikan hisapannya pada pentil bibinya. Deni sebenarnya sudah tahu apa yang akan dilakukan bibinya, sudah sering melihatnya dalam film bokep yang sering ia tonton....namun merasakan untuk pertama kalinya tentu saja membuatnya berdebar....., Deni merasakan lidah bibinya mulai menjilati kepala kont01nya, geli tapi enak, sesekali lidahnya menjilat lubang pipisnya. Lama bibinya menjilati kepala kont01nya, tangannya membelai biji peler keponakannya ini, lalu lidahnya mulai menjilati batang kont01 Deni, ketika akhirnya mulutnya mulai mengulum dan menghisap kont01nya, tanpa sadar Deni mendesah...tangannya meremas rambut bibinya. Gilaaaaa....lemas rasanya lutut Deni, seluruh sendi terasa lepas, enak sekali ia rasakan saat kont01nya dikulum dan dihisap oleh mulut manis bibi Ratna. Sesekali dirasakan pangkal kepala kont01nya bersentuhan dengan bibir hangat bibinya, merem melek Deni menahan rasa geli – geli nikmat ini. Bi Ratna dengan semangat dan rakusnya melumat habis kont01 Deni dengan mulutnya. Mimpi apa Deni..bisa merasakan kenikmatan pertama di-oral bersama bibinya yang cantik dan bahenol ini
.
Setelah beberapa lama bi Ratna menghentikan kesibukan mulutnya, ia segera duduk dan menatap Deni, ekspresi wajahnya fifty – fifty, sebagian agak canggung buat ngomong, tapi juga sebagian lainnya penuh gairah dan rasa penasaran..... ..

”Den, sudah kepalang tanggung, bibi memang sudah lama nggak merasakan barang lelaki, kamu mau kan bantu bibi. Kamu belum pernah ngerasain begituan kan..? Makanya bibi mau kamu ngeluarin pertama kali di dalam m3mek bibi. Bibi pakai alat KB, belum bibi lepas,jadi nggak masalah. Eh..kalau kamu belum tahu caranya, jangan khawatir, nanti bibi akan bimbing kamu.”
”I...iii..iya bi, kalau sama bibi, Deni justru merasa senang dan bahagia, nggak bakalan nyesal. Kalau Deni masih bego, maklumin saja ya bi..”
”Ah...nanti juga pintar. Umumnya sih kalau dari pengalaman, juga cerita banyak teman bibi, kalau perjaka awalnya suka cepat keluar, tapi nggak tentu, ada juga yang alot, lama keluarnya. Itu bukan masalah, yang namanya pertama pasti masih tegang, masih terlalu nafsuan, nanti juga biasa. Sini kemari....bantu bibi buka pakaian bibi.”

Deni segera membuka kaosnya, sangat penuh luapan kegembiraan dan penasaran...Deni sudah lama mau melepas keperjakaannya, tapi kini saat akhirnya siap melepasnya, ternyata moment itu sama bibinya yang aduhai ini...grogi dab tegang campur penasaran bercampur satu. Deni lalu membantu bibi Ratna melepaskan kutangnya, lalu bibinya berdiri, ia bantu melepas kainnya, terlihat celana dalamnya, Deni bengong menatapnya, bibi ratna tersenyum dan menyuruhnya melepaskannya. Memang semalam ia sudah melihat m3meknya, namun sekarang melihatnya sedekat ini, mengethui sebentar lagi ia bebas melakukan niatnya dan juga saat bibinya tak tertidur jauh lebih mengasyikkan, indahnya...lalu bibi menarik tangannya ke arah kamar tempat Deni tidur, mungkin dia lebih nyaman melakukannya di tempat tidur daripada di sofa. Sesampainya di kamar bibi segera berbaring, Deni hanya berdiri saja menyaksikan tubuh telanjang bibinya yang sangat indah dan mempesona.

”Ayo sini, kamu naik dong, Den. Tadi kan semangat betul, kok sekarang banyak bengong..? Kamu lihat m3mek bibi kan..? Nah..., ayo arahkan mulutmu ke situ, nanti bibi kasih tahu...”

Dengan cepat Deni segera naik, masih rada kurang pede, bibi mulai merenggangkan kakinya, mempertontonkan m3meknya yang dihiasi bulu jembut yang lebat, belahan m3meknya nampak jelas dan rapat, mungkin karena sudah lama nggak diterobos barang lelaki. Mata Deni terpaku menyaksikannya.

”Den, sekarang kamu mainin m3mek bibi sama mulut dan lidah kamu, perempuan akan senang kalau lelaki memainkannya.”

Tangannya mula – mula mengelus dan membelai bulu jembutnya, terasa tebal dan kesat, sesekali ia menarik bulu jembut itu perlahan, nyamannya, lalu jarinya mulai mengusap permukaan luar m3meknya. Tebal juga m3mek bi Ratna, belahannya panjang dan rapat. Deni meneguk ludahnya...kont01nya sudah ngaceng sekeras batang kayu.

”Sekarang gunakan jarimu, lebarkan m3mek bibi..kamu bisa gunakan lidahmu untuk menjilatinya”

Deni mulai mengikuti bimbingan dan arahan bibinya, jarinya mulai melebarkan belahan m3meknya, merenggangkannya, nampaklah lobang m3meknya yang berwarna pink rada kemerahan menggoda, Deni mendekatkan mulutnya ke arah sana, hidungku mencium aroma wangi yang enak, sangat natural dan menggelitik saraf – saraf sensualnya. Ia mulai memainkan lidahnya menjilati seluruh bagian dalam dan juga lobang m3mek bibi Ratna.

”Aahhh...ya...betul begitu, nah...dekat atas lobang m3mek bibi, ada tonjolan daging sebesar biji kacang, itu it1l bibi, kamu mainkan dengan lidahmu, bibi akan merasa enak sekali kalau kamu memainkannya.”

Deni mulai mencari tonjolan enak milik bibi, lalu lidahnya mulai menjilatnya, memainkannya, memulasnya ke atas bawah, kiri kanan, pinggul bibi mulai bergoyang, mulutnya mengerang dan mendesah nikmat. Secara naluriah, tangan Deni mulai beraksi, jarinya mulai menusuk – nusuk lobang m3meknya...

”Sssshh...Aaaahhh...Yaaaa..pin teeeerrr juga kamu....Deeeennn....Hhhhh”

Makin senang Deni mendengar bibi Ratna memujinya, PeDenya bertambah, tangan bibi mulai menjambaki rambutnya, sedang Deni makin bersemangat menjilati it1lnya, jarinya makin leluasa keluar masuk di dalam lobang m3mek bibinya yang sudah basah, makin tercium aroma yang khas sekali, yang belum pernah ia rasakan dengan indra penciumannya sebelum ini, aromanya enak sekali di hidung. It1l bibinya makin mengeras dan mudah sekali dimainkan oleh lidahnya, lama Deni memainkannya sesuka hatinya, sesekali bibirnya menarik lembut memainkan it1l bibi Ratna, juga masih asik menyodokkan jarinya di lobang m3mek bi Ratna. Bibi hanya mendesah dan merintih penuh gairah, pantatnya sesekali ikut bergoyang, Deni nggak bosan, ini pengalaman pertamanya, dan ia menyukainya....ketika akhirnya Deni merasakan desahan bibinya makin kuat, dan badan bibinya mulai bergetar, pantat bi Ratna sedikit terangkat, tubuhnya mengejang kuat...tak lama m3meknya menyemburkan cairan hangat, Deni merasakan jarinya sedikit hangat juga lengket.

”Duuhhh...enaknya sudah lama rasanya bibi nggak merasakan nikmat ini. Den, bibi rasa buat urusan lidah, kamu bakalan cepat mahir. Sekarang kamu coba masukkin kont01 kamu ke m3mek bibi, nikmatnya bakalan luar biasa, percayalah. Karena ini pengalaman pertama kamu, nggak usah khawatir, lumrah kalau cepat keluar...nanti juga terbiasa.”
”Ba..Baik bi..., bantu Deni ya...”

Deni lalu mulai memposisikan diri di atas tubuhnya, satu tangan bibi mulai melebarkan lobang m3meknya, sedangkan satu tangannya lagi mengenggam kont01 Deni, membimbingnya menuju ke arah yang benar. Percobaan pertama agak meleset....lalu akhirnya...Blessss...kont01nya mulai terbenam ke dalam lobang nikmatnya, ketika akhirnya seluruhnya masuk, badan bi Ratna nampak bergetar kuat. Deni melihat wajah bibinya seperti wajah orang haus yang baru saja menemukan air. Deni hanya diam dulu merasakan kenikmatan saat pertama kali kont01nya memasuki m3mek wanita, terasa hangat dan nyaman. Sulit dia mengungkapkan perasaannya saat itu. Yang dia tahu bibi mulai menyuruhnya memompakan kont01nya, Deni mengikuti petunjuknya, konsentrasinya saat itu hanya tercurah pada pompaannya, belum terpikir untuk melakukan hal sambilan lainnya seperti menghisap teteknya, hanya focus pada pompaannya...maklum masih pemula. Deni juga belum pandai mengatur ritme...memompa sekuatnya dan secepatnya, memang m3mek bibinya terasa sempit dan mencengkram, membuat kenikmatan tiada tara pada kont01nya...

Tidak sampai 2 menit Deni merasakan klimaks pertama kalinya pada lobang m3mek wanita. Sangat spesial bagunya karena wanita itu adalah bi Ratna.

Dia hanya mampu terkulai lemas di atas tubuh bibinya. Masih diam menikmati sensasi yang baru dirasakan. Bibi hanya membelai – belai punggungnya. Tidak berapa lama, dia cabut kont01nya dan berbaring di sampingnya.

”Bi...maaf ya, Deni cepat selesainya...”
”Nggak apa Den, justru itu normal, tadi kan bibi sudah bilang, kebanyakan orang memang akan cepat keluar saat pertama kalinya, karena memang belum terbiasa. Nantinya pasti akan lain.”
”Bi...Deni senang sekali, bahkan bahagia karena pengalaman pertama Deni bisa melakukannya sama bibi, akan jadi kenangan indah banget buat Deni.”
”Bibi juga Den, syukurlah kalau Deni senang karena memilih bibi sebagai wanita pertama bagi Deni untuk melakukan ini. Bibi memang sudah lama nggak melakukannya, saat melihat barang kamu, jujur saja m3mek bibi berdenyut, mungkin merasa ketemu lawannya. Bibi sempat bimbang, tapi karena kamu keponakan bibi, bibi justru merasa nyaman dan aman. Biarkan ini menjadi rahasia kita berdua ya.”
”Bi...???”
”Iya Den...kenapa...??”
”Deni ngaceng lagi.....mau masukkin lagi...”

Akhirnya malam itu Deni kembali meneruskan pelajarannya, sampai 4 ronde, sudah makin pandai dan terkontrol. Setelah selesai bibinya kembali ke kamarnya. Deni kini sendirian, masih lemas sekali, tenaganya terkuras habis. Meski begitu sangat bahagia....gilaaaa, keputusannya buat tetap tinggal di kampung, sangat menguntungkannya. Tak menyesal ia hilang keperjakaannya untuk wanita semenawan bi Ratna. Deni karena lelah segera tertidur dengan senyum amat manis menghiasi bibirnya.

0 komentar:

Posting Komentar