blog visitors

Ibu Senang Aku Senang

Gue cowok yang masih single. Gue kerja seruang dengan seorang cewek cantik. Dia atasan gue, orangnya cantik dan montok menggoda. Dia suka membuat kontol gue naik terus. Nggak heran dia punya hobby ngesex. Gue juga punya hobby yang sama. Tapi tidak semaniak dia. Hampir tiap hari dia ngesex dengan cowok yang disenanginya, bahkan gue sering diajak ‘Anu’ sama dia. Disamping gue senang dan menikmati tubuhnya yang aduhai itu, gue juga tidak berani menolak perintahnya.. pokoknya “A.I.S”-lah.. itu..tuu.. Asal Ibu Senang. Dan gue dijanjikan naik pangkat dan tentu saja gaji naik juga dong plus bonus tubuhnya yang montok itu.

Dia orangnya cantik meskipun umurnya jauh diatas gue. Karena dia selalu suka pakai rok ’super’ mini warna putih transparan. Maka gue tahu kalau dia tiap hari nggak pernah pakai CD. Yang gue heran ama dia, pas dia ada di luar ruang kerja dia selalu pakai rok biasa bahkan pernah pakai celana. Tapi pas ada di ruang kerja kita dia selalu pakai rok ’super’ mini itu. Jadi kalau ada sesuatu yang dia butuhkan dia selalu minta tolong gue yang ngurus. Meja kerjanya yang berada di depan gue, jadi gue bisa melihat apa yang dikerjakannya. Tiap menit dia selalu memancing nafsu gue. Dia sering pura-pura lihat suasana diluar jendela, padahal dia ingin memeperlihatkan kemontokan pantatnya yang super montok itu. Lalu dia pura-pura melihat hasil kerja gue sambil dekat-dekat terus dia menundukkan kepalanya.. lalu yah jelaslah payudaranya yang tergantung bebas tanpa halangan dari BH. Dia goyangkan badannya, maka bergoyanglah payudara itu kiri-kanan-kiri lagi.. Tapi yang paling parah, dia pura-pura menjatuhkan bulpen di lantai, terus dia jongkok membelakangi gue. Pas dia nunduk, roknya tersingkap keatas jadi terlihatlah pantatnya yang montok putih dan memeknya yang putih kemerahan dengan bulu yang tampak menantang untuk dijamah. Pas dia udah ambil itu bolpoint, eh.. dijatuhin lagi terus nungging lagi.. lagi.. lagi.. Dia goyangin itu pantatnya maju-mundur, bawah-atas..lalu dia renggangkan kakinya sehingga memeknya yang lezat itu merekah bagai bunga ‘mawar’ dan begitu seterusnya. Hingga gue nggak tahan akan kelakuannya itu. Langsung aja gue deketin dia terus gue obok-obok ‘anu-nya’.. Dan ternyata.. apa yang terjadi.. ohh..

Dia menikmati sentuhan-sentuhan gue. Saat ini gue bekerja dengan lidah gue. Gue jilat sedikit kacangnya dan di “suck” agar basah. Nggak samapai dua menit udah tampak ada cairan bening di memeknya. Karena kontol gue udah nggak tahan, lalu gue masukin kontol gue ke memeknya. Dia mendesis - meronta - mengerang nikmat(3M) demikian juga gue. Hangat dan lembab. Lalu gue mula goyang kiri kanan, maju-mundur dan kadang-kadang gue putar. Dia bener-bener hebat, setelah gue agak pasif dalam gerakan gue karena udah hampir nyampe. Dia dengan perkasa menggoyang tubuhnya maju-mundur, kanan-kiri dan berputar dengan garang.

Sementara gue makin berat nahan orgasme gue, akhirnya..
“Bu boleh keluarin di dalam..?”kataku.
“Boleh aja sayang, emang sudah hampir.. ya?”katanya sambil terus menggenjot pantatnya maju-mundur.
“Ya, bu”kataku.
“Kita sama-sama ya, hmm..ohh..”.

Dengan sisa tenaga gue goyang lagi sampai gue terasa enak bener karena orgasme gue udah sampai deket pintu helm “NAZI”.
Lalu gue peluk dia dari belakang sambil gue remes dadanya. Dan cret.. cret.. cret. cret, air mani gue muncrat didalam lubang memeknya. Dan diapun merintih ohh yes dan lalu mencengkeram kursi dengan erat serta badannya bergetar dan menegang.. Rupanya dia klimaks juga. Dengan kontol dan memek masih bersatu gue tetep peluk dia dari belakang.

Dia tersenyum puas lalu melumat bibirku. Dia bilang kontolku enak banget sih. Dia kangen katanya kalau nggak dicoblos kontolku barang sehari. Nggak lama gue peluk pinggangnya kuat-kuat dari belakang sambil ngerintih akhh.. akhhgg dan lalu di dinding memeknya kubikin terasa hangat karena semprotan sperma gue tadi. Nggak ke tulungan enaknya katanya, tapi dia harus buru-buru ngrapiin baju dan nyuci memeknya. Habis gituan luemes banget dan nggak bisa kerja lagi. Abis sambil berdiri sih.
Enak juga lho making love di kantor. Apalagi kalau lembur jangan dibilang. Di meja kerja, di WC, di lift, di lantai atas gedung atau juga di dalam mobilnya juga bisa, rasa takut ketahuan itu selalu ada, tapi kenikmatannya lain dari pada yang lain, pokoknya sensasinya lain.

Malamnya gue diajak ke pub. Setelah jam dua belas malam, gue ajak dia pulang. Dia kutuntun ke mobilku karena dia mulai mabuk akibat terlalu banyak mengkonsumsi minuman dan kuantarkan ke apartemennya. Gue bingung mengapa dia nggak pulang ke rumahnya sendiri.. mengapa kesini. Kuantar sampai ke dalam kamarnya di lantai 7, gue istirahat sejenak di sofanya. Dia bangun dan menghampiri gue untuk mengucapkan terima kasih dan selamat malam.. tapi tubuhnya jatuh dalam pelukan gue sehingga nafsu gue untuk meng’anu’nya mulai bangkit. Kuciumi dari kening, mata, hidung hingga mulut sensualnya disambutnya ciuman gue dengan permainan lidahnya yang sudah profesional.
Lama kami berciuman dan gue mulai meremas teteknya yang agak kenyal.. lalu kubuka resleting bajunya..kemudian kususupkan tanganku ke dalam behanya untuk meremas teteknya lagi dan memainkan putingnya.. sambil terus berciuman. Satu persatu pakaiannya jatuh ke lantai.. BH.. CD.. tapi kami masih berciuman. tanganku tak tinggal diam.. meremas diatas sesekali
memainkan puting dan meraba dan memainkan di bagian memeknya.. oi.. jembutnya yang menggoda.. lezatnya..

Memeknya telah banjir akibat otot memeknya mengeluarkan cairan karena rangsangan dari gue.. tangannya mulai membuka satu persatu pakaianku sampai kami berdua full bugil. Kusodok sodok jari tengahku ke dalam memeknya ..sshh.. oohh.. gung.. please.. sshh.. don’t stop..aahh.. terus jariku telunjukku memainkan itilnya yang mulai menegang .. sshh.. aahh.. dan dia mulai merebahkan badannya di sofa kuciumi lagi putingnya dan kusodok-sodok lagi memeknya dengan dua jari.. sshh.. aahh..oohh
my goodd..sshh .. dia mulai mencari-cari kontolku yang sudah tegang sejak tadi.. dan mulai menghisap kontolku .. mulai dari kepala .. sshh .. aahh.. buu.. aahh.. sshh .. perlahan lahan mulutnya masuk dan melahap kontolku semuanya sshh ..hhmm.. kutambah jariku satu lagi hingga tiga yang masuk ke dalam memeknya sshh.. aachh.. tambah satu lagi hingga hanya jempol saja yang masih di luar memainkan itilnya
..sshh.. hhmm.. gue lepaskan kontolku dari mulutnya dan mulai kuarahkan ke bibir memeknya yang banjir.. perlahan lahan kudorong kontolku.. sshh.. oohh.. honey.. hhmm.. bibir bawahnya menggigit bibir atasnya.. kuangkat kedua pahanya dan kusandarkan di sandaran sofa yang sebelah kiri sedang yang kanan kuangkat.. dan bless.. aahh.. sshh.. kuayunkan perlahan lahan..
sshh.. oohh my god.. come on.. sshh..terus kuayunkan hingga kupercepat ayunanku .. sshh.. buu.. saya mau keluar buu..sshh.. keluarin di dalem aja sayang..ohh aahh.. kedua pahanya mulai dijepitkan pada pinggangku sambil terus menggoyangkan pantatnya sshh.. aahh..

Tiba-tiba dia menjerit histeris oohh..sshh.. sshh..sshh.. ternyata dia sudah keluar.. gue terus menggenjot pantatku semakin cepat dan keras hingga mentok ke dasar memeknya sshh.. aahh.. dan aagghh.. crett.. crreett.. ccrreett..kutekan pantatku hingga kontolku menempel dasar memeknya.. dan keluarlah pejuku ke dalam liang memeknya
.. sshh.. bbrr.. saat terakhir pejuku keluar.. guepun lemas tetapi tidak gue cabut melainkan menaikan lagi kedua pahanya hingga dengan jelas gue lihat bagaimana kontolku masuk ke dalam memeknya yang di kelilingi oleh jembutnya yang menggoda.. kubelai jembutnya sambil sesekali menyentuh itilnya. Ssshh.. aahh.. gue mulai mengayunkan kembali kontolku.. biar agak ngilu gue paksakan..kapan lagi.. sshh.. aahh.. hhmm.. gue meminta dia untuk posisi nungging dengan tidak melepaskan kontolku dalam memeknya.. kontolku terasa
dipelintir oleh memeknya.. terus kugenjot lagi ..sshh dan.. sshh.. dia mendorong pantatnya dan aachh.. lebih cepet honey ..sshh.. dia sudah keluar lagi
Gue masih asik mengoyang pantatku sambil meremas teteknya yang dari tadi gue biarkan.. sshh.. hhmm..aahh.. dan creett.. creett.. guepun menekan pantatku dan menarik pinggulnya hingga kontolku mentok lagi di dasar memeknya.. kami berdua
sama lemas..

Dia ambil sebatang rokok.. dinyalakannya dan dia hisap itu rokok.. persis seperti saat dia menghisap kontol gue.. kami duduk dan sama menikmati permainan tersebut sambil dia merokok kami saling mengobok-obok kemaluan masing-masing.. Kuangkat tubuhnya ke tempat tidur.. kami tidak membereskan pakaian kami yang masih berserakan di lantai ruang tamu.. gue putar jam bekerja tepat pukul 5 soalnya gue mau pulang.. Dia mulai merapatkan matanya sambil tangannya merangkul dan tubuhnya yang berkeringat merapat ke tubuhku.. meskipun udara di rungan sudah dingin tetapi tubuh kami masih berkeringat akibat permainan tadi..
Pada kesempatan lain gue datang ke rumahnya nganterin surat-surat penting. Kebetulan siang itu dia lagi sendiri. “Oh kamu sayang.. ayo cepet masuk..ehhmm”katanya sambil nutup pintu. “Iya bu, saya cuma mau ngantar surat
ini “kataku.

Terus gue minta pamit pulang.. tapi.. “Aduh koq buru-buru amat sih.. ibu mau minta tolong lagi.. boleh khan ..”katanya manja. Lalu, matanya merem melek sambil lidahnya dikeluarkan, gue udah tahu pasti dia pengen ngentot
lagi nich. Pokoknya udah nggak tahan deh. Langsung gue diajak dia masuk dan duduk di teras. Waktu itu dia pakai baju kulot putih transparan. Terlihat payudaranya yang montok dengan putingnya yang menyembul dari balik bajunya. Gue lihat dia lagi ’super’ nafsu, lalu dia pancing gue untuk making love. Gue sih “A.I.S” saja.
Lalu kulot dan CD dilepaskan step by step, lalu memeknya gue raba-raba, dan kelentitnya gue diplintir sampai dia terangsang banget. Terus baju, celana dan CD gue diplorotin. Lalu kita duduk di lantai teras. Dalam posisi duduk santai kakiku selonjor, dia sedot-sedot kontolku sampai gue mendesah-desah dan kontolku
menjadi tegang dan keras. Dia kangkangi kakinya terus dia pegang kontolku yang udah keras sambil mengarahkan ke memeknya yang sudah basah dan merekah itu.

Aduh enaknya terus dia naik turun terus sambil digoyang-goyang terus dikocok terus sampai kenikmatan yang tak terhingga. Rasanya dia jadi lemas dan capai, tapi dia berusaha tidak mau udahan. Kayaknya teriak tertahan, mungkin dia takut kedengaran tetangga. Dia terus naik turun dan gue juga ngimbangi dari bawah, terus sampai akhirnya gue dan dia pelukan erat-erat karena dia sudah merasa hampir klimaks, dan nggak lama dia pun menegang dan akhirnya sama-sama puncak dan keluar. Pokoknya nikmat banget, dan badan gue juga terasa lemas tak bertenaga kepinginnya nggak mau lepas dari tubuhnya. Tanpa pakai celana dulu dia pergi ke kamar mandi. Pantatnya yang montok bergoyang kanan-kiri-kanan-kiri.. Kadang dia menundukkan tubuhnya sehingga posisinya nungging ke arah gue.. sehingga memeknya terlihat merekah.. ohh. Gue melotot lihat tingkahnya begitu seronok. Ah gue cuek aja. Yang penting.. uueennaakk.. ooii.. Byyee..

Diservice SPG susu

Pagi itu aku harus Berangkat kerja lebih pagi karena pekerjaan kantor yang menumpuk. Ditengah jalan tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Akhirnya aku berteduh di warteg terdekat.
“Wah.. wah.. sialan, kok malah hujan.. numpang teduh ya Bu,” entah sial apa pagi itu, hujan mendadak turun tanpa mendung, aku pun terpaksa menghentikan laju sepeda motorku dan segera berteduh disebuah warung pinggir jalan.
“Ndak apa Dik, memang hujannya deras, kalau diteruskan nanti basah semua bajunya,” jawab pemilik warung, ibu berusia baya seumur ibuku.

“Saya pesan kopi susunya Bu, jangan banyak-banyak gulanya ya,” pintaku setelah mengambil duduk dalam warung itu. Sambil menunggu pesananku, kuamati pemandangan sekeliling warung itu.
Warung tempat kuberteduh terlihat sangat rapi dan bersih, walaupun ukurannya kecil. Sungguh, aku baru kali itu singgah disana, meskipun sehari-hari kerab melintasi jalan di depannya. Pagi itu, ada tiga orang yang turut berteduh sambil sarapan, kelihatannya mereka itu sopir dan kenek angkot yang pangkalannya tak seberapa jauh dari warung itu.
Belum lagi kopi susu yang kupesan tiba dihadapanku, kulihat dua wanita muda masuk ke warung.
“Uhh, gila hujannya ya Fin.., untung sudah sampai sini,” kata yang berbadan agak gemuk pada temanya yang lebih langsing. Dari penampilan mereka aku bisa menebak kalau mereka adalah sales promotion girl (SPG), dibelakang baju kaos yang mereka pakai ada sablonan bertulis Susu Siip (sengaja disamarkan), produk susu baru buatan lokal. Keduanya langsung duduk dibangku panjang tepat di depanku.
“Ini Dik kopi susunya, apa nggak sekalian pesan sarapan Dik?” ibu pemilik warung membawakan pesananku.
“Makasih Bu, ini saja cukup. Saya sudah sarapan kok,” jawabku, Ibu itu pun berlalu, setelah sempat menawarkan menu pada dua wanita muda dihadapanku.
“Hm maaf Mas, apa tidak mau coba susu kami?” sebuah suara wanita mengejutkan aku. Hampir saja aku tersedak kopi yang sedang kuseruput dari cangkirnya, sebagian kopi malah tumpah mengotori lengan bajuku.
“Duh maaf, kaget ya Mas. Tuh jadi kotor bajunya,” wanita yang agak gemuk menyodorkan tisue kepadaku.
“Ohh, nggak apa Mbak, makasih ya,” kuterima tisue pemberiannya dan membersihkan lengan bajuku.
“Maaf, susu apa maksud Mbak?” aku bertanya.
“Hik.. Hik.. Mas ini rupanya kaget dengar susu kita Fin,” canda sigemuk, si langsing tersenyum saja.
“Ini loh Mas, susu siip. Susu baru buatan lokal tapi oke punya. Harganya murah kok, masih promosi Mas, ada hadiahnya kalau beli banyak,” si langsing menjelaskan, ia juga menerangkan harga dan hadiahnya.

Sebenarnya aku ingin lebih lama diwarung itu supaya bisa lebih lama bersama dua wanita SPG susu itu, tapi nampaknya hujan sudah mulai berhenti dan aku harus melanjutkan perjalanan karena waktunya sudah mepet & Pekerjaan dikantor masih menunggu tuk diselesaikan.
“Saya tertarik Mbak, tapi kayaknya saya harus lanjutkan perjalanan nih, tuh hujannya sudah berhenti. Emm, gimana kalau saya kasih alamat saya, ini kartu nama saya dan kalau boleh Mbak berdua tulis namanya disini ya,” kusodorkan selembar kartu namaku sekaligus meminta mereka menulis namanya dibuku saku yang kubawa.
“Oh Mas Andy toh namanya. Pulang kerjanya jam berapa Mas biar bisa ketemu nanti kalau kami kerumahnya,” si gemuk yang ternyata bernama Lina bertanya sambil senyum-senyum padaku.
“Jam empat sore juga saya sudah dirumah kok. Mbak Lina dan Mbak Wati boleh kesana sekitar jam itu, saya tunggu ya,” jawabku. Wati yang langsing juga tersenyum.

Aku kemudian membayar kopi susu pesananku dan meninggalkan warung, untuk segera menuju ke kantor.
Jam 3 sore aku sudah menyelesaikan laporanku yang menumpuk, dan aku langsung pulang kekontrakanku. Oh ya umurku saat itu sudah menginjak 28 tahun, aku coba mandiri merantau dikota kembang ini. Kuputar lagu-lagu melankolisnya Katon Bagaskara di VCD Player sambil kunikmati berbaring dikasur kamarku. Foto Lusi kupandangi, pacarku itu sudah tiga minggu ini pindah ke Jakarta, bersama pindah tugas bapaknya yang tentara. Kayaknya sulit melanjutkan tali kasih kami, apalagi jarak kami sekarang jauh. Dan sepertinya ini takdirku, berkali-kali gagal kawin gara-gara terpisah tiba-tiba, jadi jomblo sampai umur segitu.
Membayangkan kenangan manis bersama Lusi, aku akhirnya lelap tertidur ditemani tembang manis Katon. Sampai akhirnya gedoran pintu kontrakan membangunkanku. Astaga sudah jam setengah 5 sore, aku segera membukakan pintu utama kontrakanku untuk melihat siapa yang datang.
“Sore Mas Andy, duh baru bangun ya? Maaf ya mengganggu lagi,” ternyata yang datang Lina dan Wati, SPG Susu yang kujumpai pagi tadi.
“Oh Mbak Lina dan Mbak Wati.., saya pikir nggak jadi datang. Silahkan masuk yuk, saya basuh muka sebentar ya,” kupersilahkan mereka masuk dan aku kekamar mandi membasuh mukaku.

Sore itu Lina dan Wati tidak lagi menggunakan seragam SPG, mereka pakai casual. Lina walau agak gendut jadi terlihat seksi mengenakan jeans ketat dipadu kaos merah ketat pula, sedangkan Wati yang langsing semakin asyik pakai rok span mini dipadu kaos kuning ketat.
Rumah kontrakanku type 36, jadi hanya ada ruang tamu dan kamar tidur yang ukurannya kecil, selebihnya dapur dan kamar mandi juga sangat mini dibagian belakang. Setelah basuh muka, aku menemani mereka duduk di ruang tamu.
“Wah ternyata Mas Andy ini Kerja di Farmasi ya, boleh dong kapan-kapan kita di jelasin masalah obat Mas?” Lina buka bicara saat aku duduk bersama mereka.
“Tentu boleh, kapan Mbak mau datang aja kesini,” jawabku.

Selanjutnya kami kembali bicara masalah produk susu yang mereka pasarkan. Bergantian bicara, Lina dan Wati menjelaskan kalau susu yang mereka jual ada beberapa macam dengan kegunaan yang beragam. Ada susu untuk ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak usia sekolah, balita, bayi, orangtua, pertumbuhan remaja, sampai susu greng untuk menambah vitalitas pria. Nah, untuk susu penambah vitalitas pria itu, bicara mereka sudah berani agak porno dan mesum, membuat aku blingsatan mendengarnya.
“Hmm, boleh-boleh.. Saya ambil susu grengnya dua mbak, nanti kalau bagus saya tambah lagi lain kali,” aku memotong bicara mereka yang semakin ngawur.
“Nah gitu dong Mas, biar istri Mas senang kalau suaminya greng,” Wati kembali bercanda.
“Duh.. Mbak, saya belum kawin nih. Maksud saya susu greng itu saya pakai buat kerja, supaya tetap fit kalau kerja,” kataku. Jawabanku itu membuat mereka saling pandang, lalu keduanya tertawa sendiri.
“Wah kita kira Mas sudah punya istri, ternyata masih bujang. Kok ganteng-ganteng belum laku sih?” Lina menggoda.Suasana terasa langsung akrab bersama dua SPG susu itu. Mereka pun menceritakan latar belakang mereka tanpa malu kepadaku. Lina, wanita berumur 26 tahun, dulunya karyawati sebuah bank, lalu berhenti karena dinikahi rekan sekerjanya. Tapi kini dia janda tanpa anak sejak suaminya sakit dan meninggal, tiga tahun lalu. Sedangkan Wati, bernasib sama. Wanita 24 tahun itu, pernah menikah dengan lelaki sekampungnya, tetapi kemudian jadi janda gantung sejak suaminya jadi TKI dan tak ada kabarnya sejak 4 tahun lalu.
Keduanya terpaksa menjadi SPG untuk menghidupi diri.
“Kami malu Mas, sudah kawin masih bergantung pada orangtua, makanya kami kerja begini,” kata Wati.
“Kalau Mas mau, gimana kalau saya seduhkan susu greng itu. Sekedar coba Mas, siapa tahu Mas jadi pingin beli lebih banyak?” Lina menawarkanku setelah obrolan kami semakin akrab.Belum sempat kujawab dia sudah bangkit dan menanyakan dimana letak dapur, ia pun menyeduhkan secangkir susu greng buatku. Susu buatan Lina itu kucicipi, lalu kuteguk habis, kemudian kembali ngobrol dengan mereka. Saat itu jam menunjuk angka tujuh malam. Lima belas menit setelah meneguk susu buatan Lina, aku merasakan dadaku bergemuruh dan panas sekujur tubuh, agak pusing juga.

“Ohh.. Kok saya pusing jadinya Mbak? Kenapa ya? Ahh..,” aku meremasi rambutku sambil bersandar di kursi bambu.
“Agak pusing ya Mas, itu memang reaksinya kalau pertama minum Mas. Mana coba saya pijitin lehernya,” Wati pindah duduk kesampingku sambil memijiti tengkuk leherku, agak enakan rasanya setelah jemari lentik Wati memijatiku.
“Nah, biar lebih cepat sembuh saya juga bantu pijit ya,” Lina pun bangkit dan duduk disampingku, posisiku jadi berada ditengah keduanya. Tapi, astaga, Lina bukannya memijit leherku malah menjamah celana depanku dan memijiti penisku yang mendadak tegang dibalik celana.
“Ahh Mbaak.., mmfphh.. Ehmm,” belum selesai kalimat dari bibirku, bibir Wati segera menyumpal dan melumat bibirku. Gila pikirku, aku hendak menahan aksi mereka tapi aku pun terlanjur menikmati, apalagi reaksi susu sip yang kuteguk memang mujarab, birahiku langsung naik. Akhirnya kubalas kuluman bibir Wati, kusedot bibir tipisnya yang mirip Enno Lerian itu.

“Waduh.., gede juga Andy juniornya Mas,” ucapan Lina kudengar tanpa melihatnya karena wajah Wati yang berpagutan denganku menutupi. Tapi aku tahu kalau saat itu Lina sudah membuka resleting celanaku dan mengeluarkan penisku yang tegang dari celana. Sesaat setelah itu, kurasakan benda kenyal dan basah melumuri penisku, rupanya Lina menjilati penisku.
“Ahh.., tidak Mbak.., jangan Mbak,” kudorong tubuh Wati dan Lina, aku jadi panik kalau sampai ada warga yang melihat adegan kami.
“Ayolah Mas.. Kan sudah tanggung. Nanti pusing lagi loh,” Lina seperti tak puas, Wati pun menimpali.
“Maksud saya jangan kita lakukan disini, takut kalau ketahuan Pak RT. Kita pindah kekamar aja yah,” aku mengajak keduanya pindah ke kamar tidurku, setelah mengunci pintu utama kontrakanku.Sampai di kamarku, bagaikan balita yang akan dimandikan ibunya, pakaianku segera dilucuti dua SPG itu, dan mereka pun melepasi seluruh pakaiannya. Wah tubuh mereka nampak masih terawat, mungkin karena lama menjanda. Sebelum melanjutkan permainan tadi, kuputar lagi lagu Katon Bagaskara dengan volume agak keras supaya suara kami tak terdengar keluar.

Setelah itu, aku rebah dikasurku dan Lina segera mengulangi aksinya menjilati, menghisap penisku yang semakin mengeras. Lina bagaikan serigala lapar yang mendapatkan daging kambing kesukaannya. Sedangkan Wati berbaring disisiku dan kami kembali berpagutan bibir, bermain lidah dalam kecupan hangat. Dalam posisi itu tanganku mulai aktif meraba-raba susu Wati disampingku, kenyal dan hangat sekali susu itu, lebih sip sari susu sip yang mereka jual kepadaku.
“Oh Mas, saya sudah nggak tahan Mas,” Lina mengeluh dan melepaskan kulumannya dipenisku.
“Ayo Lin, kamu duluan.. Tapi cepat yahh,” Wati menyuruh Lina. Wanita bertubuh agak gemuk itu segera menunggangiku, menempatkan vagina basahnya diujung penisku Lina berposisi jongkok dan bless, penisku menembusi vaginanya.
“Ohh.. Aaauhh.. Mass hengg,” Lina meracau sambil menggenjot pinggulnya naik turun dengan posisi jongkok diatasku. Kurasakan nikmatnya vagina Lina, apalagi lemak pahanya ikut menjepit di penisku.Wati yang turut terbakar birahinya segera menumpangi wajahku dengan posisi jongkok juga, bibir vaginanya tepat berada dihadapan bibirku langsung kusambut dengan jilatan lidah dan isapan kecil. Posisi mereka yang berhadapan diatas tubuhku memudahkan keduanya saling pagut bibir, sambil pinggulnya memutar, naik turun, menekan, diwajah dan penisku.

Lima belas menit setelah itu, Lina mempercepat gerakannya dan erangannya pun semakin erotis terdengar.“Ahh Mass.., sayaa kliimmaakss.. Ohh ammphhuunnhh,” Lina mengejang diatasku, lalu ambruk berbaring disamping kananku. Melihat Lina KO, Wati kemudian turun dari wajahku dan segera mengambil posisi Lina, dia mau juga memasukkan penisku ke memeknya.“Ehh tunnggu Mbak Wati, tunggu,” kuhentikan Wati.
Aku bangkit dan memeluknya lalu membaringkannya dikasur, sehingga akulah yang kini diatas tubuhnya.
“Mass.. Aku pingin seperti Lina Masshh.. Puasin aku ya.. Meemmppffhh.. Ouhh Mass,” Wati tersengal-sengal kuserang cumbuan, sementara penis tegangku sudah amblas dimekinya.
“Ohh enakhhnya memekmu Watthh.. Enakhh ughh,”
“Engh.. Genjot yang kerass Mass, koontollmu juga ennahhkk.. Ohh Mass,” Wati dan aku memanjat tebing kenikmatan kami hingga dua puluh menit, sampai akhirnya Wati pun mengejang dalam tindihanku.
“Amphhunn Mass.. Ohh nikhhmatt bangghett Masshh..,” Wati mengecup dadaku dan mencakar punggungku menahan kenikmatan yang asyik.
“Iya Watt.. Inii untukkhhmu.. Ohh.. Oohh,” aku pun menumpahkan berliter spermaku ke dalam vagina Wati.

Setelah sama-sama puas, dua SPG susu itu pun berlalu dari rumahku, kutambahkan dua lembar ratusan ribu untuk mereka. Aku pun kembali tidur dan menghayalkan kenikmatan tadi

Indahnya Tubuh Mahasiswiku

Namaku D, aku dipaksa kimpoi demi kelancaran bisnis orang tuaku. Istriku dari keluarga kaya, menghabiskan uang bapaknya terus, dan tidak pernah menghargaiku. Setelah 3 tahun kimpoi tanpa anak, aku pilih cerai dan pergi dari kota asalku B. Aku sebagai insinyur arsitek kemudian bekerja di kota J sebagai pemborong kecil-kecilan. Aku juga bekerja sebagai asisten di Universitas T. Dalam umur 31 tahun ini, barulah aku merasakan hidup bebas, meskipun tidaklah kaya secara materi.

Saat itulah aku bertemu dengan M, mahasiswi tahun ke-2, umur 21, anak kost asal S. Tinggi badan 167 cm, dada & pantat berisi. Kulit putih bersih tipikal orang Cina. Mata sipit tapi cantik dengan bibir merekah dan rambut sebahu. Meskipun tertarik, aku tidak banyak harap, kami berbeda suku, agama, dan tingkat ekonomi.

Situasi berubah ketika dia menyatakan berminat bekerja sebagai desainer untuk proyek pribadiku. Pikirku, anak orang kaya kok mau kerja, tidak seperti ex-istriku. Harus kuakui, dia punya bakat seni gambar desain yang bagus. Aku langsung setuju. Aku cari proyek, aku dan dia menggabungkan ide untuk gambar desain ruang. Kami membicarakan proyek di kampus setelah orang lain pulang. Sebagai laki-laki yang lama tidak merasakan nafkah batin, hal ini benar-benar menggodaku. Apalagi setelah itu kami sering bekerja berdua di rumah kontrakanku. Aku juga punya 2 pekerja lain, namun mereka biasanya kerja di lapangan dan jarang di rumah. Aku suka melihat belahan dadanya yang putih ketika dia menggambar sambil membungkuk. Ingin rasanya kuremas dan kuhisap puting susunya. Aku sering berjalan di belakangnya. Ingin kuremas pantatnya yang lagi nungging dan kuselipkan penisku di antaranya. Namun aku tidak ingin menyakiti perasaannya.

Hari itu dia sudah hampir pulang naik bis kota. Aku terima telepon, aku mendapatkan proyek besar. Ini berasal dari client lama karena puas dengan kerja kami. Aku bilang, ini karena jasamu, kita memang tim yang kompak. Apa kamu mau jadi partner bisnisku seterusnya. Dia cuma tersenyum. Kalau lebih dari itu, tanyaku nekad. Dia diam saja. Aku terus peluk tubuhnya dan kucium bibirnya yang merekah. Dia tidak menolak.
"Apa kamu tahu latar belakang hidupku", tanyaku.
Dia jawab "Ya, S (pegawaiku yang lain) cerita banyak".
"S memang banyak ngomong", kataku. "Kamu terus bagaimana", lanjutku.
Dia bilang, aku tidak peduli, aku suka orang yang kerja keras. Keluargaku kaya tapi pada manja, itu sebabnya aku kuliah di luar kota. Ternyata kami berdua memang benar-benar cocok
"Apa kamu pernah pacaran", tanyaku.
"Belum", jawabnya.
"Mau saya ajari", tantangku. Tanpa menunggu jawabannya, aku langsung hisap bibirnya dan kugelitik lidahnya. Aku terus remas pantatnya, nikmat dan padat. Kurapatkan dadaku ke dadanya yang kenyal. Juga kuganjalkan penisku yang sudah tegang ke selangkangannya. Dia jadi gelagapan dan bingung. Tangannya meremas-remas dari rambutku sampai punggung dan pantatku.
"Mau terus", tanyaku.
Dia bilang, "Jangan.." Aku terus mundur, karena aku menghormatinya.

Pada suatu hari, aku tidak mampu menahan nafsuku lagi. Waktu itu malam minggu jam 8-an. Kami membicarakan desain gambar di rumahku. Entah bagaimana kita jadi berciuman sambil berdiri dan saling meremas. Dia pakai rok terusan. Tanganku merogoh ke balik roknya. Dia menolak kaget, ini pertama kali aku menjamah tubuhnya secara langsung. Aku sudah nekad, dengan pengalamanku yang segudang aku taklukkan dia. Kedua tanganku merogohi dan meremasi pahanya sampai ke atas, perut, dan dada. Kuangkat roknya tinggi-tinggi. Badannya benar-benar putih dan mulus. Aku belum pernah melihat pemandangan seperti ini. Aku berlutut menciumi paha dan perutnya. Dia benar-benar tidak berdaya. Kulepas zipper di punggungnya, dengan sekali angkat, lepas rok itu dari tubuhnya. Kulepas BH-nya, kujilati susunya yang montok putih. Kuhisap puting susunya yang masih perawan, warnanya coklat muda. Tanganku meremas susu satunya dan menggerayangi tubuhnya yang halus. Kutarik CD-nya sampai ke bawah kaki. Dia kaget dan bilang jangan. Namun sebelum sempat mengelak, aku cepat-cepat berlutut. Kujilati liang kenikmatannya dan kugelitik clitorisnya. Rambut kemaluannya halus, liang kewanitaannya merah muda dan harum baunya. Kujejal-jejalkan dan kukorek-korek lidahku di dalam liang kewanitaannya. Cairannya banyak, aku lahap semua. Sementara itu tanganku meremas-remas pantatnya yang putih padat.

Dengan sekali angkat dia sudah berada di atas meja gambarku. Kedua pahanya mengangkang, sementara tubuhku berdiri di antaranya. Cepat-cepat kubuka baju, celana, dan CD-ku. Kita sekarang sama-sama telanjang. Kakinya terus kuatur melingkar di pinggangku. Penisku kuarahkan ke liang senggamanya. Dia tak mampu menolak lagi. Dengan mata was-was, dia memandang penisku yang mendekati liang senggamanya. Aku masukkan kepalanya dulu dan kuayun pelan-pelan. Dia merinding dan tambah ngos-ngosan. Kusodokkan lebih dalam lagi, dan kurasakan selaput daranya robek. Dia menjerit sambil mempererat pegangan tangan dan kakinya. Aku berhenti dulu untuk memberi dia kesempata bernapas. Kemudian kuayun pelan-pelan sambil terus kumasukkan penisku sampai mentok. Dia melihat selangkangannya dengan takjub, baru menyadari kalau penisku sudah terbenam di perutnya. Selangkanganku yang hitam menempel erat dengan miliknya yang putih. Kuayunkan penisku pelan-pelan. Matanya yang sipit tambah sipit karena merem keenakkan. Aku ayun penisku lebih cepat, mulutku menghisap susu dan bibirnya bergantian, tanganku meremas erat pinggul dan pantatnya.

Dihadapanku adalah tubuh putih mulus menggeliat-geliat menahan desakan tubuhku yang hitam. Inilah impianku sejak dulu. Mungkin karena sudah lama tidak berhubungan, aku merasakan akan keluar. Aku tahan dengan cara rileks, aku tunggu dia sampai puncak. Beberapa saat kemudian aku melihat wajahnya berubah menahan ngilu yang amat besar. "Aduh, aduh", katanya. Aku percepat ayunan penisku sampai meja gambarku berderit-derit. Kemudian aku merasakan lahar panas keluar di dalam liang liang surganya, tepat di mulut rahimnya. Dia menjerit sambil mencakar pundakku. Badanku kejang, "aduh M", kataku, aku keluar. Kurasakan juga cairan hangat dari dalam liang kewanitaannya membasahi penisku dan selangkangan kami berdua. Nikmat sekali, jauh lebih nikmat daripada ex-istriku dulu yang berkulit hitam sepertiku. Setelah itu kami berpelukan lama di atas meja gambar. Dia nangis.
"Apa kamu marah", tanyaku.
"Tidak", katanya. Pandangan kami berdua tertumpu pada banyak cairan bercampur darah di atas meja gambarku.
"Sexnya orang arsitek", kataku. Kami berdua terus ketawa bersama sambil berpelukan.

Hari-hari selanjutnya kami isi dengan acara seks yang lebih panas. Aku ajarkan dia cara KB. Aku ajari dia beberapa posisi baru. Kami melakukannya di atas kasur tidur, sofa, dan di kamar mandi. Meja gambar sudah tidak pernah kami pakai lagi, kecuali untuk menggambar tentunya. Oh, ya aku juga mengajarinya felatio. Aku suka lihat bibirnya yang merekah dan pipinya yang putih menghisap penis hitamku.

Dua tahun yang lalu dia lulus, dan kami terus menikah. orang tua kami tidak setuju, tapi kami tidak peduli. Dalam hal agama, dia setuju mengalah. Dalam masa krismon ini, kami jarang sekali mendapatkan proyek. Tapi kami tidak takut, karena kami sudah biasa hidup sederhana dan kerja keras. Lagi pula, kami sudah punya banyak tabungan. Suatu hari nanti kondisi pasti membaik.

Sex Guru Wali Kelas Anakku

Pada hari yang sudah ditentukan, aku pergi ke sekolah anakku untuk bertemu Ibu Diana dan sewaktu aku bertemu dengannya, aku menjadi cukup gugup dan untunglah perasaan itu dapat kukuasai karena bagaimanapun aku pergi dengan anakku dan aku tidak ingin anakku membaca kegugupanku itu. Akhirnya aku dipersilakan duduk oleh ibu guru yang ternyata belum menikah itu karena aku tidak melihat cincin kawin di jarinya dan juga dia mengaku sendiri bahwa dia masih single ketika kupanggil dia dengan sebutan Ibu Diana. Didalam percakapan itu, dia menceritakan mengenai pelajaran Jerry yang agak tertinggal dengan murid-murid lainnya. Ternyata baru ketahuan dari pengakuan Jerry, bahwa walaupun dia rajin mengerjakan PR tetapi dia tidak pernah mengulang pelajarannya karena waktunya dihabiskan untuk bermain Play Station yang kubelikan untuknya sehari setelah kepergian istriku supaya dia tidak menangis lagi.

Akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa Ibu Diana akan memberikan anakku les privat dan setelah kami sama-sama sepakat mengenai harga perjamnya, kami bersalaman dan meninggalkan sekolah itu. Selama perjalanan ke rumah, aku selalu teringat dengan wajah imut guru muda anakku itu.

Sore harinya setelah aku tidur sore, aku teringat bahwa 1 jam mendatang guru anakku akan datang dan berarti aku juga harus bersiap-siap untuk menyambutnya. Setelah guru Jerry datang dan aku mengajaknya ngobrol untuk beberapa saat, dia kemudian minta izin untuk memulai les privat untuk anakku. Aku hanya mengangguk dan meninggalkan mereka berdua. Aku mulai membaca koran Kompas hari itu dan aku sekali-kali mencuri pandang pada guru anakku yang sedang mengajari Jerry. Kulihat bahwa Ibu Diana ini cukup pengertian dalam mengajari anakku yang kadang-kadang masih cukup bingung akan materi yang dipelajarinya.

Dua jam berlalu sudah dan kusadari bahwa jam privat les sudah usai dan ketika dia hendak pulang ke rumahnya, aku menawarkan kepadanya untuk mengantarkannya berhubung hari sudah malam dan aku tahu persis bahwa tidak ada lagi kendaraan umum pada jam-jam begitu di sekitar rumahku. Akhirnya aku mengeluarkan mobil BMW kesayanganku dan setelah aku bersiap-siap, aku menyuruh Jerry untuk mengulang pelajaran yang tadi sementara aku akan mengantarkan gurunya pulang. Jerry menuruti ucapan ayahnya dan tanpa basa basi, dia mulai membuka kembali bukunya dan mengulang materi yang baru saja dipelajarinya.

Aku kemudian mulai menyuruh Ibu Diana untuk masuk dan kemudian aku memulai mengendarai mobil itu setelah aku menutup pintu gerbang tentunya karena aku tidak mempunyai pembantu rumah tangga saat itu. Di tengah perjalanan, kami bercakap-cakap mengenai segala hal dan mengenai perubahan yang dialami Jerry setelah ibunya meninggal dunia. Nampaknya Ibu Diana serius sekali mendengarkan curahan hatiku yang kesepian setelah ditinggal oleh istriku.

Tiba-tiba ketika kami sedang asyik bercakap-cakap, aku melihat sekilas seorang anak kecil yang sedang lari menyeberang sehingga dengan secepat kilat, aku langsung mengerem secara mendadak dan disaat aku mengerem mendadak itu, karena Ibu Diana lupa tidak memakai "Seatbelt", dia langsung jatuh kedalam pelukanku. Dia nampaknya malu sekali setelah kejadian itu tetapi setelah aku bilang tidak apa-apa, dia kembali seperti sediakala dan sekarang kami nampaknya semakin akrab dan aku menjadi sangat kaget dikala dia minta tolong untuk pergi ke motel terdekat karena dia ingin buang air dengan alasan bahwa rumahnya masih sangat jauh. Aku melihat ekspresi wajahnya seperti orang yang menahan sesuatu sehingga akhirnya aku menyetujui untuk pergi ke motel terdekat untuk menyelesaikan 'bisnis'nya.

Akhirnya kami berada di dalam sebuah motel murah yang tidak jauh dari tempat aku mengerem mendadak tadi. Setelah berada di dalam kamar, aku langsung duduk di tepi ranjang sementara Ibu Diana dengan kecepatan yang luar biasa langsung pergi ke arah toilet yang berada di dalam kamar motel itu. Beberapa menit kemudian, aku dikagetkan oleh Ibu Diana yang keluar dari dalam toilet dengan mendadak.

"Bu.. ada apa?" aku mendadak gugup bercampur kepingin melihat tubuh Ibu Diana yang sangat indah itu. Tapi tiba-tiba Diana menarikku dan langsung mencium bibirku. Sepertinya aku mau meledak! Ibu Diana yang tingginya 172 cm, rambut panjang dan tubuhnya sempurna sekali, padat, keras, sedikit berotot perut, pokoknya seksi sekali. Diana menuntun tanganku ke dadanya. Disuruhnya aku meremas-remas dadanya. Belakangan kuketahui ukuranya 34C. Kemudian dia sendiri melepas bajunya dengan senyumnya yang menggoda sekali. Aku hanya diam terpaku melihat caranya melepas pakaian dengan pelan-pelan dengan gaya yang menggairahkan sambil menggoyang pinggulnya.

Kemudian terlihatlah semua bagian tubuhnya yang biasanya tersembunyi. Dadanya yang montok kencang menggantung-gantung, bulu kemaluannya yang tipis rapi, tubuhnya yang putih mulus sangat menggairahkan. Batang kejantananku juga sudah membesar mengeras lebih dari biasanya. Lalu Diana kembali merapatkan tubuhnya ke arahku, ditempelkannya mulutnya ke kupingku, menjilatinya dan berbisik kepadaku, "Kamu akan merasakan seperti di surga." Tapi aku masih berusaha menghindar walaupun sebenarnya aku mau kalau tidak pemalu.
"Nanti kalau teman-teman datang bagaimana?"
"Tenang saja saya sudah bilang mau tidur sebentar di sini dan jangan diganggu."
Gile sudah direncanaka!

Tanpa kusadari kemejaku sudah lepas (ke mana-mana aku biasa memakai kemeja lengan pendek) Diana menjilati perutku dan terus ke bawah. Aku masih diam ketakutan. Sampai akhirnya dia membuka celana dalamku. "Wah, ini akan hebat sekali. Begitu besar, keras. Belum pernah aku melihat seperti ini di film porno."

Diana mulai mengisap-isap batang kemaluanku (baru-baru ini aku tahu namanya disepong karena almarhum istriku tidak pernah melakukannya). "Aaarghh.. argh.." aku baru sekali senikmat itu. "Kamu mulai bergairah kan, Sayang?" Baru kali itu dia memanggilku sayang. Aku benar-benar bergairah sekarang. Kuangkat tubuhnya ke kasur kujilati liang kewanitaannya yang sudah basah itu. "Nnngghhh.. ngghhh.. aaahh... ahhh" Diana mulai mengerang-ngerang. Tapi itu membuatku makin bergairah. Kuhisapi puting susunya yang berwarna pink. "Aahhh.. yeahh.. Tak kusangka kamu agresif sekali." Kumasukkan jariku ke liang senggamanya. Kusodok-sodok makin lama makin cepat. Diana hanya bisa mengerang, mendesah-desah. "Ricky, cepat masukkan.. ahhnggh.. cepat, Diana udah nggak tahan.. ahhh.. Tapi pelan-pelan, Diana masih perawan."

Waktu itu aku tidak memikirkan dia perawan atau tidak. Aku hanya memasukkan batang kemaluanku dengan pelan-pelan, sempit sekali. Benar-benar masih perawan, kupikir. Liang kewanitaannya begitu ketat menjepit batang kejantananku. Sampai akhirnya batang kemaluanku yang panjangnya 20 cm dan diameternya 3,8 cm amblas semua. "Aaakkhhh..." lagi-lagi teriakannya membuatku bersemangat sekali. Kusodok sekuat-kuatnya, sekancang-kencangnya. "Ngghhh.. Rickkk.. gede banget.. aanggghh.. indah sekali rasanya."

Kemudian kami mengganti posisi nungging. "Plok.. plok.. plok.." suara waktu aku sedang menggenjotnya dari belakang. Dadanya berayun-ayun. Diana kadang meremasnya sendiri. "Aahhh.. lagi.. lebih cepat.. Aaahhh.. Diana udah keluar.. Kamu keluarin di luar, ya!" Tidak lama kemudian akupun keluar juga.

Kusemprot maniku ke sekujur tubuh Diana yang lemas tak berdaya. Dijilatinya lagi batang kenikmatanku sampai lama sekali sampai-sampai keluar lagi. Dengan nafas masih memburu terengah-engah, Diana memakai pakaiannya kembali. "Kamu hebat sekali Rick. Diana puas sekali. Sebenarnya aku sudah jatuh hati kepadamu pada pandangan pertama." Kemudian sebelum keluar kamar Diana kembali mencium bibirku. Kali ini aku tidak malu lagi, kucium dia sambil kupegang payudaranya.

Setelah kenikmatan bersama itu, kami berpelukan untuk beberapa menit dan kami berciuman lagi untuk beberapa lama. Sejujurnya aku sudah jatuh hati kepada guru anakku sejak pertama kali bertemu dan sekarang baru kusadari bahwa dia juga telah jatuh hati kepadaku. Setelah itu aku kemudian berkata kepadanya, "Diana, aku ingin kamu menjadi kekasihku yang bersedia mengajari Jerry.." Belum selesai aku menyelesaikan kata-kataku, Diana langsung menciumku dan aku membalasnya dengan penuh kemesraan dan tentunya berbeda dengan perlakuan kami yang baru saja terjadi.

Setelah kami berciuman untuk beberapa menit, Diana langsung berkata kepadaku, "Ricky, aku juga ingin memiliki kekasih dan ternyata aku sekarang menemukannya dan aku ingin menikah denganmu dan kita bisa bersama-sama mendidik Jerry." Setelah kejadian itu, Diana sering pergi keluar bersamaku dan Jerry.

Bercinta Dengan Guru Tata Negara

Pengalaman ini terjadi ketika aku kelas 3 SMA, aku memang berasal dari keturunan yang sangat disiplin dalam segala sesuatu. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara dan semuanya perempuan, namun kata orang sih aku yang paling cantik dan menurut orang-orang wajahku agak mirip Desy Ratnasari. Papa dan Mama cenderung orangnya keras dalam mendidik anak-anaknya bahkan boleh dibilang Papa itu orangnya tidak pernah menunjukkan pujian kepada anak-anaknya, jadi alhasil sampai saat ini aku tidak pernah merasakan belaian kasih sayang seorang ayah layaknya.

Saking kerasnya didikan orang tua kami, mereka menyekolahkan semua anaknya di sekolah favorit termasuk aku dan tidak mengijinkan anak-anaknya untuk pacaran sebelum lulus SMA dan waktu itu aku terpaksa menurut walaupun dalam hati kecilku aku berontak karena di sekolah banyak sekali cowok keren yang cukup menarik perhatianku dan cukup banyak pula cowok yang mendekatiku lantaran wajahku yang lumayan. Namun semuanya terpaksa aku tolak dan hasratkupun aku pendam dalam-dalam demi menyenangkan kedua orang tuaku.

Terus terang saat aku sendiri aku sering membayangkan bisa merasakan nikmatnya berciuman dan juga ingin merasakan ada tangan yang membelai rambutku, menjilati sekujur tubuhku (seperti yang aku lihat di blue film ketika aku SMP), juga ingin merasakan ada penis ukuran besar memasuki vaginaku, sehingga akupun sering bermasturbasi di kamarku.

Suatu hari di sekolah (entah kapan persisnya), saat di kelasku ada pelajaran Tata Negara yang menurutku cukup membosankan, namun aku suka pelajaran itu karena Bapak Gunawan yang mengajar kunilai cukup simpatik dan tampan walaupun usianya pantas menjadi bapakku. Beliau usianya mendekati 45 tahun, selalu bercukur, agak gemuk dan aku suka memperhatikan rambut di dadanya yang agak tersembul saat dia mengajar. Saat itu aku memperhatikan penampilannya agak lain dari biasanya, beliau saat itu mengenakan pakaian batik berwarna biru gelap dipadu dengan celana panjang berwarna agak hitam. Aku sangat terpesona sehingga aku membayangkan dapat bercinta dengannya, dan tak kusadari vaginaku telah basah.

"Vina!", tegurnya melihatku tidak konsentrasi.
"Eh.. i.. iya Pak", sahutku sekenanya.
"Tolong perhatikan", timpalnya.
"Baik Pak" jawabku.
Sialan makiku dalam hati apes banget aku apalagi ditambah dengan ledakan tawa seisi kelas yang membuatku sangat kesal. Akhirnya kuikuti terus pelajaran dengan hati tidak menentu.

Seusai sekolah, aku langsung berlari menuju mobilku yang kubawa sendiri dan kuparkir dekat halaman sekolah, aku berniat langsung pulang mengerjakan PR-ku yang seabreg. Namun sesuatu menghambat niatku saat aku melihat Bpk. Gunawan sedang menunggu kendaraan umum di dekat sekolah, langsung kuhampiri dia dan kubuka kaca jendela mobilku.

"Pak!", tegurku.
"Eh, Vina", sahutnya.
"Pulang ke arah mana, Pak?", tanyaku.
"Kebayoran Baru", jawabnya.
"Wah, searah dong", timpalku.
"Ikut sekalian Pak", kataku sambil membuka pintu mobil dari dalam.
"Enggak merepotkan?", tanyanya.
"Tidak apa-apa", jawabku.
"Baiklah", jawabnya seraya naik ke mobilku.

Sepanjang perjalanan kami banyak berbicara tentang banyak hal, dan ternyata beliau cukup menyenangkan, ternyata beliau memperhatikanku cukup lama ini kuperhatikan lewat ekor mataku sesekali, dan tiba-tiba dia menyentuh tanganku.
"Maaf", katanya.
"Tidak apa-apa kok Pak", sahutku, aku senang juga dalam hati.
Lalu secara tidak sengaja kulirik dia dan astaga!, ternyata celana bagian depannya ada tonjolan.

Ketika sampai di rumahnya, dia menawarkan masuk dan langsung kusetujui. Rumahnya cukup sederhana namun rapi, sesudah aku masuk beliau bercerita tentang dirinya lebih banyak bahwa dia sampai saat ini masih belum menikah, mendengar ceritanya aku semakin simpatik dan semakin membayangkan bisa bercinta dengannya. Akhirnya kami saling berpandangan tanpa berkata apapun, dan tangan beliau secara spontan membelai rambutku, lalu perlahan dia menciumku, "Oooh nikmat rasanya", dan segera kubalas ciumannya dengan hangat. Ternyata beliau bisa membaca situasi dan langsung tangannya menggerayangi sekujur tubuhku sehingga membuatku menggelinjang kenikmatan.

Selang beberapa lama, dia menuntunku masuk kamarnya dan aku menurut saja, ketika kami masuk ke kamar dia langsung mengunci pintunya dan memulai kembali aksinya, dengan napasnya yang memburu dia menciumiku dan tentu saja kubalas kembali dengan tak kalah memburunya. Perlahan-lahan dia melepaskan baju seragam sekolahku, dan rokku. Praktis kini hanya behaku dan celana dalamku yang tinggal.

"Kamu cantik sekali, Vin", katanya, aku hanya tersenyum mendengarnya karena aku ingin dia berbuat lebih dari itu, dan diapun ternyata memahaminya, dengan cepat dia melucuti beha dan celana dalamku sehingga aku telanjang bulat di depannya. Lalu gantian dia yang melepaskan seluruh bajunya. Saat semua bajunya terlepas, aku agak sedikit memekik melihat penisnya yang telah tegang dan besarnya sekitar 24 cm dengan diameter kira-kira 4 cm, namun aku juga kagum melihatnya. Tanpa basa-basi dia langsung menidurkanku di tempat tidur dan membuka kakiku lebar-lebar sehingga kewanitaanku dapat terlihat jelas olehnya, kemudian dengan tidak membuang waktu lagi dia mulai membenamkan kepalanya disana dan mulai mempermainkan lidahnya sehingga aku menjerit-jerit kecil menahan kenikmatan. "Ehm.. ahh.. ahh..", hanya itu yang bisa kuucapkan, sampai beberapa waktu lamanya aku merasakan puncak kenikmatan dan menjerit-jerit, "Oh.. ahh.. aaah.. Pak.. ohh.. nikmat.. ooooh.." Dan spontan aku menjambak rambutnya tanpa mempedulikan lagi status antara kami.

Lalu dia bangkit dan secara cepat penisnya sudah ada di depan mukaku, aku paham maksudnya langsung kujilati penisnya perlahan-lahan kumainkan dengan lidahku dan aku dapat mendengar rintihannya menahan nikmat. Lalu kumasukkan penisnya ke dalam mulutku, sudah kuduga aku tak dapat melahap seluruhnya, hanya setengahnya yang masuk ke mulutku. Kulakukan gerakan maju mundur dengan kepalaku membuatnya semakin merintih kenikmatan. Harus kuakui aku juga menikmati permainan ini apalagi saat kurasakan penisnya berdenyut dalam mulutku, rasanya tak ingin kuakhiri permainan ini.

Tiba-tiba dia menarikku ke atas dan langsung dia menidurkanku kembali, kakiku kembali dibuka lebar-lebar dan dia mempermaikan klitku dengan penisnya yang membuatku semakin tak karuan sehingga tak berapa lama aku kembali mencapai puncak kenikmatan dan cairan kewanitaanku membasahi penisnya. Lalu tiba-tiba dengan satu gerakan cepat dia memasukkan penisnya ke dalam vaginaku, aku langsung menjerit karena vaginaku masih sempit dan aku masih perawan, sehingga kurasakan agak sedikit perih. Namun rupanya beliau telah tahu keadaanku sehingga dia diam sebentar agar aku dapat menguasai diri.

Setelah aku dapat menguasai diri beliau langsung menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan dan makin lama makin cepat sehingga tubuhku terguncang-guncang. Setelah kira-kira 2 jam kami berpacu dalam birahi, aku merasakan orgasme kurang lebih sebanyak 5 kali sampai terakhir kurasakan beliau ingin mencapai puncak dia mengejang dan menjerit tertahan lalu kurasakan cairan hangat menyemprot dinding vaginaku.

Setelah semuanya selesai, aku pun berpamitan dengannya dan berjanji untuk melakukannya kembali malam minggu nanti.

Paha Mulus Bu Mumum

Namaku Arif, ini adalah kisah yang baru saja aku alami. Aku adalah siswa dari salah satu SMA negeri terkenal. Saat ini aku duduk di kelas tiga jurusan IPS. Memasuki tahun 2007 berarti persiapan buatku untk lebih serius belajar menghadapi ujian akhir. Aku tahu aku tidak begitu pintar, maka itu aku selalu mencari cara agar guru-guru bisa membantuku dengan nilai. Cara yang aku gunakan adalah selalu mengajukan diri untuk menjadi kordinator pelajaran di sekolah.
Pengalaman menjadi kordinator di kelas tiga inilah yang membawa diriku ke pengalaman yang tak akan pernah kulupakan seumur hidup. Awalnya aku biasa-biasa saja ketika mendengar aku dipilih menjadi koordinator pelajaran Pendidikan Pancasila. Namun lama-lama aku senang karena ternyata bu Mumum lah yang kembali mengajar kelasku. Ya, bu Mumum adalah guru pancasila saat aku kelas 2. Di kelas 2, bu Mumum sering jadi bahan bisik-bisik teman-teman laki2 ku. Bagaimana tidak, di kelasku itu, meja guru yang menghadap ke arah murid-murid, di depannya biasanya khan tertutup, sehingga kaki guru tidak terlihat dari arah murid, nah, di kelasku mejanya depannya tidak tertutup, jadi setiap guru yang duduk selalu kelihatan kaki dan posisi duduknya. Diantara semua guru, bu Yosi, bu Rahma, bu Tati dan sebagainya, mereka semua sadar akan keadaan meja itu dan sadar bagaimana harus duduk di kursi itu, hanya bu Mumum mutmainah lah yang tidak sadar. Beliau selalu mngajar sambil duduk dan memberikan pelajaran mengenai moral pancasila. Bu Mumum tidak sadar, jika ia duduk selalu agak mengangkang dan hampir setiap dia mengajar anak-anak cowo selalu memaksa duduk di depan supaya bisa lebih jelas melihat paha bu Mumum dan celana dalamnya yang berwarna krem.
Banyak teman-teman yang diam-diam mengambil foto selangkangan bu Mumum dari bawah meja dengan Handphone, namun hasilnya selalu tidak memuaskan karena gelap. Aku pun termasuk salah seorang dari mereka yang selalu horny lihat paha bu Mumum. Bu Mumum berusia 43 tahun, dari logat bicaranya, beliau orang sunda. Kulitnya putih agak keriput dan kemerahan. Semakin dia tidak memakai make-up, semakin nafsu teman-temanku melihatnya. Karena kulitnya menjadi agak mengkilat.
Kembali ke ceritaku, aku pun semakin sering berkomunikasi dengan bu Mumum. Dan aku mencari cara agar aku bisa menarik perhatiannya. Sisi positifnya membuat aku terpaksa membaca-baca hal-hal soal moral dan pancasila dan berusaha mencari-cari pertanyaan untuk sekedar aku tanyakan kepada bu Mumum. Ini supaya bisa menjadi alasan untukku lebih dekat dengannya. Jika berbicara lebih dekat dengan bu Mumum, aku lihat dari dekat kulitnya yang putih agak berbintik kemerahan dan keriput sedikit disana sini. Pantas saja bu Mumum selalu memakai bedak karena kulitnya akan mengkilat dan berminyak jika polos. Namun semakin membuatku bernafsu, karena pikiran ku udah terkotori dengan pengalaman saat kelas dua.
Semaksimal mungkin kubukat bu Mumum berpikiran bahwa aku adalah siswa yang sangat tertarik dengan apa yang ia ajarkan, walaupun sebenarnya tujuanku adalah dekat dengan dirinya.
Suatu hari aku bertanya apakah aku boleh meminjam beberapa buku mengenai nasionalisme yang sering bu Mumum ceritakan padaku. Bu Mumum bilang boleh saja, kalau mau ke rumah. Yes! akhirnya berhasil strategiku. Bu Mumum memberikan alamat rumahnya yang berada di Perumnas dekat SMA tiga di kotaku. Malamnya aku tidak bisa tidur, mengatur rencana seperti apa nanti kalau aku di rumah bu Mumum, mudah-mudahan suaminya belum pulang. Besok aku akan ke rumah bu Mumum sepulang sekolah, kudengar suami bu Mumum PNS di departemen pendidikan daerah, mudah-mudahan suaminya belum pulang sekitar jam dua sampai jam empat.
Esoknya sepulang sekolah aku langsung ke rumah bu Mumum. Tak disangka, saat aku sedang menyetop angkot untuk pergi ke rumah bu Mumum, ternyata bu Mumum juga tengah menunggu angkot.
“Eh, Rif, mo krumah ibu? ya sudah bareng saja”, aku senang sekali aku bisa pergi sama bu Mumum. Aku duduk bersebelahan bu Mumum di kursi depan angkot. Ooh, pahaku bersentuhan dengan pahanya yang mulus, aku takut ketahuan kalau penisku sudah mulai mengeras, maka aku tutupi dengan tasku. Sepanjang perjalanan bu Mumum cerita tentang keluarganya dan terkadang sedikit menanyakan tentang keluargaku. Aku berbohong bahwa aku sudah lama tidak mendapat kasih sayang seorang ibu, karena aku hidup terpisah, lalu aku bilang senang karena aku merasa bisa mendapatkan kenyamanan jika berbicara dan ngobrol dengan bu Mumum, rasanya bu Mumum sudah kuanggap ibu sendiri. Bu Mumum terharu dan Memegang tanganku!! Kata beliau, beliau senang mendengarnya lagian menurutnya aku anak yang baik. Dalam benakku, ya, aku memang anak “baik”, yang siap menikmati tubuh ibu. Aduh penisku sampai keluar pelumas saat itu, basah sekali.
Dua puluh menit kemudian, sampailah kami di rumah beliau. Ternyata dugaanku benar, tidak ada seorangpun di rumah beliau. Aku dipersilahkan duduk di ruang tamu. Bu Mumum bilang tunggu sebentar untuk ganti baju. Ganti baju??! dalam benakku aduh ingin sekali aku mengintip beliau ganti baju. Aku deg-degan, mataku mengarah kemana bu Mumum pergi. Beberapa menit bu Mumum keluar. Masih memakai baju gurnya sambil membawa buku. Yah, ternyata hari itu belum waktunya untukku, tapi ini adalah awal dari pengalaman yang sebenarnya.
Sejak itu aku jadi sering ke rmah bu Mumum dan kenal dengan keluarganya. Akhirnya puncak pegalaman ini, saat aku pura-pura menangis sedih frustasi akibat ayahku mau menikah lagi dan aku tidak setuju, karena itu ayahku mengusirku dan tidak boleh pulang ke rumah. Tentu saja ceritanya aku karang sendiri. Bu Mumum sangat bersimpati padaku, saat aku cerita panjang lebar di rumahnya tidak ada siapa-siapa, bu Mumum saat itu memakai daster dan tanpa make-up duduk disebelaku sambil memegang pundakku. Aku menangis pura-pura, bu Mumum menenangkan ku dengan memelukku.
Mmh, aku menyentuh pinggiran payudara bu Mumum. Akhirnya aku mencium aroma tubuhnya. Aku mempererat pelukanku dan kepalaku aku sandarkan di leher bu Mumum. aku bisa menghirup aroma lehernya. Bu Mumum memelukku erat pula. Secara nekat kuberanikan diriku untuk mencium pipi bu Mumum secara lembut. Dan bilang kalau aku minta maaf tapi aku merasa cuma bisa tenang jika dekat ibu Mumum. Bu Mumum bilang tidak apa-apa. Aku pun memberanikan mencium pipinya lagi, tapi kali ini lebih dekat ke pinggiran bibir, cukup lama kutempelkan bibirku di pinggiran bibirnya. Bu Mumum diam saja sambil terus memelukku dan mengelus-elus punggunggu sambil menenangkan. Apakah bu Mumum terasa bahwa penisku yang sudah menegang kutempelkan di pahanya. Ku coba menggesek-gesekkan perlahan penisku ke paha bu Mumum. Bu Mumum tahu. Namun beliau diam saja. Aku pegang pipi beliau, tentunya air mataku masih mengalir, sambil aku lekatkan bibirku dengan bibirnya sambil berkata “Ibu…”, bibir bu Mumum tidak terbuka, beliau tetap diam, walaupun bibirku bergerak-gerak mencium bibirnya. Berbarengan dengan itu, aku tekan dan gesekkan terus penisku yang sudah basah ke paha bu Mumum. Kami berdua duduk di sofa. Bu Mumum tahu aku sedang apa dan beliau diam saja, mebiarkan ku beronani dengan menggunakan paha dan bibirnya sebagai media masturbasiku. Aku gesek-gesekkan terus dan terus, bu Mumun tampaknya memejamkan mata dan tidak berkata apa-apa. OOh pembaca, wajahnya aku ciumi, nafasnya aku hirup, dan pahanya yang besar dan lembut aku tekan-telan dengan penis, gesek terus.. Ooh..terus… Dan akhirnya ouuhh.. Cepat sekali aku ejakulasi.
Aku pun lemas sambil memeluk ibu Mumum yang hampir posisinya setengah tertidur di sofa akibat aku tekan terus. Bu Mumum pelan-pelan bilang, “udah..? hm?”, kata bu Mumum pelan dan terdengar sayang sekali denganku. Aku minta maaf sekali lagi dan bu Mumum bilang ia mengerti.
Tentunya setelah kejadian itu, aku semakin dekat dengan ibu, sampai detik ini.. Suaminya dan teman-temanku tidak tahu hubungan kami. Walaupun aku belum sampai berhubungan seks dengan bu Mumum, namun bu Mumum selalu tahu dan bersedia menjadi media onaniku, dengan syarat pakaian kami masih kami kenakan, bu Mumum hanya menyediakan pahanya dan memperbolehkan aku menindihnya dan menekan-nekan penisku ke paha dekat selangkangannya sampai aku dapat klimaks. Maka itu, aku selalu membawa celana dalam cadangan saat aku bilang ke bu Mumum kalau aku ingin ke rumah ibu Mumum. Bu Mumum, arif sayang sama ibu. Biarlah arif tidak berhubungan seks dengan ibu tapi adanya ibu cukup membuat Arif bahagia. Bisa klimaks di atas tubuh ibu dan mencium bibir ibu…



Cici Keponakanku

Cici (aku biasa memanggilnya CC) adalah keponakan yang ketemu lagi beberapa bulan yang lalu (sekitar September 2001) di Mataram. Sebagai mahasiswi salah satu Akademi Pariwisata terkenal di Jakarta, dia harus menjalani studi praktek di salah satu hotel berbintang di Lombok. Umurnya baru 19 tahun, beda jauh dengan umurku yang sudah 35 tahun dan sudah menikah dengan dua anak.

Sekarang aku menjalani hidup pisah ranjang dengan istriku, sejak dia menyeleweng dengan rekan bisnisnya. Aku membutuhkan kawan wanita, tapi tidak suka ganti-ganti atau jajan. One women at a time, lah. Hubungan kami berlangsung biasa saja, karena kami hanya bertemu satu atau dua kali sebulan, pada saat aku melakukan kunjungan kerja ke kota S. Rasanya senang punya saudara di tempat jauh.

Tapi, lama kelamaan senyumnya itu lho yang membuatku mabok kepayang. Ukuran tubuhnya yang relatif (tingginya hanya 155 cm) kecil pun merupakan impianku, karena aku juga tidak terlalu tinggi (167 cm). Hubungan kami sebenarnya mulai sebagai layaknya saudara, sampai suatu hari saya telpon dan menyatakan keinginan saya untuk berhubungan lebih serius.

“Kapan Cici ke Jakarta? Aku udah pengin banget nih ketemu sama kamu.” tanyaku ketika meneleponnya pada awal bulan yang lalu.
“Wah aku nggak bias bolos, kecuali kalau hanya untuk satu atau dua hari. Aku baru pulang nanti bulan Januari tahun depan. Jatah tiket aku untuk bulan-bulan itu.” jawabnya, “Kecuali kalau ada yang mau kasih tiket pesawat, hehehe.”
Kesempatan nih, pikirku.
“Gimana kalau aku kirim tiket? Mau kan? Tanggal berapa?” tanyaku penuh harap.
“Gimana kalau akhir minggu ini? Tapi jangan bilang sama orang rumah kalau aku bolos lho!” pintanya mengingatkan.

Benar saja, pada hari Jumat sepulang kantor kujemput dia di Cengkareng. Wow.., beda sekali! Dia pakai celana jeans biru ketat, dengan kaos ketat menggantung, sehingga pusarnya kelihatan. Dan, ya ampuun.., dengan kaos yang ketat itu, terlihat dengan jelas betapa besar buah dadanya yang terlihat terlalu besar dibanding dengan badannya yang mungil. Kutaksir berukuran 36 lah.

Biasanya dia pakai baju agak longgar, jadi tidak begitu kelihatan. Batang penisku langsung bereaksi, tapi lalu kutenang-tenangkan agar cepat kendor. Belum waktunya.
“Gimana Ci, kita makan dulu ya..?”
Kami langsung ke Plasa Senayan, makan sambil ngobrol di Spageti House. Setelah itu, kami langsung menuju di Horison Ancol untuk menikmati waktu berdua kami.

Setelah ngobrol panjang lebar, kulihat dia berjalan mendekati jendela yang menghadap ke laut. Kuanggap ini sebagai undangan dan lalu aku mendekati dan memeluknya dari belakang. Kurasakan buah dadanya menjadi lebih kencang dan dipejamkan matanya. Kuciumi lehernya dengan penuh gelora nafsu. Kulepas kaitan BH-nya sehingga dengan leluasa dapat kuraba dan kuremas. Ooh besar sekali buah dada ini. Kubalik badannya, kuangkat kaos mininya dan kucium dan kulumat penuh gelora buah dada itu. Sepertinya ia baru pertama kali pacaran seperti ini.

“Haarhh.. malu nich..!” katanya, tanpa memintaku berhenti.
Aku menjadi semakin berani. Celananya kubuka. Cici memberontak sedikit, tapi tidak terlalu berarti. Kulepas semua pakaiannya sehingga dia telanjang bulat, sementara diriku masih berpakaian. Putih mulus tubuhnya kunikmati, karena kami tidak mematikan lampu. Kucium seluruh tubuhnya yang berdiri tegak di depanku. Seperti cacing kepanasan, Cici menggeliat dan mengerang. Seluruh badannya merinding dan menggigil.

Ketika ciuman dan jilatanku sampai ke daerah kemaluannya, Cici mengerang hebat sambil meremasi rambutku.
“Hegh.. Harrch.. Enak sekali. Kaki saya lemes Harch.. tolong akhhu heh..!” erangan yang terdengar sangat merangsang bagiku.
Sekali-sekali kuraba dan kuremas lembut buah dadanya yang menggunung itu, sangatlah seksi dan merengsang berahiku.
“Harch heehh please..! Aku lemas sekali nich.. auch..!” lenguhnya semakin tinggi.

Aku segera mengangkatnya ke tempat tidur dan melanjutkan jilatan-jilatanku di daerah surganya. Tidak terasa, sudah lebih dari 10 menit aku memberinya pengantar kenikmatan, seolah ia sudah sangat pengalaman. Sampai akhirnya, aku terkejut karena ia menjadi seperti kejang, meremas kepalaku dan menekannya ke vaginanya.

“Harchh.. aku mau.. augh..!” lenguhnya meninggi.
Wow.., dia sudah orgasme. Ada sedikit cairan kental keluar dari vaginanya, hangat dan nikmat. Dalam keadaan terengah-engah masih kujilat bibir vaginanya. Lenguhan-lenguhannya seperti tidak mau berhenti. Terkulailah gadisku lunglai seperti tanpa daya. Kupeluk dan kucium bibirnya dengan mesra dan cinta. Aku sengaja menahan diri, untuk memberinya kesempatan lebih dulu.

“Gimana Ci, enak..?” tanyaku, “Kamu pernah seperti ini sebelumnya..?”
“Aku nggak tahu pasti bayanganmu tentang diriku, Har. Mungkin kamu menganggap aku perempuan murahan. Tapi sungguh, ini pertama kali aku merasakan kenikmatan yang tak terlukiskan. Biasanya, aku hanya masturbasi saja. Aku mau mempersembahkan keperawananku pada orang yang kucintai.” jawabnya.
“Jadi kamu masih perawan..?” tanyaku dengan heran.
“Ya, aku masih perawan. Dan aku akan mempersembahkannya untukmu. Aku sangat mencintaimu, Har.”
Jawaban ini membuat hatiku runtuh, sebab biasanya aku berpacaran dengan wanita-wanita yang sudah tidak perawan.

“Cici aku minta maaf, tapi sepertinya aku tidak sanggup melanjutkan. Aku belum mengatakan, gimana latar belakang dan keadaanku sebenarnya.” keinginanku untuk menjelaskan dipotong Cici.
“Har, aku sudah tahu kok. Aku tanya sama teman-temanmu di sana. Dan mereka memberi tahu apa adanya. Jadi, aku sudah tahu dan siap untuk menjadi madumu.” jawabnya dengan centil sambil mencubitku.
“Yang bener nih..?” tanyaku sambil tertawa, bahagia sekali rasanya.

Kutengok arlojiku, sudah jam 11 malam.
“Kamu nggak mau pulang nengok Papa-Mama Ci..?”
“Kan sudah saya bilang, saya bolos dan kamu harus merahasiakannya, Oke..!”

Dia membalikkan badannya sehingga menghadapku, kulonggarkan pelukanku dan dia seperti tersadar. “Lho.., jadi kamu tuh masih berpakaian to..? Ya ampun, malu nih..! Payah kamu. Ayo dong, kamu juga buka baju..!”
Aku segera membuka baju. Cici memandang dengan penuh rasa ingin tahu. Tanpa sadar, burungku yang tegang sekali ternyata telah mengeluarkan cairan bening.

“Har, burungmu besar sekali. Muat nggak ya..?” tanyanya sambil memandangi penisku yang coklat kehitaman.
Ukurannya sebenarnya tidak lah besar, tergolong kecil lah karena hanya sekitar 14 cm.
“Kok ada cairan beningnya sih..?”
“Ya iya, aku kan juga merasakan kenikmatan dengan memberimu yang tadi itu.”
“Har, kasih tahu dong gimana aku bisa memberimu kenikmatan seperti yang kurakakan tadi..!” pintanya.
“Learning by doing aja ya.” jawabku.

Setelah memberi tahu cara-caranya, aku lalu rebahan. Masih dengan agak canggung, Cici mulai memegang, menggosok dan memijat penisku, juga buah pelirnya.
“Ooh.. Cici, enak sekali..!” gumanku menikmatinya.
“Mulai dikemut dong Sayang..!” pintaku.
Cici dengan agak ragu memasukkan penisku ke dalam mulut mungilnya. Pada awalnya agak sakit, karena sesekali terkena giginya, tapi kemudian Cici menjadi lebih pintar. Kuluman atas penisku menjadi lebih lembut dan nikmat sekali.

“Kemut, jilat dan raba semuah.. Ci..!” pintaku karena mulai menanjaklah kenikmatan itu.
Karena sering kali tidak tahan, aku menggoyangkan pantatku. Sehingga, jilatan bagian bawah buah pelir seringkali salah ke daerah sekitar anus. Dia memejamkan mata, jadi dia tidak tahu, tapi aku dapat merasakan kenikmatannya.
“Oougghh.., enak sekali Ci..!” erangku tiap kali daerah duburku terjilat.
Pada awalnya aku memang tidak sengaja, tapi kemudian sesekali kupelesetkan karena nikmatnya. Aku belum pernah mengalami kenikmatan ini dari wanita mana pun.

Kenikmatan mulai memuncak dan aku meminta Cici untuk mengulum penisku, karena aku sudah mendekati puncak. Cici mengulum sambil menggerakkan kepalanya ke atas-bawah dan kadang memutar. Dan sampailah puncak kenikmatan itu.
“Aauugghhrhh.. aku keluarhh..!” erangku sambil meremas rambut Cici dan memegangnya erat agar tidak lepas.
Cici terkejut karena semprotan spermaku yang kusemburkan air nikmat itu ke dalam mulutnya, yang membuatnya menelan sambil gelagapan.

Sisa spermaku menetes dari mulutnya.
“Kenapa dikeluarkan di mulutku Har..?” Cici memprotes.
“Sama saja Sayang, kamu tadi kan begitu juga. Enak kan..?” aku menimpali sekenanya.
Semula ia terlihat jengkel tapi kemudian tersenyum, paham.

Jam 12 malam sudah. Satu sama. Cici melihat ke penisku dan heran.
“Lho kok jadi kecil dan pendek. Tadi besar sekali sampai mulutku nggak muat..?”
“Ya iya dong Sayang, kalau lagi bobok yang cuma 3 cm, tapi kalau bangun jadi tambah besar, hebat ya..!”
“Trus kalau mau bikin besar lagi, caranya gimana..?” Cici tanya sambil meremas-remas penisku.
“Kalau mau agak lama, ya gitu, diremas, diraba. Kalau mau cepet ya dikemut lagi.”

Dan tanpa diminta, Cici segera mengemut batang penisku, yang kemudian memang langsung membesar pada ukuran penuhnya. Aku tidak mau ketinggalan, kubalikkan badanku sehingga kami mempraktekkan posisi 69. Cici sepertinya menjadi bangkit gairah dan melenguh-lenguh sambil mengulum batang penisku.

Setelah kami sama-sama penuh gelora dan napas kami telah tersengal-sengal penuh kenikmatan, Cici bertanya, “Gimana lanjutnya Har..?”
“Kamu bener udah siap..? Kamu nggak nyesel nanti..?” kutanya Cici karena aku sebenarnya mendua, ingin menjaganya sekaligus ingin menuntaskan hubungan asmara kami.
“Aku kan sudah bilang. Aku siap untuk mempersembahkan keperawananku buat kamu. Jadi mulailah, gimana..?”

Mendengar jawaban ini, akal sehatku padam. Segera aku berlutut di antara selangkangannya. Kutempelkan batang penisku ke vaginanya. Menggesekkannya dan sedikit menekannya.
“Ouuch Har.., enak sekali..! Terusin Har..! Aahh..!” lenguhnya mulai merasakan kenikmatan.

“Cici, yang pertama ini agak sakit, tapi hanya sebentar. Kamu akan terbiasa dan mulai merasakan nikmatnya. Tahan ya..!” sambil kutelungkupi badannya yang mungil itu.
Kucium bibirnya dengan penuh nafsu dan kusedot kuat-kuat. Kucium dan kugigit-kecil puting susunya. Cici mendesah nikmat. Kucium lagi bibirnya kuat-kuat. Dan ketika itulah kutekan batang penisku masuk ke liang senggamanya. Cici memelukku erat terhenyak. Pastilah dia menahan sakit.

Setelah batang penisku masuk sepenuhnya, kubiarkan ia di dalam, diam. Terus kucium bibirnya sambil kubuat kedutan-kedutan kecil di kemaluanku. Cici ternyata melakukan refleks yang sama. Otot vaginanya juga membuat kedutan-kedutan kecil, yang semakin lama terasa seperti tarikan-tarikan halus, menyedot batang penisku, seolah meminta lebih dalam. Aku mulai mengayun-ayun pelan dan mulai kurasakan ujung kamaluanku menyentuh liang rahimnya. Oooh nikmat sekali. Inilah alasanku, mengapa aku selalu lebih senang dengan wanita bertubuh mungil. Tubuh yang dapat memberiku kenikmatan lebih. (Tapi kalau adanya yang tinggi, ya nggak nolak, hehe..)

Ayunanku mulai lebih lancar dan berirama. Cici sepertinya sudah tidak sakit lagi. Atau barangkali kenikmatan ini telah mengalahkan rasa sakitnya.
“Gimana Sayang, enak..?”
“Oouuh Har.., terusin..! Lebih keras.., lebih cepat.. hegh.. ooh.. Har nikmat sekali Sayang..!”
“Cici, nanti aku semprotkan maniku di dalam atau di luar..?”
“Terserah, apa pun yang membuat kita nikmath hegh..!”
“Kalau nanti kamu hamil gimana..?”
“Biarin, biarin, aauchh..!”

Kami bicara sambil menggoyang badan kami. Dengan refleknya Cici mengimbangi setiap sodokan dan goyanganku. Kalau aku cepat, dia pun mempercepat. Kalau aku melambat, dia pun begitu. Sambil menggoyang, kulumat bibirnya, kusedot dan kugigit-gigit kecil buah dadanya.
Belum lima menit kami mendayung lautan kenikmatan, Cici kelihatan mulai lebih liar. Goyangan pinggulnya menjadi lebih cepat dan tidak terkendali. Pelukannya menjadi lebih erat. Dan dia melenguh dengan hebat dan aku merasakan denyutan-denyutan otot vaginanya. Ayunan batang kemaluanku kubuat menjadi lebih kuat tapi tetap pelan untuk memberikan kenikmatan yang lebih. Dua, satu.

“Ooch.., Har aku capek sekali, tapi kamu belum ya..?”
“Kita istirahat dulu deh, nanti lagi..!”
“Jangan Har, jangan lepaskan, kita teruskan, kupuaskan kamu, gimana pun..!”
Cici mulai menggerakkan pinggulnya. Ayunan batang kemaluanku kuteruskan. Agak tidak tega aku sebenarnya. Tapi Cici sepertinya agak memaksa. Jadi, sambil berpeluk dan berguling kami terus mengayun, mendayung kenikmantan. Orgasmeku yang kedua biasanya memang agak lama, kadang aku harus menunggu 10-20 menit.

Dan begitulah, Cici mulai melenguh kenikmatan, dia mulai mempercepat dayungan perahu mungilnya. Aku mengimbangi. Betapa nikmatnya. Dan rasa nikmat ini menjadi berlebih-lebih lagi, karena aku memberikan kenikmatan pada gadisku yang mungil, cantik dan menggairahkan ini.
“Hhegh.. Har.. Har.. oh Sayang, aku mau sampai lagi..! Oooh cepat.. cepat.. lebih keras..!” lenguhannya datang lagi bersamaan dengan urutan-urutan lembut pada batang penisku.
Aku menjadi semakin bernafsu. Cici mulai lemas. Benar-benar lemas.

“Har, kamu belum juga ya Sayang..? Ayo dong Say..! Kasihanilah aku, sudah lemes banget nich..!” Cici mengiba dan memuncakkan birahiku.
Kogoyang dengan liar penisku dalam vaginanya, terus dan terus sampai akhirnya, “Cici, ough.. ach.. terimalah air maniku Say, nikmatilah siraman kenikmatanku.. Hegh..!”
Dan aku pun sampai pada pelabuhan kenikmatan yang kudambakan. Kusemprotkan maniku sejadinya. Walaupun maniku sudah habis, tapi kedutan kenikmatan terus kurasakan pada penisku, apalagi vagina Cici terus mengurutku.

Walaupun sudah orgasme, batang kemaluanku masih tetap tegang penuh. Tidak seperti ini biasanya. Kami berpelukan, berciuman. Kuelus dan kukemut susunya yang besar menantang itu. Beberapa saat sampai akhirnya kami benar-benar terkulai lemas. Habis tenaga kami. Basah kuyup badan kami oleh peluh kenikmatan.

Kutengok TV yang masih menyala tanpa ditonton dan tanpa suara. Buletin Malam RCTI. Waahh, berati sudah jam satu lebih. Lama sekali kami bercinta penuh gairah, nafsu dan sayang. Cici merebahkan kepalanya di dadaku. Sesaat kemudian, kami ke kamar mandi bersama-sama. Saling memandikan di bawah siraman air hangat yang membuat kami segar kembali. Kadang kami saling berpelukan sambil menggesekkan tubuh kami. Oohh.., nikmatnya dunia.

Kami kembali mengobrol dengan tubuh hanya berbalut handuk. Dari cara duduknya, Cici secara tidak sengaja mempertontonkan bukit surganya padaku, membuat batang penisku tetap tegak berdiri. Aku memesan makanan ringan, teh panas untuknya dan susu untukku sendiri. Cici menggoda, berjalan mendekatiku menyodorkan buah dadanya, memasukkan puting susunya ke mulutku. Tepat memang, karena aku duduk di tempat tidur.

“Susuku yang dua ini sudah kupersembahkan padamu, nggak cukup ya..? Kok masih pesan susu ke Room Service. Susu siapa sih yang dipesan..?” godaan ini membuat Cici dan aku tertawa terbahak-bahak.
Kami bergulingan sambil berpelukan. Bahagia sekali rasanya.

Pesanan kami telah sampai dan kami menikmati dengan saling menyuapi. Ketika Cici mau berdiri, dia menyenggol gelas susu. Sehingga ada sedikit yang terciprat ke dadanya. Untung susu itu hangat saja. Cici mencari tissue, tapi kucegah. Kurebahkan dia di tempat tidur, kujilat susu yang ada di atas dadanya sambil kujilat puting susunya. Cici mengerang kenikmatan.
“Nakal kamu ya..!” katanya sambil bangkit dan mencubitku.

“Har, kok burungnya bangun terus sih..? Aku sudah capek sekali, kamu masih mau lagi ya..?”
“Ya masih dong, tapi nanti saja. Kita bobok dulu yuk..!”
Akhirnya kami rebahan. Kubalikkan badannya membelakangiku. Mau tidak mau, batang penisku masuk juga ke selangkangannya. Tapi aku diam saja. Sesekali Cici mengurut batang penisku dengan vaginanya. Berkedut-kedut. Tanganku mengelus-elus buah dadanya. Kami mungkin sudah sangat lelah, sehingga tanpa terasa kami tertidur, dengan penisku berada dalam vaginanya. Tidur yang sangat nikmat.

Hari Sabtu, hari libur, hari malas. Aku biasa bangun jam 10 pagi. Tapi hari ini molor sampai jam 12. Kami bangun mandi berbenah sedikit untuk siap-siap jalan-jalan. Penisku tetap tegap dari tadi pagi, karena aku sangat menikmati asmara ini. Di depan Cici, kutelepon anak-anakku. Mereka bersama dengan baby sitter dan nenek mereka. (Jangan salah menduga, mereka tetap terurus kok.) Kami mengobrol kurang lebih 30 menit. Aku senang, mereka pun senang. Aku bilang bahwa aku akan pulan hari Minggu siang, setelah mengantar Cici ke bandara, tentunya. Cici pun mengirim salam untuk mereka.

Ketulusan Cici mengirim salam pada anak-anakku membangkitkan gairahku yang tidak tertahankan. Kubuka celananya jeans-nya dan tanpa pemanasan kusenggamai Cici dari belakang sambil berdiri. Cici menanggapi dengan gelora membara pula. Vaginanya yang semula kering segera membasah membuat gesekan-gesekan kenikmatan kami menjadi menggila. Napas Cici tersengal-sengal. Goyangannya menjadi lebih liar, kadang maju mundur kadang memutar. Sekehendaknya Cici mencari kenikmatan di liang senggamanya. Goyanganku pun menjadi lebih cepat dan keras.

Tiba-tiba Cici membalikkan wajahnya, “Cium, Harr..!”
Langsung kucium bibirnya sambil kuremas-remas gemas buah dadanya yang besar itu. Ternyata ini adalah saat-saat puncak orgasmenya. Vaginanya meremas-remas batang penisku, berdenyut-denyut. Ini membuatku kesetanan. Kegenjot vaginanya keras-keras sampai tubuh Cici berguncang-guncang. Tidak lebih dari 5 menit, kusemburkan maniku dalam vaginanya. Luar biasa, cepat sekali. Setiap semprotan mani kusiramkan dengan sodokan-sodokan keras penuh kenikmatan. Banjirlah vaginanya dengan siraman air maniku.

Cici dan aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sekeluar dari kamar mandi, dia memelukku erat sekali, menciumku mesra sekali.
“Har, aku terima kamu apa adanya, rela aku jadi pendampingmu, apapun statusku. Itu tidak terlalu penting, aku sangat mencintaimu, juga sayang dan kasihan pada anak-anakmu. Tapi aku sadar, bagaimanapun aku tidak akan jadi ibu mereka. Udah deh, yuk kita jalan-jalan dulu..!”

Kami jalan-jalan di Ancol, mengunjungi semua tempat hiburan sampai malam hari. Malam Minggu yang melelahkan tapi juga sangat membahagiakan. Sampai akhirnya, kami mojok di pantai dekat kuburan Belanda, yang paling sepi.
“Waktu cepat sekali berlalu ya Harr..!” Cici membuka pembicaraan setelah beberapa saat kami berdiam dan lamunan kami berjalan entah kemana.
Yang jelas, aku hanya membayang-bayangkan, gimana kelanjutan hubungan ini.

“Begitulah Say.. Gimana kalau kamu menunda sehari lagi..?” tanyaku tanpa harap, sebab aku tahu ini tidak mungkin.
Cici hanya terdiam. Aku pindah ke jok belakangan diikuti Cici. Direbahkannya kepalanya di pangkuanku. Batang kemaluanku pun langsung menegang keras. Cici merasakannya dan langsung membuka celanaku.
“Harh, si Adik bangun lagi.” sambil tangannya mengelus-elus batang dan lidahnya mulai menari di ujung penisku.
Aku tidak mau kalah, celananya kulepas sehingga aku dapat secara leluasa meraba, mengelus bulu-bulu halus di vaginanya.
“Heeggh, terusin Harr.. yang dalam..!” pintanya.

Jari tengahku pun mulai kumasukkan dalam liang senggamanya yang sudah sangat basah. Cici berkelojotan lebih liar, semantara aku sendiri merasakan penisku sudah waktunya mendapat perlakuan lanjutan.
“Cici, aku sudah nggak tahan..!” kataku sambil membimbingnya agar duduk di pangkuanku, menghadapku, sehingga kakinya dapat bertumpu di jok.
Dikocok-kocoknya penisku sambil kami berciuman dan kemudian dibimbingnya kemaluanku itu masih pada liang kenikmatannya. Pelan tapi pasti, amblaslah seluruh batang penisku. Aku dan Cici sama-sama tertahan ketika ujung penisku menyentuh pintu rahimnya.

Cici menggerakkan pinggulnya maju mundur, meskipun kami saling berpagutan. Merangsang sekali. Tidak tahan lagi aku untuk tidak melumat buah dadanya yang besar berayun-ayun ketika Cici bergerak ke atas-bawah. Cici menjadi lebih liar dan gerakannya menjadi lebih dahsyat.
“Har, remas susuku sekeras-kerasnya, aku sangat menikmatinya..! Please Har..!” pintanya.
“Ntar sakit dong Ci, aku nggak..” jawabanku dipotongnya.
“Biarin, biarin.., aku sangat menikmatinya..! Siksalah aku dengan nikmatmu Har..! Membuatku lebih nikmat hegh..!”
Aku baru sadar bahwa Cici tampaknya agak senang dengan sadism.

Kuremas keras susunya, kugigit agak keras karena takut menyakitinya. Cici menjadi lebih liar dan melenguh agak keras.
“Say, ough.. ough.. nikmatnya Say, aku keluar lagi, ouch ach.. ini nikmat sekali..!” dan Cici pun mengejang hebat.
Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa Cici dapat seperti ini. Entah mengapa, aku justru menjadi sangat sulit untuk mencapai orgasme. Cici tampaknya menyadari hal ini.

“Say, nggak apa-apa kok, aku sungguh menikmatinya, gemasilah diriku sesukamu..!”
“Kita kembali ke hotel yuk Ci, malam sudah mulai larut..!”
Cici kelihatan agak bingung, karena aku tidak menyelesaikan puncak-puncak pendakian kenikmatan itu.

“Say, kulayani kamu semalaman ini, kita nggak usah tidur, ya..?” pinta Cici ketika kami memasuki pintu kamar.
Aku mengiyakan saja. Cici memesan berbagai makanan kecil dan biasa, susu kesukaanku yang dipesan Cici sampai 3 gelas. Room Service mungkin heran, ya..? Kami sempat ngobrol sebentar sampai Cici memintaku untuk melanjutkan puncak-puncak pendakian kenikmatan yang sempat teputus.

Cici langsung membuka seluruh pakaiannya dan tubuh mungil indah itu berdiri tegak di hadapanku.
“Har, kamu diam saja. Aku akan melayanimu habis-habisan..!”
Dan sambil berkata begitu, Cici membuka bajuku pelan-pelan sambil mencium dan menjilati dadaku. Ooh nikmat sekali. Lalu giliran celanaku dibukanya, sambil menjilati dan menciumi penisku yang sudah tegang memerah. Aku seperti majikan yang dilayani oleh seorang dayang. Pahaku, kakiku, pantatku, semua dielus, dicium dan dijilat. Aku tidak tahu Cici belajar dari mana, atau barangkali naluri saja.

Dengan posisiku masih duduk di kursi, Cici membalikkan badan, duduk di pangkuanku dan memasukkan penisku ke vaginanya. Gerakan-gerakan lembut dilakukannya. Tubuhnya menggeliat-geliat karena kuremas lembut buah dadanya sambil kuciumi dan kujilat punggungnya. Beberapa saat kemudian, Cici melenguh dan mengejang lagi. Dan lagi denyutan-denyutan itu kurasakan.
“Hugh Say, kenapa jadi aku yang sampai duluan..? Nikmat sekali rasanya, kamu mau kuapakan supaya sampai..?” semua ini dikatakan Cici sambil terus menggoyang pinggulnya.

Aku mengajaknya naik ke ranjang. Kuarahkan dia sehingga dia siap dengan posisi doggy style. Cici menurut saja. Kutusukkan batang penisku amblas dalam vaginanya dan kogoyang dengan keras dan cepat. Lama sekali kunikmati posisi ini, karena dari belakang aku dapat menikmat kemolekan tubuhnya dan meremasi buah dadanya. Akhirnya, aku tidak kuasa lagi menahan tekanan hebat dalam penisku, karena remasan-remasan vagina yang tidak kunjung habis.

“Ci.., aku mau keluar niich..! Tahan ya Sayang, jangan sampai lepash..!” dan kogoyang pantatku keras-keras sampai akhirnya, “Aachh..!” teriakku dengan keras menyertai semprotan-semprotan maniku yang membajiri liang vagina Cici.
“Say, goyang terus jangan berhenti..! Aku juga mau sampai lagi, ooh..!” pinta Cici.
Aku yang sebelumnya mulai melemas kembali menggoyang kemaluanku dengan lebih cepat dan keras.

Cici akhirnya menjerit, “Saych..!” dan denyut-denyut kenikmatan itu kembali mengurut-urut penisku. Kami rebah kehabisan tenaga. Badan kami basah oleh peluh. Pendakian kami akhirnya sampai juga pada puncak kenikmatan bersama-sama. Sambil masih berpelukan, kami saling meraba daerah-daerah kenikmatan kami. Sampai akhirnya kami betul-betul lemas. Tidak berdaya.

“Yuk berendam yuk..! Biar nggak capek..” kuajak Cici ke kamar mandi untuk berendam air hangat.
Setelah air penuh. Kami pun berendam, di ujung bath tub saling berhadapan. Kakiku kadang-kadang usil untuk mempermainkan selangkangan Cici, yang membuatnya sesekali memejamkan mata. Pastilah nikmat.

“Har, tadi waktu kamu dari belakang, jari dan burungmu sesekali menyentuh lubang duburku, kok enak yach..?” Cici membuka pembicaraan yang mengejutkanku.
Mungkin secara tidak sadar aku telah menyentuh duburnya tadi, karena gerakanku yang liar penisku seringkali lepas. Dan aku pun seringkali sambil terpejam meremas-remas pantatnya yang aduhai, indah dan merangsang.
“Kamu mau nggak melakukannya lagi..?” tanya Cici.
Aku mengiyakan, karena aku terbayang adegan-adegan yang pernah kutonton di BF. Mungkin Cici tipe wanita yang suka coba-coba, meski kadang itu menyakitkan dirinya.

Setelah mandi dan beristirahat entah berapa lama, kami memulai akivitas lagi. Seperti janjiku, aku meminta Cici untuk menungging agar pantatnya lebih terbuka. Kuelus lembut pelan-pelan lubang pantatnya. Kuciumi dan lalu kujilati. Entah apa yang kulakukan ini, karena aku belum pernah melakukannya. Terpikir olehku, mungkin ini akan menjadi anal seks yang pertama. Cici sudah memberikan keperawanannya padaku, sebanarnya itu sudah luar biasa bagiku. Tapi ini, tampaknya akan menjadi lebih dahsyat lagi.

Cici tampak sangat menikmati perlakuanku. Desahannya sangat merangsang, membangkitkan gairahku yang makin membara. Batang penisku sudah menjadi sangat tegang. Cici memegangnya dan, ya ampun.., dia mengarahkan batang kemaluanku ke anusnya. Seperti sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi, kugesek-gesekkan penisku ke anusnya.

“Ooch Har, enak sekali Say..! Aach..!” kata Cici sambil menggerakkan pantatnya, seolah menginginkan kenikmatan di seluruh permukaannya.
Bayanganku pada adegan-adegan BF menguasai pikiran dan nafsuku.
“Ci, boleh nggak kumasukkan kontolku ke duburmu..?”
Cici tampak terkejut, tentu dia tidak mengira.

“Memangnya nggak jijik..?”
“Nggak tahu deh, aku hanya ingin mencobanya.” jawabku sedikit bohon.
Padahal aku sangat ingin mencobanya karena adegan BF itu. Cici mengatakan terserah saja. Akhirnya kucoba juga. Sangat sulit, karena Cici kesakitan dan selalu menghindarkan lubang pantatnya.

“Ci, jangan bergoyang terus..! Susah nih, pasrahlah..!” pintaku padanya.
Entah dapat ilham dari mana. Akhirnya kupaksa Cici telungkup dan kutindih pantatnya, sehingga ia tidak akan dapat banyak bergerak. Kululuri penisku dengan ludahku sehingga menjadi lebih licin, seperti di BF. Dengan agak memaksa dan penuh nafsu, kutekan batang penisku masuk ke anusnya.
“Har, sakit..! Stop..! Ach..!” Cici memekik kesakitan.
Tapi panisku sudah amblas dalam anusnya. Aku terdiam. Cici kadang mengejangkan lubang anusnya, sehingga memberiku kenikmatan. Cici masih telungkup menutup wajahnya dengan bantal.

“Kalau memang enak, terusin..! Tapi pelan-pelan..!” katanya kemudian.
Aku pun segera mengayun sepelan mungkin. Ooh, nikmat sekali rasanya. Belum pernah kunikmati kenikmatan seperti ini. Mungkin karena Cici menjadi lebih rileks, sodokanku pun menjadi lebih lancar. Kuangkat pantat Cici sehingga aku dapat menyusupkan tanganku, agar dapat meraba vaginanya. Cici mengeliat-geliat. Tampaknya dia sudah mulai menikmati. Vaginanya menjadi lebih basah. Desahannya pun terus terdengar. Aku menjadi semakin menikmati pengalaman baru ini. Kenikmatan puncak yang diberikan oleh gadisku, yang sangat mencintaiku.

Jari tengahku kumasukkan dalam lubang vaginanya. Cici sangat menikmatinya dan vaginanya pun menjadi basah sekali.
“Har, dua jari supaya lebih terasa..!”
Maka kumasukkan jari telunjukku dalam lubang nikmat itu. Cici menjadi lebih gila. Goyangannya menjadi semakin hebat, sehingga aku tidak perlu menggoyang, karena tanganku harus menjangkau lubang nikmatnya itu.

“Harh.. har.. aku mau sampai Har..! Ochh Har.. Aach..!” tinggi lenguhannya dan banjirlah vaginanya.
Aku menjadi lebih bersemangat menggenjot anusnya dan aku pun tidak dapat menahan laju air maniku. Cret.. cret.. cret.. kutumpahkan air nikmatku dalam anusnya dengan denyut-denyut kenikmatan yang tiada taranya.

Kami ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah itu. Cici mencegahku untuk mencuci penisku sendiri. Cici memandikanku dengan gosokan-gosokan yang lembut. Aku sungguh seperti seorang majikan yang dilayani seorang dayang. Belum pernah aku mengalami seperti ini. Tidak terasa, hari sudah pagi. Kami harus bersiap-siap karena jam 10:00 Cici harus ke bandara.

Akhirnya kuantar Cici ke bandara. Air mata Cici membasahi pipinya. Kami berpelukan. Ciuman kami pun tidak tertahankan. Pandangan orang-orang di sekitar kami pun terarah pada sepasang manusia. Kami tidak menghiraukannya. Cici harus kembali ke M. Sesak rasanya dada ini. Tapi kami saling berjanji akan menjaga cinta kami.

Dua malam yang sangat melelahkan dan membahagiakan telah lewat. Kami akan bertemu kembali. Cici pasti akan pulang ke Jakarta lagi.

Longtime Sex

“Ly, ada tamu minta nginap malam ini bisa nggak ?” tanya GM melalui hp pada suatu sore.”bisa sih tapi agak maleman, mungkin setelah jam 9 malam gitu, gimana ?” jawabku karena udah ada bookingan dari GM lain nanti jam 6 di Hotel Sahid tapi nggak nginap.”lebih sore nggak bisa ?” jawabnya lagi dengan nada memaksa “terlalu mepet waktunya, ntar dibilang nggak bisa on time”"lagi ada orderan yaaaa, dari siapa sih” tanyanya penasaran”ada deeeeh, di mana nanti ?”"Sheraton, ntar telpon aku kalo udah selesai, bikin lebih cepat ya, orderan gede nih”"ya bossss” jawabku mengakhiri pembicaraan
Setelah melayani tamuku di Hotel Sahid (tidak perlu diceritakan bagaimana jalannya permainan karena biasa biasa saja, tidak ada yang istimewa), aku langsung meluncur ke Hotel Sheraton, hanya perlu 10 menit untuk mencapai tujuan. Setelah kuberikan mobil pada Valet Parking aku masuk ke lobby menuju Bongo’s, tidak banyak tamu yang ada disitu, maklum masih terlalu sore untuk tempat macam Bongo’s. Jarum jam masih menunjukkan pukul 19:50 saat aku memesan minuman kesukaanku, 10 menit kemudian si GM datang menghampiriku, tak lama, lalu kami menuju ke lantai 8.”Pak Jacky, ini Lily yang kuceritakan tempo hari, aku nggak bohong kan ?” sapanya ketika pintu kamar di buka.Seorang laki laki menyambut kedatangan kami di kamarnya, dia berbicara sebentar dengan GM yang membawaku, tak lama kemudian tinggallah kami berdua di kamar.”aku mau kamu temani kami selama di Surabaya, mungkin sampai lusa, nggak apa kan ?” tanyanya sambil menyalakan Marlboro-nya.”kami ?” aku sedikit terkaget, si GM itu tak memberitahukannya.”ya, aku dan istriku” jawabnya sambil mengepulkan asapnya tinggi tinggi.”jangan khawatir, istriku tidak tahu siapa kamu, ntar bilang aja kita teman lama, beres kan” lanjutnya seolah menjawab keterkejutanku.”seharian penuh ?” tanyaku, kukira cuma nemanin malam saja.”ya, siangnya kamu ajak dia jalan jalan ntar malamnya temanin aku di kamar ini, udah kubooking 2 malam”
Aku yang sudah biasa menemani tamu yang agak aneh kali ini masih juga terkejut dengan kenekatan tamuku ini, sudah diikuti si istri masih juga mencari wanita lain. Dengan booking 24 jam seperti itu berarti aku tidak mungkin menerima tamu lain, berarti hilanglah orderan yang rata rata 2-4 kali sehari.”terserah BApak saja, aku sih ngikutin” jawabku lalu permisi ke kamar mandi.Di kamar mandi diam diam kuhubungi si GM, menceritakan rencana tamuku ini. Dia hanya tertawa saja ketika kutanyakan soal pengaturan pembayarannya, tentu dia harus bisa mengganti “kerugian” ku akibat tidak terima tamu selama menemani mereka.”jangan khawatirkan itu, yang jelas akan lebih banyak dibanding kalo kamu terima tamu 3 kali sehari, aku jamin itu” katanya menenangkan hatiku.
Siraman air hangat yang membasahi tubuhku sangat menyegarkan dan menghilangkan rasa penat setelah seharian bekerja melayani 2 tamu. Sekeluar dari kamar mandi dia sudah di ranjang tertutup selimut, kulihat pakaiannya tergeletak di sofa, berarti dia tidak mengenakan pakaiannya lagi dibalik selimut itu.Tanpa banyak bicara, Pak Jacky menarikku ke pelukannya, handuk yang menutupi tubuhku melayang sedetik kemudian seiring dengan cumbuan dan lumatan di bibirku. Tubuhku segera mengikutinya masuk dalam selimut, dibawah selimut kami saling berpelukan dan berciuman penuh gairah.
“kamu memang secantik dan se-sexy apa yang diceritakan” katanya sambil melumat bibir, lidahnya menyusuri leher hingga berhenti di putingku, dikulumnya dengan gigitan gigitan ringan, akupun mulai mendesis dan semakin keras dikala bibirnya mulai menyentuh klitorisku. Aku sebenarnya agak risih juga bila seorang laki laki dengan gairahnya mengulum dan menjilati vaginaku padahal belum satu jam yang lalu laki laki lain menumpahkan spermanya di lubang yang sama, tapi kebanyakan mereka salah mengerti penolakanku mengenai hal ini, tentu saja aku tak mungkin bicara terus terang.Justru semakin aku menolak kebanyakan mereka semakin bergairah memainkan lidahnya, akhirnya akupun tak peduli, toh aku sudah peringatkan.Cukup lama juga kepala Pak Jacky berada di selangkanganku sebelum kami ber-69, penisnya yang tidak terlalu besar begitu keras kurasakan saat mulai keluar masuk mulutku, begitu juga lidahnya semakin liar menari nari di bawah.
Beberapa menit kemudian dia sudah mengocokku dari atas, tak ada yang istimewa darinya, tapi kulihat Pak Jacky begitu bersemangat, tak lebih 3 menit keringat sudah mengucur mambasahi tubuhnya. Wajahnya yang putih tampan terlihat memerah terbakar nafsu dan 2 menit kemudian menyemprotlah sperma Pak Jacky menyirami liang vaginaku. Aku menjerit terkaget mengiringi jeritannya, banyak sekali sperma yang ditumpahkannya, lebih dari 10 denyutan kuhitung, sebelum tubuhnya lemas menindihku dengan napas yang masih menderu.
“kamu memang menggairahkan” komentarnya setelah turun dari tubuhku dan telentang disamping.Aku tidak menanggapi komentarnya,kuusap keringat dari tubuhnya dengan sprei lalu kumasukkan penisnya ke mulutku, dia terkaget menjerit namun tak menolak, hanya desah geli yang kudengar, tapi tak berlangsung lama saat dia minta berhenti.
“gila, belum pernah aku dikulum setelah keluar gitu” katanya sambil membelai rambutku yang tergerai di atas dadanya.
Kami berpelukan telanjang, menurunkan tegangan yang ada.
Setelah beristirahat hampir satu jam, babak kedua berlanjut, kali ini aku aku diposisi atas.Perlahan tubuhku mulai naik turun dan semakin cepat, dia mendesah sambil meremas remas buah dadaku.”ooouuuhhhh…sssssshhhh…trusss…yaaaa…trusss Lita…trusss..ya gitu Lita” desahnya menyebut nama seseorang entah siapa, tapi aku tak pedulikan, toh kuanggap bagian dari fantasy laki laki.Dengan posisi di atas aku memegang peranan, begitu kulihat dia sudah hampir mencapai puncak, kuhentikan gerakanku untuk menurunkan tegangannya, untungnya dia mengikuti permainanku sehingga bisa berlangsung lebih lama dari tadi, namun demikian tak lebih 10 menit diapun harus menyerah dalam serbuan birahinya sendiri. Orgasme kedua dia alami, padahal aku belum apa apa.
Babak ketigapun kami lalui dengan tanpa “greget” bagiku, semua biasa biasa saja meskipun aku tahu Pak Jacky berusaha keras untuk memuaskanku tapi dia tidak berhasil melakukannya.Hingga pukul 12 tengah malam kami melakukannya sekali lagi, 4 babak telah kami lalui dengan cepatnya tanpa satu orgasmepun kuraih, apalagi babak terakhir dia minta orgasme di mulut.
Beberapa menit kemudian dia meninggalkanku sendirian di kamar itu, untuk kembali ke pelukan istrinya yang tinggal satu lantai di atas kamar ini. Laki laki, kalau sudah dilanda birahi, nalarpun terabaikan, begitu nekat dia melakukan hal seperti ini, belum pernah aku menemui tamu yang senekat ini.
Akupun karena kelelahan kurang tidur sejak kemarin, tertidur pulas tak lama sepeninggal Pak Jacky, bekas sperma masih tersisa di vaginaku tanpa sempat membersihkannya.
Keesokan paginya aku terbangun bunyi telepon, hanya Pak Jacky dan si GM yang tahu aku dikamar ini, pasti salah satu dari mereka.
“Pagi sayang” sapa suara yang tak kukenal yang aku yakin suara Pak Jacky
“pagi juga sayang” jawabku tak kalah mesra meski kubuat buat.
“gimana tidurnya ? nyenyak ? kalau kamarnya kurang enak upgrade aja kamarnya ntar siang” lanjutnya
“kok pagi pagi udah bangun Pak” tanyaku kembali ke kebiasaanku yang hampir selalu memanggil Pak pada tamu yang baru kukenal.
“sekarang udah jam 8 sayang, udah waktunya kerja cari duit” jawabnya, aku hanya tersenyum karena memang jam segini bagiku masih sangat terlalu pagi untuk cari duit.
“gimana tidurnya ? nyenyak ? atau malah belum tidur ngelanjutin sama ibu ?” godaku dengan nada canda
“mana bisa lagi, kamu habisin semuanya, udah nggak ada tenaga lagi, habis bis bis bissssss”
Akhirnya dia memberi tahu skenarionya dan acaranya selama di Surabaya.Dia berusaha menjelaskan tentang masa lalunya dan akupun berusaha mengingatnya supaya tidak canggung saat berhadapan dengan si istri, tak lupa dia berpesan supaya aku mengaku seorang bisnis woman,terserah apa saja asal bukan wanita panggilan seperti ini.
“oke, ntar makan siang aku kenalkan istriku, jangan bilang kalo kamu nginap disini dan jangan lupa pakai pakaian kantoran sewajarnya, kita ketemu di lobby jam 12 nanti” pesannya mengakhiri briefing.
Aku sama sekali tak mempersiapkan pakaian ganti apalagi pakaian kantoran, jadi terpaksa harus pulang dulu.Meskipun tempat kost-ku tidak jauh tapi aku tak mau terlambat janjian ntar siang, segera aku mandi dan bersiap pulang.Tepat pukul 9:30 pagi aku sudah berada di lobby, kulirik sekitar, tak terlihat Pak Jacky disekitar situ.
Ketika aku sedang menunggu mobil yang diambil petugas valet, hp-ku berbunyi.
“sombong ya nggak mau nyapa” kata suara dari seberang tanpa basa basi, kulihat dilayar hp tertulis nama Dodi, salah seorang tamu langganan favoritku.
“eh dimana kamu ?” tanyaku kaget, tumben sepagi ini sudah telepon
“ada disekitar kamu yang memakai kaos pink dengan celana jeans street, tampak sexy deh kamu kalau begitu” godanya, aku membalikkan badanku dan kembali ke lobby mencari cari sosok Dodi berada, namun tak kutemukan.
“nggak usah celingukan gitu, ntar dikira anak kehilangan bapaknya” katanya dari telepon, berarti dia memang di daerah lobby.
Kusapukan mataku ke pelosok lobby, namun tak kulihat juga tampangnya, hingga kurasakan colekan di pundakku dari belakang.
“sialan kamu” kataku sambil mematikan hp, kulihat panther-ku sudah siap di depan.
“habis kerja ya, kok tumben pagi pagi gini sudah beredar” godanya.
Hampir 1 bulan Dodi tak mem-booking-ku, terlihat wajahnya tambah segar dan ganteng, ingin rasanya kupeluk dan kurasakan kerinduan akan cumbuan serta permainan ranjangnya.
“kamu sombong sekarang nggak mau telepon aku lagi, terakhir kan saat di tretes itu, lama banget” sapaku, petugas valet mendatangi dan memberitahu kalau mobilnya sudah siap, aku suruh pinggirin dulu karena ingin ngobrol lebih lama dengan Dodi.
“kapan dong kita ulangi lagi” tanyaku merajuk
“sekarang juga boleh” jawabnya sambil menatapku tajam, kalau saja aku tidak sedang “on book” tentu kesempatan ini tak kusia siakan, apalagi semalam aku sama sekali tak mengalami orgasme meskipun main 4 babak.
Aku terdiam mempertimbangkan ajakannya sambil melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 10, berarti hanya tersisa 2 jam, padahal aku harus pulang mengambil pakaian dulu, terlalu buru buru.
“gimana, kalo oke mumpung aku lagi buka kamar untuk tamuku nanti siang, jadi bisa kita pake dulu” desaknya. Aku bingung, di satu sisi aku harus menghormati Pak Jacky yang telah mem-booking penuh namun di sisi lain akupun ingin mereguk kenikmatan bersama Dodi, yang mana tidak kudapat dari Pak Jacky dan bakalan tak akan kudapatkan dalam 2 hari kedepan.
“jangan sekarang Dod, lusa aja ya, aku lagi banyak kerjaan nih” bujukku, tapi Dodi sepertinya tahu isi hatiku yang tengah haus akan kenikmatan birahi, dia maunya sekarang atau nggak.
“janji deh, lusa aku milikmu, seharian atau sehari semalam juga nggak apa” kataku sudah mulai lemah posisiku, tapi dia tetap bersikeras.
Karena sama sama bersikeras, akhirnya sama sama gagal, kulihat tatap kekecewaan dimatanya begitu juga aku, harus memendam kedongkolan, dasar laki laki tak mau mengalah sedikitpun.Awas kalau lusa jadi, akan kukerjain kamu, janjiku dalam hati.
Setelah menyelipkan 20 ribuan pada petugas valet yang sudah kukenal, kupacu mobilku menuju tempat kost. Sepanjang jalan aku menggerutu mengumpat Dodi yang keras kepala, padahal kalau dipikir tentu tak ada yang salah, toh lusa aku bisa menghubungi dia lagi dan dengan bujuk rayu seperti biasa hampir dipastikan aku dapat menggiring dia ke tempat tidur. Tapi itu masih 2 hari lagi, padahal aku perlu pelampiasan sekarang.
Sesampai di tempat kos, segera kupilih pakaian yang hendak kubawa, baik itu pakaian resmi, maupun santai termasuk pakaian dalam sexy dan lingerie.
Kukenakan rok biru tua selutut berpadu dengan blazer menutupi kaos putih yang ketat membalut tubuhku. Kuamati penampilanku di kaca, tampak seperti layaknya orang kantoran, rambutku kukuncir kebelakang dan kusapu wajahku dengan make up tipis untuk lebih memberikan kesan wanita kantoran.
Kupacu kembali mobilku menuju ke hotel, lebih baik aku menunggu di kamar daripada terlambat, pikirku.Tak lebih 30 menit kemudian aku sudah kembali berada di lobby hotel, dengan langkah kaki cepat seolah seorang bisnis woman sedang dikejar waktu, kulalui lobby hotel tanpa melihat sekeliling, langsung menuju Lift.Ketika aku sedang menunggu lift, kurasakan seseorang menggamit pundakku, ketika kutoleh ke belakang, ternyata berdiri di Dody dengan senyumannya yang masih menawan.
“eh kok kamu masih disini” tanyaku terkaget polos tak menyangka dia masih berada di situ.
Sebelum dia menjawab, pintu lift terbuka.”sorry aku duluan yaa” pamitku tanpa menunggu jawaban darinya, namun tanpa kuduga diapun ikutan masuk lift.Di dalam Lift, kebetulan hanya kami berdua, Dody langsung memelukku dari belakang, aku terkaget dan panik tapi dekapannya begitu kuat disusul remasan tangannya pada buah dadaku, bersamaan dengan itu dia menciumi tengkukku.
“gila kamu Dod, nekat” kataku disela kepanikan tanpa ada niatan untuk meronta, malah mulai menggelinjang ketika bibirnya menyentuh telinga.Aku yang sedari tadi memang “kehausan”, tak menyia nyiakan kesempatan ini, tanganku segera menggapai diselangkangannya, begitu kudapati yang kutuju dan sudah mengeras segera kuremas remas.Lift berhenti di lantai 5, seorang bapak bapak masuk, sesaat dia menatapku tajam lalu berbalik membelakangi, tentu saja kami tak bisa melanjutkan lagi.
“ketempatku aja dulu” bisik Dody, aku menatapnya berusaha menolak tapi dia memegang tanganku erat. Lantai 8 tempatku sudah berlalu dan ketika sampai di lantai 11 pintu lift terbuka, Dody memberiku isyarat untuk keluar, akupun hanya nurut saja tak mau terdengar ribut di depan bapak itu.
“Dod, aku nggak bisa sekarang, ada janjian jam 12 nanti” kataku terus terang sambil berjalan menuju kamarnya.
“sebentar aja kok, kita quicky deh” katanya sesampai didepan kamarnya. Aku tak bisa mundur lagi saat dia menarikku masuk dan memang tak ada niatan mundur, masih ada waktu paling tidak 30 menit.
“oke tapi sebentar aja, swear ?” kataku karena aku tahu tidaklah mungkin bagi dia hanya menikmati diriku selama itu, jauh dari cukup.
“swear, bahkan sebelum kamu melepas pakaianpun aku udah selesai” katanya sambil mengacungkan dua jarinya seperti orang bersumpah.Sebelum sempat aku melepas baju, Dody sudah menubrukku hingga tersandar di meja kerja.
“Dod, ntar bajuku kusut nih” kataku ditengah sergapan penuh nafsu bibirnya yang menghunjam di bibirku, tapi dia tak peduli malahan semakin liar meremas remas buah dadaku menambah kusut baju katun yang memang mudah kusut itu.
“kamu terlihat lain dengan pakaian seperti ini, makin sexy dan menggemaskan” bisiknya sambil menciumi leherku, tangannya tak pernah beranjak dari dadaku.
Aku menyerah pasrah saat 2 kancing atas terlepas dan kepala Dody menyusup diantara kedua bukitku, desah perlahan mulai meluncur dari bibirku ketika putingku tersentuh lidah dan bibirnya. Kuremas remas kepalanya dan kulebarkan kakiku saat jari jemari Dody berada diselangkangan.Semenit kemudian, aku sudah telentang di atas meja dengan kaki terpentang lebar dan kepala Dody berada di antaranya. Desah kenikmatan semakin lancar meluncur dari bibirku karena jilatan Dody pada vagina, sesekali kujepit kepala itu dengan kedua pahaku. Celana dalam yang super mini tidaklah terlalu mengganggu meski tak dilepas dan memang tak terlihat ada niatan Dody untuk melepasnya. Bibir dan lidah itu dengan liar menari nari, menyusuri daerah selangkangan membuatku semakin menggelinjang dalam nikmat.Aku tak mau terlalu terhanyut dalam buaian birahi Dody, waktu semakin pendek sebelum pukul 12 siang, tak sempat lagi untuk foreplay yang lama seperti biasanya.
“ugh..masukin Dod” pintaku, tapi dia masih juga asik menikmati selangkanganku, maka kutarik kepalanya naik.”nggak ada waktu lagi” bisikku manja, untung dia mengerti dan membalas dengan tersenyum nakal.
Tanpa melepas celana dalamku dan hanya mengeluarkan penis dari lubang resliting celananya, dia menyapukan penisnya ke bibir vaginaku yang sudah basah kuyup.Bersamaan dengan melesaknya penis yang besar itu mengisi vaginaku, hp-ku berbunyi, aku yakin betul bahwa itu Pak Jacky. Kuminta Dody mengambilkan tas Eigner-ku, tanpa menghentikan sodokannya dia meraihnya dan memberikan padaku, segera kuambil hp, ternyata benar dugaanku, Pak Jacky.
“halo sayang” sapanya dari seberang sana
“ya sayang…..” jawabku karena dia juga memulai dengan kata yang sama.
“udah sampai mana ?” tanyanya
“…..aku udah dijalan kok,macet nih…..tapi udah dekat, paling 15 menit lagi nyampe” jawabku sambil merasakan nikmatnya kocokan Dody dengan penisnya yang semakin keras menghunjam diiringi remasan kuat di buah dadaku.
Pak Jacky kembali mengingatkan skenarionya tapi aku tak bisa sepenuhnya konsen pada ceritanya karena perhatianku terbagi dengan Dody yang semakin nakal mempermainkan emosiku.
“ya..ya…mengerti..trus…apa ? yaa….beres Pak…” hanya itulah kata kata yang bisa kuucapkan, antara menanggapi ucapan Pak Jacky dan sodokan Dody.
“….siap Boss, ntar aku kabari begitu sampai….daaaag sayang” kataku mengakhiri pembicaraan, takut aku tak tahan lagi menahan kenikmatan yang tengah melanda.
Meja itu bergoyang keras seirama gerakan Dody terhadapku,di atasnya kami masih bersetubuh dengan pakaian lengkap meski pakaianku sendiri sudah berantakan tak karuan, antara pakai atau tidak sepertinya tak ada bedanya, dengan bebasnya dia mengacak acak penampilan dan make up yang sebenarnya untuk Pak Jacky. Dan dengan bebas pula dia mengaduk aduk vaginaku yang seharusnya masih “jatah” Pak Jacky. Akhirnya akupun tak peduli, siapa yang membayarku dialah yang berhak mendapatkannya, money is money and fun is fun.
Kegairahan Dody ikut memacuku dan serasa menantang untuk segera menyelesaikannya tidak lebih dari 15 menit seperti janjiku pada Pak Jacky, biasanya kami melakukan lebih dari 30 menit dan sekarang harus dipercepat. Aku lebih nyaman kalau bercinta dalam keadaan telanjang tapi dia tak mengijinkanku melepas pakaian.Dengan pakaian berantakan, akupun mengimbangi permainannya, kami berdua bergerak liar seakan berkejaran dengan setan birahi. Dari posisi telentang, Dodi membalik tubuhku hingga tengkurap di atas meja, dalam posisi tak berdaya seperti itu dia menyodokkan penisnya semakin keras dan cepat, tak dihiraukan desah dan jerit kenikmatan yang meluncur dari mulutku.
“rasakan ini Pelacur !!!!” hardiknya sambil menghentak keras, aku menggeliat, sudah menjadi kesenangannya untuk selalu mengumpat dengan kata kata kotor saat kami bercinta, dan itu membuatnya semakin bergairah. Tak jarang dia meludahi tubuh dan wajahku ketika bersetubuh, bagiku semua itu adalah bagian dari fantasy laki laki yang merasa superior di atas wanita, meski itu tidaklah selalu benar dan selama tidak ada kekerasan fisik aku masih bisa menerima segala macam penghinaan seperti itu, toh itu hanyalah sesaat dan dia pasti minta maaf setelah kami selesai melakukan persetubuhan.Beragam kata kata hina dan melecehkan terus meluncur deras dari mulutnya selama kami bersetubuh, dan selalu dibarengi dengan sodokan keras yang membuatku menggeliat.
Dua kali kudapatkan orgasme darinya ketika akhirnya Dody menumpahkan spermanya memenuhi vaginaku, entah berapa denyutan kurasakan melanda kuat didalam, hanya kenikmatan dan kenikmatan yang kurasa.Tanpa mempedulikan aku yang tengah mengerang dalam lautan kenikmatan, dengan kasarnya dia menarik keluar penisnya, bergeser ke arah kepala lalu menyapukannya ke wajahku. Make up yang sudah awut awutan semakin berantakan bercampur cairan sperma, terakhir yang dia lakukan adalam memasukkan penis itu ke mulutku dan mengocoknya, semakin berantakanlah lipstik yang menghiasi bibir merahku.
Vaginaku masih terasa panas agak pedih saat Dody memasukkan penis kembali ke sarangnya, tanpa dibersihkan, mungkin dianggap sudah bersih dengan mulutku.Beberapa saat aku masih tetap tengkurap di atas meja sampai nafasku normal kembali, Dodi sudah merapikan pakaiannya yang memang tidak terlalu acak acakan.
“kalau udah selesai, tutup pintunya” katanya sambil melemparkan beberapa lembar 50-ribuan, lalu diapun meninggalkanku seorang diri dikamar, tak ada sama sekali romantisme darinya seperti biasanya, mungkin dia cemburu atau entahlah.
Kupunguti satu demi satu lembaran uang yang berserakan dikamar, tak kuhitung lagi lalu kumasukkan ke dalam tas eigner yang selalu setia menemani.Pakaian yang menempel di tubuhku benar benar acak acakan, tak tampak lagi keanggunan yang kuperlihatkan 15 menit yang lalu, aku berusaha merapikan tapi kusut sekali dan tak mungkin dirapikan begitu saja. Akhirnya kuputuskan untuk berganti pakaian, kucari pakaian yang sesuai dari dalam tas pakaian yang kubawa tadi.
Setelah membersihkan diri tanpa mandi, ber-make up dan ganti pakaian, aku keluar kamar itu. HP berbunyi saat aku menuju didepan lift hendak turun.
“ya Pak, udah sampai sih, ini mau turun kok” jawabku tanpa sadar kalau sebenarnya aku harus naik dan bukan turun.Lift terbuka, ada 2 orang laki laki di dalam, mereka menyambutku dengan senyum ramah cenderung nakal, apalagi sorot mata yang genit melototi lekuk tubuhku. Dengan mengenakan rok agak mini, sejengkal di atas lutut dan tank top yang ditutupi blazer biru, tentu tak bisa menyembunyikan lekuk dan kemontokan tubuhku.Aku tak risih dipolototi seperti itu, tapi tetap diam saja acuh, kalau saja mereka tahu siapa diriku, aku sangat yakin mereka akan tertarik untuk mem-booking. Tatapan mata itu harus berakhir saat lift berhenti di lantai 8, dan aku keluar.
Ketika kuhubungi hp Pak Jacky, ternyata yang menerima seorang wanita, aku langsung berpikir cepat bahwa itu adalah istrinya.
“mbak Lita Ya ? Jacky ada mbak ?” tanyaku sok akrab dengan memanggil Jacky tanpa Pak, supaya dia tidak curiga”oh, mbak Lily ya, dia lagi mandi tuh, naik aja deh kesini aku juga baru bangun kok, nggak tahu tumben dia mandi lagi setelah dari luar tadi” ajaknya akrab sambil menyebut nomer kamarnya.Aku terdiam, sejenak mulai curiga jangan jangan mereka termasuk pasangan suami istri yang nyeleneh yang harus kulayani berdua seperti yang kualami sebelumnya.
“mbak mau naik atau nunggu di lobby ?” sambung Lita, tentu saja dia tidak tahu kalau aku lagi di kamar yang semalam kupakai memacu nafsu dengan suaminya.
“em, kalau nggak ngganggu sih, lagian nggak enak bengong sendirian disini” kataku”ya udah, naik aja” katanya sambil mengakhiri pembicaraan, akupun segera beranjak menuju kamar yang disebutkan.
Begitu pintu kamar itu dibuka, tampaklah sosok wanita cantik dengan wajah polos tanpa make up, masih mengenakan gaun tidur yang sexy, aku tertegun dengan kecantikannya. Wajah itu serasa begitu kukenal tapi aku agak samar samar dimana.”Dasar laki laki, udah punya istri cantik masih juga cari sampingan” umpatku tentu saja dalam hati.
“Lily ya, masuk dulu mbak, dia mandinya lama biasanya, oh ya aku Lita istrinya” sapanya sambil mempersilahkan masuk dan kamipun berciuman pipi.
“sorry berantakan nih, habis tadi aku masih tidur hingga tak sempat nyuruh room boy untuk ngeberesin” katanya sambil membereskan beberapa baju yang berserakan dan dimasukkan ke lemari, sepintas ada juga pakaian dalam sexy diantaranya,akupun berprasangka kalau mereka barusan bercinta.Aroma asap rokok masih kuat tercium di kamar, kulihat setengah rokok seperti baru saja dimatikan karena masih ada sedikit asap yang mengepul, sepertinya Lita yang barusan merokok.Beberapa majalah tertumpuk di meja, barulah aku menyadari kalau Lita adalah salah seorang peragawati yang menghiasi salah satu sampul majalah itu, pantesan tak asing lagi wajah cantiknya.
“itu memang aku, tapi sudah 2 tahun yang lalu sih” rupanya Lita menangkap kekagumanku saat melihat foto di cover yang cantik itu sambil menyalakan sebatang rokok putih.
“mbak cantik, malahan lebih cantik aslinya lho” kataku ikutan menyalakan rokok saat dia menghembuskan asap pertamanya.
“kamu juga, pantesan Jacky sejak kemarin banyak cerita tentang kamu, bahkan dia mempromosikan kamu untuk jadi peragawati atau model paling tidak”
“aku cuma orang udik, mana pantes berlenggak lenggok di atas catwalk kayak mbak Lita ini”
“betul lho mbak, postur dan wajah mbak Lily udah memenuhi syarat kalau menurutku”
“aku nggak mau bermimpi mbak, bisnis gini aja udah kewalahan kok, bahkan sepertinya nggak sempat untuk bernapas aja” jawabku jujur, tapi pasti dia mempunyai persepsi lain tentang usaha bisnisku.
“ya kalau udah ngetop bisnis ini kan bisa ditinggalkan atau diserahkan ke anak buah”
Selama pembicaraan kami sama sama mengepulkan asap rokok, ruangan jadi terasa pengap, apalagi tak ada ventilasi untuk ruangan ber-AC seperti ini.
“kalau mbak memang berminat, aku bantu deh, jangan khawatir”
Pembicaraan terpotong saat Pak Jacky keluar kamar mandi dengan tubuh berbalut handuk.
“eh kamu udah datang rupanya” katanya kaget, aku yakin dia pura pura karena rasanya nggak mungkin dia tak tahu.
“ih kamu jorok deh, masak ada tamu kok pake gituan aja, kan ada piyama di dalam” hardik Lita pada suaminya.
“aku tunggu di loby aja deh” potongku, nggak enak rasanya dalam suasana seperti ini, tapi Lita mencegahnya.
“nggak usah, wanita secantik kamu sendirian di lobby bisa berbahaya, mengundang para hidung belang, disini aja dan anggap rumah sendiri” cegahnya sambil menggandeng suaminya ke kamar mandi.
Tak lama kemudian mereka keluar, Jacky sudah mengenakan piyama.
“oke kamu temenin dia dulu, ganti aku yang mandi” kata Lita lalu menghilang dibalik pintu kamar mandi, membiarkan aku dan suaminya berdua.
Kami saling terdiam sesaat, hanya sorot mata penuh arti yang berbicara.Begitu terdengar suara gemericik air shower yang sudah dinyalakan, serta merta Pak Jacky menarikku dalam pangkuannya.
“Gila, kamu nekat, ada istrimu tuh” bisikku saat bibirnya mulai menyentuh leherku.
“anggap saja rumah sendiri” bisiknya pula
Kembali kualami ketegangan kedua hari itu setelah tadi di lift sama Dody, kini dengan Pak Jacky di kamar sementara istrinya berada di kamar mandi.
Pak Jacky menciumi tubuhku yang berada di pangkuannya, baru kusadari ternyata dia tidak mengenakan celana dalam. Segera kuraih penisnya, kubiarkan dia menjamah dan meremas remas buah dadaku tapi kucegah saat dia hendak menyelipkan tangannya dibalik pakaian, terlalu berbahaya, bisikku.
Kami berpindah ke sofa di pojok ruangan, menghindari pandangan langsung dari pintu kamar mandi, paling tidak sebagai persiapan kalau istrinya sewaktu waktu keluar. Aku duduk di sofa dengan kaki terangkat tertumpu pada sandaran tangan di kiri kanan sedangkan rok-ku yang tersingkap ke atas, rambut kemaluanku tampak dari balik celana dalama mini yang tidak mampu menutupi keberadaannya. Sudah kucegah Pak Jacky untuk melakukan oral, rasanya kok nggak etis kalau vagina yang baru saja dipenuhi sperma laki laki lain kok harus diberikan padanya, tapi dia memaksa, maka akupun menyerah, toh udah aku peringatkan, pikirku.Dari celah celah celana dalam lidah Pak Jacky mulai menyusuri daerah selangkanganku, tidak seperti Dody, Pak Jacky menjilati dengan penuh perasaan, sedikit demi sedikit penuh kesabaran lidah itu menari nari dengan lembut, aku hanya menggigit bibir saat klitorisku mulai tersentuh, semakin lama semakin nikmat apalagi saat jari jari tangannya ikutan mengocok vagina. Kalau saja tak ingat istrinya sedang mandi, mungkin aku udah menjerit keras dalam nikmat, semakin lama bibirku kugigit semakin kuat menahan desahan.Meskipun demikian aku masih cukup tersadar untuk memonitor suara di kamar mandi, selama suara gemericik air masih terdengar, berarti masih aman, artinya Lita belum selesai mandi. Sambil meremas remas buah dadaku sendiri, kubenamkan kepala Pak Jacky semakin dalam ke vaginaku.
Pak Jacky minta ganti posisi, aku langsung jongkok diantara kakinya dan tak lama kemudian penis Pak Jacky yang tidak besar itu sudah mem-porak porandakan lipstik yang ada di bibir, keluar masuk memenuhi mulutku, namun demikian aku tetap menjaga supaya make up-ku tetap terjaga rapi. Tangan Pak Jacky begitu rajin menjamah di dada, aku hanya berharap supaya pakaianku tidak kusut di bagian itu. Kulirik Pak Jacky sudah merem melek merasakan kulumanku, seperti halnya aku, dia memegang kepalaku dan menekan semakin masuk penis itu di mulut. Hampir semua penis itu memenuhi mulutku, karena memang tidak besar, bahkan jauh bila dibandingkan punya Dody barusan.
“aaagh….” tiba tiba aku dikagetkan teriakan Pak Jacky setelah beberapa menit kukocok dengan mulut, secara reflek kututup mulutnya dengan tangan supaya teriakan itu tidak keluar. Selagi aku masih berkonsentrasi pada teriakan Pak Jacky, tanpa kusangka dia memuntahkan spermanya di mulut, akupun terkaget dan berusaha menarik keluar tapi tangannya begitu kuat menahan kepalaku, tanpa bisa berbuat banyak akupun pasrah menerima semburan demi semburan sperma memenuhi mulutku.Sebelum sampai pada tetesan terakhir, kudengar suara air shower dimatikan, berarti Lita sudah selesai mandi, agak panik juga aku, apalagi dengan mulut penuh sperma, tak pernah kusangka hal ini sebelumnya. Tak ada pilihan, Lita bisa keluar setiap saat sementara aku masih harus merapikan pakaian yang agak awut awutan, terpaksa kutelan spermanya.
Setelah menelan habis sperma yang ada dimulut, aku beranjak ke cermin di depan meja, kurapikan pakaian dan kupoles kembali bibir dengan lipstik. Sebenarnya Pak Jacky masih menginginkanku duduk dipangkuannya tapi kutolak sambil memberi isyarat tangan ke kamar mandi, Lita bisa keluar anytime.
Ternyata Lita tidak langsung keluar, sehingga masih ada waktu bagi Pak Jacky untuk kembali mem-briefing aku skenarionya. Sesaat Lita keluar, tapi hanya mengambil baju lalu masuk kembali ke kamar mandi, namun kali ini pintu kamar mandi tidak ditutup, dari tempat dudukku aku bisa melihat postur tubuh Lita yang masih bagus dan sexy, meski buah dadanya tidak semontok punyaku, kecil tapi sudah agak turun, mungkin terlalu sering tidak mengenakan bra, apalagi kalau ada show.
Setengah jam kemudian, kami bertiga sudah duduk di coffea shop, sambil makan siang Pak Jacky menceritakan tentang diriku semasa sekolah dulu, tentu saja dengan bualannya sendiri, termasuk menyebut nama guru guru yang tidak kutahu namanya, aku hanya tersenyum dan salut akan kebohongannya.
Selesai makan siang, Pak Jacky meninggalkan kami berdua karena ada meeting dan sesuai rencana kuajak Lita keliling kota Surabaya. Seperti halnya wanita pada umumnya, Lita lebih tertarik pada Mall dan shopping center, maka kuajak dia ke Mall Galaxy. Tak ada yang istimewa baginya, sama seperti halnya Mall lainnya, meski demikian dia sempat memborong beberapa sepatu dan lingerie, dari pilihan lingerie-nya aku bisa menebak bagaimana sexy-nya dia diatas ranjang. Ketika dia hendak membeli tas kulit, aku menyarankan supaya kita melihat dulu di Tanggulangin, Sidoarjo, pusat kerajinan kulit, mungkin itu bukan kelas dia tapi tak ada salahnya dicoba dulu, tapi bukan sekarang, besok aja.
Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 8 malam ketika kami sampai di lobby hotel, entah sudah berapa jam kami habiskan di Mall tadi, perut udah berontak minta diisi, tanpa naik ke kamar kami makan malam di Coffea shop. Lita menelepon suaminya yang ternyata sudah datang sedari tadi, aku sudah mengetahuinya karena berulang kali dia kirim sms dan telepon tapi tak pernah kubalas karena memang tak ada kesempatan untuk itu, terakhir kuterima saat menyerahkan kunci mobil ke Valet, isinya, “aku sudah ada di hotel, hubungi bila nyampe”, tapi tak kutanggapi, takut Lita curiga.
“oke say, kamu turun deh gabung kami” kata Lita pada suaminya via telepon.
Tak lama kemudian Pak Jacky datang.
“wah ngeborong nih” sapanya melihat tas belanja yang ada disamping kami
“nggak kok, cuma sepatu dan itu tuh, kesukaan kamu” katanya sambil mencium suaminya
Sembari makan, Lita menceritakan rencana besok ke Tanggulangin, kuamati kedua pasangan itu, sebenarnya mereka pasangan yang serasi, cantik dan ganteng, apalagi si istri yang begitu manja pada si suami, ada rasa iri dengan suasana dan kemesraan seperti itu, kemesraan yang sangat lama tidak kurasakan, bahkan sudah kulupakan tapi naluri kewanitaanku yang haus akan belaian kasih sayang seperti itu tetap ada dan tak mungkin kulupakan begitu saja, entah kapan kudapatkan kembali.
“nanti kita ke discotique yuk, udah lama nih aku nggak clubbing, mau kan kamu temanin kami ?” tanya Lita padaku, tentu saja aku tak bisa memutuskan, semua tergantung pada Pak Jacky, tapi tak mungkin kutanyakan padanya di depan Lita.
“terserah mbak Lita aja, aku sih ngikut kok selama nggak mengganggu acara kalian berdua” kataku sambil meneguk air dan melirik ke arah Pak Jacky, sekedar ingin tahu responnya, karena berarti malam ini aku tidak bisa melayani dia.
“oke tapi janji tak lebih dari jam 12, besok aku ada meeting pagi pagi” kata Pak Jacky pada istrinya sambil melirik ke arahku.
“yaaaa, jam segitu kan lagi rame ramenya, apalagi biasanya hari begini kan ladi’s night” protes Lita tapi suaminya tetap bersikukuh. Akhirnya Lita menyerah.
“kamu nggak usah pulang, mandi aja di tempatku, soal pakaian aku kira ukuran kita hampir sama kok” katanya padaku, tentu saja aku bingung, tak mungkin bilang kalau aku juga ada pakaian di kamar lain, menyesal juga tadi nggak beli pakaian sekalian, habis nggak tahu rencananya sih.
Selesai makan kami kembali ke kamar mereka, kali ini kamar itu sudah rapi tidak seperti tadi pagi yang masih berantakan.
Lita mempersilahkanku mandi duluan, meski aku menolak tapi dia memaksa. Dengan cepat aku membersihkan tubuh, tak lebih 10 menit, jauh lebih cepat dari biasanya kalau aku mandi sendirian. Kukenakan piyama yang ada di kamar mandi, lalu aku keluar, ternyata Lita sedang mencoba lingerie yang baru dia beli dihadapan suaminya, dia terlihat begitu cantik, sexy dan anggun mengenakan lingerie itu.Beberapa stel pakaian sudah disiapkan di atas ranjang untuk kupilih, semuanya pakaian casual yang sexy, ternyata dia juga menyukai jenis pakaian seperti itu, tak jauh beda dengan koleksiku.
“selagi kamu pilih, aku mandi dulu ya” katanya kembali meninggalkan kami berdua, entah sengaja atau tidak, dalam keadaan normal tentu saja aku tak bisa berganti pakaian didepan suaminya.
Begitu terdengar bunyi “klik” pintu kamar mandi ditutup, Pak Jacky segera memelukku dari belakang dan menyusupkan tangannya dibalik piyamaku, meraih buah dada dan meremasnya.
“ssst, jangan dia belum mandi” bisikku, dan benar saja kembali terdengar bunyi pintu terbuka, dengan gugup dia menarik keluar tangannya, berpura pura memilihkan baju untukku.
“Ly, kalau mau ganti, masuk aja, nggak dikunci kok” teriaknya dari dalam kamar mandi, kami seakan sudah akrab tidak lagi memanggil mbak.
“ya mbak, bingung nih milihnya” kataku masih tetap memanggil mbak karena memang dia lebih tua dariku.
“minta Jacky milihin, dia pintar tuh memadukan pakaian” katanya kemudian terdengar pintu ditutup kembali, disusul bunyi air shower.
Tanpa membuang waktu lagi, Pak Jacky kembali memeluk dan memasukkan tangannya ke dadaku, ditariknya lepas tali pengikat piyama dan dibaliknya tubuhku hingga kami berhadapan. Tubuhku yang terbuka di bagian depan seakan menantangnya, Pak Jacky meraih buah dadaku, sambil menatap penuh nafsu tangannya menggerayang didada, mengelus dan meremas remas, sesekali dia memainkan putingku.
“kamu makin cantik dan sexy aja” bisiknya disusul lumatan pada bibirku, tanpa mempedulikan si istri di kamar mandi, kamipun sudah berciuman, saling melumat dan beradu lidah.Tangan Pak Jacky sudah beralih ke selangkangan, hampir saja aku mendesah, untung masih tertutup bibirnya. Meskipun demikian konsentrasiku masih terpecah pada gemericik air dari kamar mandi, beruntung si Lita tidak berendam di bathtub.
Gemericik air masih terdengar ketika Pak Jacky mulai mengocokku dari belakang, tanpa membuka piyama tentu saja kecuali tali yang terlepas tadi, hanya menyingkapnya hingga pinggang. Antara kenikmatan dan ketegangan datang silih berganti, kutelungkupkan mukaku ke bantal untuk meredam desahan yang hampir tak mungkin kutahan.
Sambil mengocokku, sesekali Pak Jacky berbicara keras sendirian, berpura pura seakan sedang denganku, tentu saja aku tak bisa mengikutinya, takut suara desahanku malahan yang keluar.
Sekitar 5 menit kemudian, vaginaku sudah dibanjiri spermanya, diiringi remasan kuat pada buah dada, aku menjerit tertahan dibalik bantal merasakan denyutan kuat yang melanda dinding dinding kenikmatanku.Sehabis denyutan itu, dia mencabut penisnya lalu mengusap usapkan pada wajah dan dadaku dan berakhir di mulut. Sisa sisa sperma yang ada di tubuhku hanya kubersihkan dengan piyama yang kukenakan, sia sia saja aku tadi mandi karena sekarang sudah kotor lagi, tapi nggak mungkin kalau mau mandi lagi, tentu Lita akan curiga.
Setelah merapikan piyama yang kukenakan, aku memilih pakaian yang disediakan Lita, semua terlihat berpotongan press body, yang menonjolkan lekuk tubuh, dipadu dengan rok mini.Pak Jacky memilihkan kaos You Can See yang berbelahan dada rendah, aku yakin dengan sedikit membungkuk pasti terlihat buah dadaku, sambil memilih tangannya tak pernah berhenti menggerayangi tubuhku, apakah itu di dada ataupun pantat, apalagi tanpa pakaian dalam dibalik piyama.Sebenarnya bisa aja aku langsung ganti pakaian tapi tentu saja Lita akan curiga kalau itu kulakukan. Sambil menunggu istrinya keluar kamar mandi, kami kembali berciuman dan berpelukan, kurasakan sperma Pak Jacky meleleh keluar dari vaginaku tapi kubiarkan saja.
Ternyata cukup lama juga Lita mandi, hampir 30 menit dia belum juga keluar, kalau tahu dia mandi begitu lama tentu kami bisa melakukan babak kedua, tapi itu justru memberi kami kesempatan untuk saling meraba lebih lama lagi, penis Pak Jacky sudah mulai kembali menegang.
Untuk mengurangi kecurigaan, kuketuk pintu kamar mandi.
“mbak, aku mau ganti baju yaaa” kataku minta permisi”masuk aja Ly, aku udah selesai kok” jawab suara dari dalam, ketika pintu kubuka ternyata mbak Lita memang udah selesai, mengenakan piyama seperti halnya aku, rambutnya basah tergerai semakin menambah pesonananya. Meski agak canggung, akupun berganti pakaian meskipun mbak Lita masih mengeringkan rambutnya.
“body kamu bagus, nggak kalah lho sama peragawati” komentarnya melihat tubuh telanjangku dari belakang.
Aku hanya diam saja mengingat suaminya telah menikmati kehangatan tubuh yang baru saja dikatakan bagus itu, dan itu juga telah terjadi hanya berselang beberapa menit yang lalu.
Setengah jam kemudian kami bertiga sudah berada di lobby, Bongo’s terlihat cukup ramai apalagi ada live musik seperti biasanya. Pak Jackie terlihat sangat menikmati suasananya, apalagi ada 2 wanita cantik dan sexy mengapitnya, meskipun satu istrinya dan satunya lagi adalah “teman bobok”. Bergantian kami dance, saat slow music mengalun diapun mengajakku. Diantara keremangan lampu Pub, tubuh kami menempel erat, agak ragu kusandarkan kepalaku di dadanya, entah istrinya melihat atau tidak. Aku tak kuasa menolak saat tangan Pak Jackie dengan nakal meremas remas pantatku, jangankan cuma meremas, lebih dari itupun dia sudah melakukan, tapi ini di depan istrinya, nekat juga dia.
Alunan musik berubah menghentak ketika mbak Lita meminta suaminya kembali, tentu saja aku harus menyerahkannya, duduk sendirian tentulah akan mengundang mata mata jalang yang banyak beredar di tempat seperti ini. Meskipun dalam remang remang, aku sangat yakin banyak mata laki laki yang memperhatikanku, tentu kalau mereka berpikir aku wanita yang bisa di booking, pasti dia akan berpikir begitu juga pada mbak Lita yang datang bersamaku, apalagi pakaian kami yang memang sangat mengundang birahi.Tak lama kami di Bongo’s, terus berpindah ke Fire Discoutik yang letaknya tidak jauh. Bagiku Fire Diskotik bagaikan halaman bermain, seperti halnya di Kowloon, meski aku tak pernah mencari tamu disitu tapi itulah tempat bagiku menumpahkan segala kekesalan dan keruwetan hidup. Dari pengamatanku, pengunjung diskotik rata rata orangnya sama dari hari ke hari, meskipun tidak tahu nama kami hanya mengenal wajah saja.Terus terang saat itu aku khawatir kalau ada ex-tamu atau langgananku yang berada disana, tentu akan membuka penyamaranku dimata mbak Lita.Tak ada yang menarik di dickotik itu, kecuali beberapa laki laki iseng ataupun germo yang coba mengajak kencan atau menawari tamu, aku sudah khawatir saja tapi ternyata mbak Lita hanya ketawa ketawa saja menghadapi ajakan ajakan seperti itu, sepertinya dia sudah terbiasa dan dengan cueknya dia tidak menggubris ajakan para laki laki itu.
Entah pukul berapa kami meninggalkan Fire, terlalu malam untuk jalan kaki kembali ke hotel, meskipun jaraknya dekat demi keamanan kamipun mengambil taxi yang stand by disitu.
“Jack, kita antar lily pulang dulu ya, kasihan udah jam segini pasti nggak aman kalo naik taxi sendirian” kata mbak Lita saat kami didalam taxi, dia terbiasa memanggil suaminya Papa atau hanya namanya saja.
Sesaat kami terdiam, nggak tahu harus menjawab gimana, mengantar ke rumah tentu saja akan menimbulkan kecurigaan karena aku memang sewa kamar di tempat yang kebanyakan penghuninya tak jauh berbeda dengan profesiku, pasti dia akan curiga melihat suasana tempatku.
“nggak usah repot repot, lagian udah terlalu larut, nggak enak sama tetangga, aku buka kamar aja deh” jawabku sekenanya tanpa minta persetujuan Pak Jacky.
“good idea, lagian jam segini nggak baik dilihat orang, ntar dikirain wanita apaan” Pak Jacky menimpali pertanda setuju.
Sesampai di hotel aku langsung check in, tentu saja hanya pura pura saja mendatangi meja receptionis, hanya ngobrol tanya tanya sedikit supaya dikira mbak Lita sedang check in, beruntung dia terlalu capek untuk ikutan ke receptionis, dia hanya menunggu di sofa.
Aku berkeras tak mau diantar mereka sampai ke kamar.”kalian kan capek, nggak usahlah, toh kita cuma beda beberapa lantai saja kok, dan disini kan aman” elakku, kalau sampai mbak Lita masuk ke kamarku tentu dia tahu kalau aku sebenarnya sudah check in.
Sesampai di kamar aku langsung tidur tanpa berganti pakaian, terlalu lelah dan terlalu menegangkan untuk kulalui.
Entah berapa lama aku tertidur ketika kudengar hp-ku berbunyi, ternyata dari Pak Jacky.
“bangun bangun non, aku udah didepan pintu nih” kata suara dari seberang.
Dengan mata masih berat kupaksakan berdiri dan membuka pintu, Pak Jacky sudah berdiri di depan dengan pakaian lengkap memakai jas segala.
“jam berapa sih Pak kok pagi pagi begini udah rapi” sapaku dengan suara yang masih parau ngantuk.
Tanpa menjawab Pak Jacky langsung mendekapku dari belakang, disibaknya rambutku dan bibirnya mulai menciumi tengkuk, aku yang masih setengah tersadar menggelinjang geli. Sebelum aku sempat berbuat apa apa, tangannya sudah menyusup di balik kaos dan menggerayangi buah dadaku yang memang tidak mengenakan bra.
“sudah sejak semalam aku ingin melakukan ini” bisiknya sambil mengulum telinga, membuat aku semakin menggelinjang.Secara reflek tangankupun mulai menggerayangi selangkangan Pak Jacky, ternyata sudah mengeras. Ketika kubuka resliting celananya, ternyata dia sudah tidak mengenakan celana dalam.
Pak Jacky membalik tubuhku, diciuminya leher dan bibirku, hilang sudah rasa kantuk yang tadi masih menggelayut, berganti dengan gairah di pagi hari. Tak sampai semenit dia berhasil melucuti pakaian yang menutupi tubuhku dan ditariknya tubuh telanjang ini dalam pelukannya.
Puas menyusuri leher, buah dada dan melumat bibirku, Pak Jacky membopong tubuh telanjangku ke ranjang dan langsung menindih.Tanpa melepas jas yang dikenakannya, dia melanjutkan kulumannya pada buah dada, perut hingga ke selangkangan dan berhenti pada liang kenikmatanku. Gelinjang dipagi hari bertambah desahan dan rintihan nikmat, kuremas remas kepala yang ada diantara kedua pahaku. Pantatku turun naik mengimbangi permainan lidah yang tengah menari nari menyalurkan hasrat birahi yang menggebu, sesekali kakiku menjepit dan tak jarang pula naik ke kepala, dalam keadaan begini siapa yang peduli dengan apa yang namanya sopan santun.Desahan demi desahan meluncur deras dari mulutku, hingga dikagetkan bunyi hp-ku, sambil menerima jilatan di vagina, kuraih hp yang ada di meja dekat ranjang, pasti dari salah satu GM pagi pagi gini udah nelpon.
Tanpa melihat siapa yang menelepon langsung kujawab.
“halooo” jawabku dengan suara agak parau sambil sedikit menahan desah “pagi nyonya besar, baru bangun ya” ternyata mbak Lita, untung dia mengira suara parau itu suara bangun tidur bukannya suara desahan nikmat.Spontan kudorong kepala Pak Jacky yang masih berada diselangkanganku, aneh rasanya bicara sama mbak Lita sementara suaminya tengah berada dalam jepitan pahaku, tapi rupanya dia tak peduli.
“eh mbak Lita, udah bangun ?” tanyaku dengan suara agak keras supaya Pak Jacky tahu kalau istrinya yang telpon, namun bukannya berhenti tapi malahan memperhebat serangannya, tangannya mulai ikut ikutan keluar masuk vagina.
“he eh…ya mbak…ya….he he…” hanya itulah yang keluar dari mulutku sambil mendengar omongan mbak Lita bersamaan dengan permainan oral suaminya di vagina, sesekali kujepit atau kuremas kepalanya.
Cukup lama mbak Lita bicara dan aku hanya menjawab sekenanya atau lebih tepatnya cuma jawaban pendek dan selama itu pula suaminya mempermainkan vaginaku. Namun begitu aku agak panik ketika Pak Jacky tanpa mempedulikan aku yang tengah bicara dengan istrinya tiba tiba membuka kakiku lebar lebar dan bersiap memasukkan penisnya. Aku berusaha menutup kakiku rapat rapat tapi tangan dia lebih kuat untuk mementangkannya kembali. Mataku melotot ke arahnya pertanda marah tapi dia hanya membalas dengan senyum kemenangan sambil mulai menyapukan penisnya ke vagina, akupun terpaksa menyesuaikan posisi tubuhku.Kupejamkan mata dan kugigit bibirku saat Pak Jacky perlahan melesakkan penisnya, sementara diseberang telepon istrinya terus nyerocos tanpa henti, aku yang berada diantaranya jadi serba salah.
Pikiranku sudah tak konsentrasi lagi pada apa yang dibicarakan mbak Lita karena kocokan Pak Jacky yang semakin menghebat, semampuku menahan desahan kenikmatan, sungguh siksaan tersendiri. Hanya sesaat kudengar mbak Lita mengajakku ikut ke Jakarta saat pulang nanti malam, aku hanya menjawab “he eh, ya deh, terserah aja” jawabku pasrah lebih dikarenakan Pak Jacky.
“…Jacky sekarang makin hot lho….menyerah aku dibuatnya…nggak rugi deh ikut di Surabaya…dia sangat berbeda saat di Jakarta….” lamat lamat kudengar suara mbak Lita dari seberang, aku tak terlalu menanggapi karena suaminya sedang mengocokku dari belakang dengan posisi dogie sambil meremas remas kedua buah dadaku. Entah apalagi yang diucapkan mbak Lita aku tak bisa menerima dengan jelas apalagi menanggapi.
“… eh mbak ada telepon masuk nih, ntar aku sambung lagi ya” kataku berusaha memutus hubungan saat Pak Jacky memintaku di atas.
“… oke deh aku yakin kamu dan Jacky pernah dekat tapi it was past, past is past but thanks anyway” katanya memutuskan pembicaraan.
“kamu gila…gilaaaaaaaaaaaaaaa” Begitu hubungan telepon terputus, kulempatkan telepon ke ranjang dan langsung saja kuambil kendali, tubuhku dengan liar bergerak menari nari naik turun diatas Pak Jacky, diapun mulai berani mendesah, begitu juga aku.
Pagi itu kami bercinta dengan penuh gairah dan nafsu, apalagi setelah tahu nanti malam mereka balik ke Jakarta dengan last flight, Pak Jacky menumpahkan semua nafsu birahi yang masih tersisa seakan menghabiskan semua yang ada padaku. Dan akupun menerima segala limpahan birahi tanpa mempedulikan istrinya yang tengah sendirian di kamar lain, kunikmata saat spermanya membanjiri vagina dan mulut.
“kamu hebat, belum pernah aku melakukan seperti ini dengan Lita” katanya sebelum meninggalkan kamarku seraya meninggalkan sebuah check di meja yang nilainya jauh lebih tinggi daripada kalau aku menemani tamu lain dalam waktu yang sama, sungguh diluar dugaanku.
Pukul 2 aku bersiap check out setelah beristirahat melayani Pak Jacky tadi pagi, Lita sudah menunggu di Lobby hotel, mereka juga akan check out tapi ntar sore.Untuk menghindari kecurigaan mbak Lita, kuminta room boy membawa pakaianku terlebih dahulu, jadi aku bisa turun tanpa membawa pakaian yang sudah kubawa beberapa hari.
“Li, kamu ntar ikut kami ke Jakarta, nanti aku perkenalkan pada temanku, siapa tahu dia tertarik dan bisa menjadikan kamu salah satu modelnya, body dan wajah kamu sangat menunjang, sayang kalau disia siakan dan terbuang percuma apa yang kamu miliki, apalagi kamu masih muda. Aku jamin deh pasti temanku mau” ajaknya saat kami makan siang.
Sebenarnya dunia modeling bukanlah terlalu baru bagiku, sebelum aku kawin aku pernah ikut model dan jadi peragawati amatir di kotaku dulu, sebuah kota kecil di Jawa Timur, meski hanya meraih runner up, tapi cukup membuat bangga saat itu dan merasa aku adalah paling cantik di kota itu.
Aku sering mendengar, meski tidaklah bisa dipukul rata, bagaimana kehidupan para model atau peragawati yang tak jarang juga menerima bookingan tidur para laki laki dengan harga tinggi, apalagi kalau pernah tampil di majalah. Kesempatan emas serasa terbentang lebar di depan mata.Tapi entah mengapa rasanya terlalu berat meninggalkan kota Surabaya yang sudah mengukir berbagai macam pengalaman dalam hidupku.
“kamu coba aja, ntar ikut aku dan kuperkenalkan sama beberapa photographer dan modelling agent yang menanganiku” lanjut mbak Lita melihat keragua raguanku.
Aku diam saja tak menjawab, terus terang pikiran berkecamuk untuk mempertimbangkan tawaran itu.
“udah, nggak usah diputusin sekarang, ikut aja 2-3 hari setelah itu kamu putuskan setelah melihat bagaimana kehidupan Jakarta dengan dunia modellingnya” katanya.
Aku hanya menurut saja dalam kebimbangan.
“kamu pulang dulu ntar malam kita berangkat sama sama, biar bill hotel aku jadikan satu aja” katanya. Aku panik, kalau sampai bill hotelku dibayari, tentu saja dia akan tahu kalau aku sebenarnya menginap beberapa hari.
“permisi mbak aku ke toilet dulu” kataku selanjutnya.
Tanpa setahu mbak Lita, aku langsung menyelesaikan bill hotel kamarku dan bergegas menghampiri concierge untuk minta tasku dan kutaruh di mobil. Kutelepon Pak Jacky minta pertimbangan karena mbak Lita mengajakku ke Jakarta, tapi tanpa menceritakan ajakan menjadi model, toh dia akan tahu juga nantinya.
Seperti dugaanku, Pak Jacky langsung mendukung, tentu saja dia akan bisa mencumbuku lebih lama lagi, kesempatan menikmati tubuhku lebih jauh.
Akhirnya, malam harinya aku ikut suami istri itu terbang ke Jakarta, kuabaikan bookingan yang datang. Kami duduk di deret bangku yang sama, karena Lita menyukai duduk di dekat jendela (meski malam hari tak bisa melihat apa apa diluar kecuali hanya gelap), maka Pak Jacky duduk ditengah antara aku dan Lita. Tentu saja menyenangkan Pak Jacky karena bisa duduk disampingku.
Setelah sajian makan malam (waktu itu pesawat masih menyajikan makan pada penerbangannya, tidak seperti sekarang yang hanya sekedar kue dan aqua) dan lampu mulai redup, kurasakan tangan Pak Jacky mulai menggerayang di pahaku, apalagi istrinya seperti mulai terlelap. Tanpa perlu berkata kata, berulang kali tangan Pak Jacky berhasil meremas remas buah dadaku, padahal istrinya ada disamping. Aku membiarkan saja dan menggoda sambil meremas remas selangkangannya, dia pura pura tertidur dengan menutupkan koran pada paha, sebenarnya untuk menutupi tanganku yang berada diselangkangan.Sungguh tindakan berani pada celah yang sempit seperti di pesawat dengan istri yang duduk disamping.
Untung perjalanan hanya satu jam, kalau tidak, mungkin Pak Jacky sudah orgasme di celana, apalagi sengaja kulepas bra saat aku ke toilet, sehingga Pak Jacky bisa makin leluasa mempermainkan putingku meski dari luar.
Sopir sudah menunggu ketika kami keluar dari airport dan langsung menuju ke Hotel Mandarin, hotel yang dipilihkan Pak Jacky, belakangan baru kutahu kalau itu dekat dengan kantornya dan dia bisa segera menemuiku sepulang kantor atau sebelum ke kantor.
Malam itu aku bisa tidur dengan nyenyak tanpa “gangguan” dari Pak Jacky, inilah pertama kali aku merasakan kesepian di kamar hotel, belum pernah aku sendirian begini di kamar, selalu ada laki laki yang menemani dan harus kulayani. Baru kusadari kenapa laki laki ingin ditemani bila perjalanan ke luar kota, karena sendirian di kamar tidaklah menyenangkan. Tak heran bila banyak tamuku yang ingin kutemani sampai pagi, meski hanya sebatas teman ngobrol maupun dengan all night long sex.Ingin rasanya kutelepon teman teman untuk sekedar teman ngobrol, pasti banyak yang masih bangun meski sudah pukul 11 malam, karena bagiku jam segitu masihlah sore, diskotik baru mulai.Kalau saja aku tahu seluk beluk Jakarta, tentu aku sudah keluar ke diskotik tapi Jakarta sangatlah asing bagiku. Meski beberapa kali aku menginap di Jakarta, belum pernah aku ke diskotik sendirian, selalu ada yang menemani dan selalu baru bisa tidur selepas pukul 3 pagi karena masih harus menyelesaikan “kewajiban”. Justru lebih banyak rute Airport-Hotel-Airport tanpa tahu yang namanya Monas dimana, apalagi Ancol atau Taman Mini.
Pukul 8.30 pagi Pak Jacky sudah berada di kamar sebelum ke kantor, bersamaan dengan mbak Lita yang menelepon. Maka kejadian morning fuck seperti di surabaya kemarin terjadi lagi.Sambil merasakan cumbuan dan nikmatnya kocokan suaminya, aku mendengarkan rencana mbak Lita hari ini, mengenalkan aku pada teman temannya.
Selama di Jakarta, setiap pagi aku melayani nafsu birahi Pak Jacky sebelum ke kantor, tidak bisa lama lama karena setelah itu pukul 9-10 mbak Lita menjemput dan memperkenalkan pada teman temannya. Banyak pramugari,model bahkan para artis yang sudah punya nama dikenalkan, mereka yang selama ini hanya bisa aku lihat di majalah dan iklan, kali ini aku temui secara langsung. Begitu juga photografer, pokoknya siang hari aku berada dilingkungan selebrity, mengenal pergaulan mereka hingga malam larut dengan dunia malamnya ala selebrity yang sebenarnya menurutku tidaklah jauh berbeda dengan kehidupan malam yang selama ini aku jalani.Hanya bedanya, malamku hampir selalu berakhir dipelukan laki laki sedangkan mereka setelah clubbing aku tak tahu kemana mereka pergi.Tak kuduga sambutan teman teman mbak Lita sangat baik dan welcome, bahkan beberapa photographer telah langsung melakukan beberapa pemotretan.
Seperti yang kuduga, selalu ada 1-2 ajakan agen atau photographer untuk tidur dengannya bila ingin cepat meng-orbit, entah dengan atau tanpa setahu mbak Lita. Aku hanya tersenyum saja menganggapi ajakan itu, meski tidaklah kaget tapu cukup kagum dengan kenekatan mereka yang mengajak dengan terus terang (aku tidak bermaksud mendeskreditkan siapapun yang terlibat dalam profesi seperti ini, tapi inilah pengalaman yang kualami).Selama 3 hari di Jakarta, entah sudah berapa ajakan tidur yang kutolak, dan selama itu pula setiap pagi kulayani birahi Pak Jacky. Dan akupun merasakan kesepian setiap kali kembali ke kamar hotel dari clubbing tanpa ada sentuhan dan belaian dari laki laki. Sebenarnya aku bisa saja mendapatkan laki laki, tapi rasanya aku masih memandang mbak Lita dan menjaga citra dihadapannya. Aku tidak tahu dan tidak mau tahu apakah mbak Lita juga mengalami hal yang sama denganku atau bahkan tidur dengan laki laki lain selain suaminya, itu bukanlah urusanku. Makanya aku tak pernah bercerita pada mbak Lita mengenai ajakan ajakan tidur itu.
Sebenarnya pada hari kedua, mbak Lita mulai menyadari kesepianku sendirian di Hotel, dia menawari supaya tidur di rumahnya yang luas dibilangan Menteng tapi aku menolak, begitu juga ketika kutanyakan pada Pak Jacky (tanpa setahu mbak Lita tentu saja), dia tidak setuju karena tidak bisa bebas menemuiku sebelum ke kantor dan tak mungkin dilakukan di rumah.
Hari ketiga aku sudah tidak tahan lagi dan ingin kembali “berbisnis” di Surabaya, apalagi selama di Jakarta tidaklah jelas bayaran yang aku terima selama melayani Pak Jacky dipagi hari, dan yang pasti sudah banyak kerugian karena tidak menerima tamu selama 3 hari selain Pak Jacky.
Pagi itu pada hari ketiga, setelah melayani suaminya, akupun utarakan rencanaku untuk kembali ke Surabaya sore hari nanti, dia terkejut karena berharap aku bisa tinggal lebih lama lagi, paling tidak seminggu, masih banyak yang ingin ditunjukkan padaku mengenai dunianya yang penuh glamour, tapi aku bersikeras untuk pulang sore itu, maka mbak Lita-pun tak bisa menahan lebih lama lagi.
Mbak Lita minta maaf karena tidak bisa mengantarku ke Airport, ada pemotretan iklan, sebenarnya dia ingin mengajakku juga karena pemotretannya dilakukan di Puncak.
“sorry ya Ly, tapi aku bisa kirim sopir untuk mengantarmu ke airport” katanya via hp”ah nggak usah merepotkan mbak, aku bisa naik taxi kok”Meski mbak Lita memaksa aku tetap menolak dan kuputuskan naik taxi karena ada perasaan nggak enak dengan kebaikan mbak Lita selama ini dan aku masih tidur dengan suaminya, meski hanya sekedar bisnis.
“Thanks ya mbak selama di Jakarta mau menemaniku dan memberiku wawasan baru, salam untuk Pak…eh Jacky” kataku hampir keceplosan.
“oke deh kalau gitu, tolong pertimbangkan tawaranku selama ini, please, oke bye bye and see you ” katanya.
Limabelas menit kemudian, dia meneleponku.”Ly, kebetulan Jacky ada acara mendadak harus ke Ujung Pandang, aku minta dia menjemputmu biar sekalian berangkat ke Airport, daripada kamu sendirian” katanya”pokoknya tunggu aja dia pasti datang menjemput kok” katanya tanpa menunggu persetujuanku.
Satu jam kemudian aku sudah kembali duduk di samping Pak Jacky dalam BMW-nya menuju airport.
Dia menyuruhku menunggu sebentar selagi dia beli tiket, aku kaget saat ditunjukkan dua tiket dengan tujuan Denpasar atas nama dia dan namaku.Pak Jacky hanya tersenyum melihat kekagetanku.”kata mbak Lita kamu mau ke ………….”"………ujung pandang ? itu hanya alasanku saja supaya dia tidak curiga, dan aku ingin bulan madu denganmu di Bali, 3 hari cukupkan, kalau nggak bisa kita extend kok” jawabnya dengan senyum penuh kemenangan.
Maka jadilah aku menemani Pak Jacky kembali, hari pertama kami habiskan dengan penuh nafsu di Nusa Dua, Bali, sedangkan hari berikutnya atas usulku, kamipun menyebrang ke Lombok, berbulan madu di Hotel Sheraton. Dia benar benar menggunakan waktu sebaik baiknya atas diriku, seakan tak mau meluangkan waktu terbuang tanpa menyentuhku.Gairah dan birahinya benar benar ditumpahkan padaku tanpa mengenal lelah, seakan mewujudkan semua fantasy-nya selama ini pada diriku. Akupun mengimbanginya dengan godaan godaan penuh nafsu, setiap pagi kami sunbathing di pantai, sebagaimana turis yang ada disana, akupun mengikuti topless saat berjemur, meskipun aku mencari tempat yang teduh.Kami benar benar merasakan berbulan madu yang sesungguhnya.
Tiga hari di Lombok kami rasa tidaklah cukup tapi ada pekerjaan yang menuntutnya untuk segera kembali ke Jakarta, maka kamipun terpaksa harus meninggalkan Pulau Lombok yang exotic.Kamipun berpisah di Surabaya karena memang mencari pesawat yang transit di Surabaya, aku pulang dan kembali melanjutkan profesiku selama ini dan dia kembali ke istrinya yang cantik itu.
Mengenai tawaran mbak Lita terpaksa harus aku abaikan karena banyak hal yang harus kupertimbakngkan (belakangan aku menyesali keputusanku ini, seandainya aku terima tawaran mbak Lita, mungkin aku sudah masuk lingkungan selebrity sekarang ini, toh lingkungan itu tidak jauh berbeda dengan lingkunganku di surabaya meski dengan nuansa yang berbeda, namun penyesalan selalu datang belakangan).
Pada saat cerita ini ditulis, Pak Jacky sedang meringkuk di penjara karena terlibat korupsi dan KKN, maklum anak pejabat di masa Orde Baru, tahu sendirikan sepak terjangnya. Sedangkan mbak Lita, aku tak pernah lagi mendengar sepak terjangnya ataupun melihatnya di media masa. Sesekali kupandangi majalah lama dengan cover wajahnya yang cantik dan sexy itu.