blog visitors

Bercinta dengan Memek Hangat Bidadari

Ternoda - Sudah satu bulan lebih Paijo tinggal bersama Sandra. Sementara itu Didiet masih sibuk dengan pekerjaannya di kota G. Dia jelas belum bisa meninggalkan pekerjaannya yang sedang dalam kondisi mengejar progress akhir. Ia hanya bisa pulang setiap dua minggu sekali dan menginap selama dua hari. Sampai dengan saat ini Sandra beranggapan Didiet  sama sekali tak mengetahui jika telah terjadi perubahan besar di dalam rumahnya karena ia dan yang lain selalu berhasil ‘menyembunyikan’ Paijo setiap kali Didiet pulang. Sandra memang berharap Didiet tak pernah tahu sehingga tak menambah polemik yang terjadi di dalam rumah tangganya. Paling tidak sampai apa yang ia harapan berhasil dulu.  Apalagi dengan perginya Alfi semakin menjadikan perselingkuhan antara Sandra dan Paijo  terus berlangsung tanpa ada lagi yang menghalangi.
 –
                                                           Cerita Dewasa Malam harinya.

Sandra

Malam ini adalah malam dimana kesuburan Sandra sedang di puncak waktu terbaiknya. Seperti anjuran Lila mereka diminta untuk melakukan hubungan intim dalam posisi knee-chest agar mendapatkan hasil yang maksimal. Paijo sendiri sejak satu minggu sebelumnya  sudah di cekoki bermacam-macam suplemen penyubur dan juga melakukan program menu vegetarian termasuk dilarang bersetubuh dan  melakukan masturbasi agar dapat mendongkrak kualitas dan kuantitas spermanya. Sejak sore Paijo terus menerus memikirkan persetubuhan ini. Kerjanya hanya mondar-mandir di kamar Sandra dengan tubuh bugil seperti tuyul. Penisnya sudah berjam-jam menegang keras. Ujung kulupnya penuh dibasahi oleh cairan mazi yang  tak henti-hentinya merembes keluar dari lubang pipisnya. Dengan gelisah ia menanti Sandra masuk ke dalam kamar.namun Sandra tak kunjung muncul. Sandra sendiri tak ingin terprovokasi oleh tingkah Paijo. Ia masih ingin melakukan hal lain dulu sore itu. Ia masih sempat menonton acara TV favorite-nya di ruang keluarga sambil makan cemilan sehat. Baru sekitar pukul tujuh malam Sandra memasuki kamar tidur. Dan pada saat itu  Paijo-pun langsung menerkamnya.
“Joo! Pelan-pelang dong! nanti gaunku bisa robek! …uhhh” keluh Sandra memperingatkan Paijo yang tengah menggumulinya secara liar.

“Saya mau entot ibu sekarang! Saya mauu entot ibu sekarang!” ujar Paijo berulang-ulang sambil berusaha menarik lepas lingerie yang dikenakan Sandra.
Tadinya Sandra sangat berharap jika Paijo akan berlaku sedikit sabar dan melakukan foreplay terlebih dahulu sebelum melakukan penetrasi. Namun sepertinya Anak itu sudah tak kuat mengendalikan hasratnya. Sandra terpaksa ikut membantu melepas pakaian yang tersisa dengan terburu-buru. Lalu ia memposisikan dirinya tengkurap di kasur dengan sebuah bantal empuk mengganjal di bawah perutnya. Belahan vaginanya yang cantik masih kering menandakan ia sebenarnya belum siap menerima hujaman penis kampung Paijo. Paijo sudah memposisikan dirinya di atas punggung Sandra sambil menggosok-gosokan glans-penisnya yang membulat bak buah tomat pada bibir vagina wanita molek itu. Setelah merasakan ujung penisnya berhasil menyelip pada kelopak vagina istri Didiet itu, Paijo-pun menekan pantatnya dengan kuat …. Bleessss….
“Ohh…Joooooo!” desahan panjang Sandra terdengar ketika  penis Paijo amblas sekaligus seluruhnya ke dalam tubuhnya. Detik itu pula vaginanya  langsung bereaksi  mencengram benda asing yang memasukinya itu secara maksimal.
Paijo menggigil merasakan nikmat yang luar biasa ketika alat kelaminnya terlumat dasyat dari pangkal hingga ke ujung. Jemarinya mencengkram seprey secara ketat. Syaraf-syaraf pada penisnya seakan menjadi sedemikian sensitive saat bersentuhan dengan bagian dalam liang senggama Sandra yang lembut. Dan seketika itu juga dorongan buat berejakulasi secara dini mulai menyergapnya.
“Ampunnnn buuu… punyaa ibuuu perettt bangetttt!…enaaaaaakkk!” rintih pemuda itu berusaha bertahan.
“Joo…kocookkkkk..” desah Sandra tak memperdulikan problem yang sedang dialami Paijo.
Paijo tahu ia tak mempunyai pilihan lain. Didiamkan juga rasa nikmat itu juga tak bakal mereda. Lebih baik ia mulai menyetubuhi Sandra tanpa memikirkan bakal cepat muncrat.
Pantat hitamnya segera berayun mengocok cepat diantara kepitan paha putih Sandra. Tapi satu minggu berpisah dari vagina Sandra terasa terlalu lama buat Paijo sehingga hasratnya meletup-letup. Persetubuhan itu  barulah berlangsung  tiga menitan  dan Paijo sudah tak mampu lagi bertahan. Gumpalan air maninya yang berisikan benih-benih yang diharapkan subur dan dapat membuahi Sandra berebutan mengalir dan memenuhi saluran kencingnya lalu tanpa tertahankan melenjit tersembur melalui ujung penis kampungnya.
Craaatt!!!!!…cretttt….cratttt…croootttttt…

“Aaooooo…..eunakkkk!!!” pekik Paijo membahana dan sekujur tubuh kerempengnya mengejang kaku di landa rasa nikmat yang menyengat kemaluannya.
Detik demi detik berlalu Paijo terus menghentak-hentakan pinggulnya buat menuntaskan gatal nikmat yang menggila itu. Sementara itu tangan Sandra menggapai ke belakang menarik dan menekan pantat Paijo ke arahnya agar terus menyatu dengannya dalam waktu yang cukup lama.
“Cabutt  perlahan Joo” ujar Sandra setelah Paijo  menyelesaikan ejakulasinya. Sebenarnya Sandra  masih menginginkan penis Paijo mendekam dalam liang senggamanya. Apalagi tadi ia belum mendapatkan orgasme. Namun saat ini ia harus mendahulukan urusan yang lebih penting yaitu Kehamilan Paijo melakukan perintah Sandra tersebut. Secara perlahan ia mencabut lepas penisnya. Plokk!
Lalu seperti biasa Sandra terlentang sambil mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi dan menyandarkannya pada dinding. Dengan begitu  sperma Paijo tak bakalan tumpah dari vaginanya sehingga memberinya cukup waktu agar dapat membuahinya. Ia sungguh berharap benih-benih Paijo dapat mencapai sel telurnya dengan selamat. Sementara itu Paijo harus menunggu setidaknya beberapa menit sebelum melakukan pertarungan kedua.
“Ouuuhg….” Leguh Sandra. Puting payudaranya menjadi sasaran mulut Paijo yang memanfaatkan jedah waktu menunggunya. Sesekali Paijo menarik kepalanya kebelakang sehingga bibirnya terlepas dari puting Sandra dengan menimbulkan suara erotis.
Cplak! cplok! Hal itu Paijo lakukan berulang-ulang. Tak satu tetes-pun air susu yang keluar. Paijo hanya mendapatkan dua puting yang menegang dan memerah.

Akhirnya setelah beberapa menit berlalu. Sandra memberi kode ke Paijo untuk kembali menyetubuhinya. Cleppp!!! Penis Paijo-pun sudah kembali bersarang di dalam vagina Sandra. Vagina Sandra terasa likat oleh sperma yang mulai mengental. Buih-buih putih menyelimuti permukaan kulit penis Paijo yang hitam pekat. Sandra sangat berharap kondisi Paijo masih cukup bertenaga setelah orgasme tadi. Benar juga di pertarungan ke dua ini terlihat Paijo kembali bersemangat. Tak hanya itu penis bertindik miliknya mulai mampu membuat Sandra mengelinjang kegelian. Tangan Paijo berpegangan pada pinggul Sandra sambil menyodok  wanita cantik dengan segenap keahlian yang ia miliki. Kocokannya terkadang cepat terkadang melambat  Sesekali ia hentakan jauh sedalam-dalamnya. Ia tahu wanita suka sekali bila vaginanya terasa penuh oleh sebuah  titit. Namun sayang miliknya memang kurang panjang  sehingga tak mampu menyentuh bagian dasar liang surga itu. Dalam hatinya Paijo merasa berterima kasih pada pak de-nya yang dulu telah menindik kemaluannya karena dengan  modal itu ia masih bisa memberikan konstribusi kenikmatan kepada Sandra. Lima belas menit berlalu, Giliran Sandra yang merintih-rintih. sepertinya rasa nikmat yang ia rasakan sudah sampai pada puncaknya.
“Oughhhh Jooo!!” pekik Sandra tertahan
Paijo cepat-cepat menghujaman penisnya sedalam mungkin agar Sandra memperoleh kenikmatan lebih. Cincin-cincin di sepanjang liang senggama Sandra berdenyut keras secara priodik mencengram batang penis pemuda kampung yang beruntung itu. Mata Paijo mendelik ikut tersengat oleh nikmat saat proses orgasme yang sedang melanda Sandra berlangsung. Sambil menggigit bibirnya sendiri ia berusaha bertahan dalam badai birahinya yang akan menghempaskan dirinya kepada ejakulasi. Ia belum ingin ikut ber-orgasme paling tidak untuk saat ini. Lalu ia mencoba mengalihkan pikirannya ke hal-hal lain. Seperti membayangkan wajah bu denya yang galak! Dan ternyata taktiknya itu cukup berhasil. Napsunya sedikit mereda dan rasa ingin berejakulasinyapun kembali menjauh. Untunglah orgasme pada Sandra segera usai maka cengkraman dasyat vaginanya pada batang penis Paijopun agak mengendur. Paijo-pun dapat sedikit bertahan. Setelah mengatur napas ia kembali mengocok dengan teratur.
“Oghhh…. Jooooo!!!” Sandra merintih pada setiap tusukan dan cabutan yang dilakukan Paijo.
Setelah mengalami orgasme sekali Sandra-pun dengan cepat kembali melambung. Hal itu memompa semangat Paijo. Ia yakin ia bisa membuat Sandra kembali orgasme beberapa kali sebelum ia sendiri berejakulasi lagi. Lima belas menit berlalu. Seprey di ranjang itu sudah berantakan tak menentu. Kocokan Paijo semakin cepat dan ganas. Hingga pada suatu ketika Sandra kembali orgasme dibuatnya.
“Awwwww….Jooooo!!!”.

Pekik kenikmatan Sandra membuat Paijo tersenyum bangga. Tak percuma usahanya mengikuti terapi menyebalkan dari dokter Lila yang cantik nan bohai itu. Ia lumayan bisa sedikit lebih lama bertahan. Meski harus bermandikan peluh ia berhasil memuaskan Sandra. Ia yakin sekali setelah ini Sandra bakal semakin  tergila-gila padanya. Sambil bertahan dalam lumatan nikmat vagina Sandra pikiran Paijo terus melayang. Kapan-kapan ia juga berharap bisa menaklukan Dian yang telah mempecundanginya tempo hari. Wanita yang satu itu juga mempunyai lumatan vagina yang membuatnya ketagihan. Dan tak hanya itu siapa tahu iapun beruntung bisa mencicipi teman Sandra satunya lagi yang punya dada ranum itu pikir Paijo menghayalkan Nadine. Tapi beberapa detik kemudian Paijo dibuat terkejut bukan main. Setelah ditunggu setengah menitan…satu menit…bahkan lebih lama namun kali ini vagina Sandra tak lagi berhenti berkontraksi. Ternyata saat itu Sandra sedang dilanda gelombang multiorgasme. Kenikmatan itu datang susul menyusul dan tak pernah terputus. Celakanya Paijo-pun terpaksa ikut merasakan dampaknya. Vagina Sandra membetot penisnya secara permanent.
“Egggghhh…!!” Paijo meleguh tertahan.
Ia mulai panik dan ragu mempertahankan eksistensinya. Gelombang kenikmatan itu makin tak bisa ia tahan. Penisnya terkunci  dalam bekapan nikmat  yang tak kunjung berakhir. Ia menjadi sungguh tak berdaya dalam kondisi seperti itu. Bola matanya terbalik ke atas meninggalkan bagian putihnya di bawah. Sepertinya kali ini ia tak bakal mampu lagi melawan. Itu sudah melampaui batas kemampuannya. Sambil merangkul pinggang Sandra, ia hujamkan penisnya seraya melepas ejakulasinya.
“Arrggggggg…buu enaakkkkkkk!!” pekik nikmat ala Paijo melengking memenuhi kamar.
Creeettt…crootttt…crooottt…crootttt….penis Paijo kembali tersentak-sentak kuat sambil terus menyuntikan calon-calon bayinya  ke dalam vagina Sandra. Masih cukup banyak dan kental. Di saat yang bersamaan  otot-otot kewanitaan Sandra masih terus menerus berkontraksi kuat seakan ingin membetot habis sperma Paijo hingga ke tetes terakhir.
Satu menit berjalan Paijo menuntaskan ejakulasinya. Ia ambruk tertelungkup di atas punggung Sandra. Orgasme barusan sungguh dasyat dan membuat kesadarannya pergi meninggalkan raganya. Beberapa menit ke depan ia masih belum mampu bergerak. Sehingga  Sandra harus mendorongnya ke samping agar terlepas dari tindihan tubuhnya dan melakukan proses selanjutnya. Tadinya Sandra sudah ingin menghentikan persetubuhan ini. Ia berpikir tak ada gunanya lagi diteruskan sebab bagian tersubur dari sperma Paijo pasti sudah dikeluarkan semua pada dua sesi persetubuhan barusan. Namun Paijo merengek-rengek minta tambah. Kali ini ia memohon pada Sandra agar mau melakukannya dalam posisi missionary. Ini adalah posisi yang primitif namun juga sangat di sukai oleh Sandra. Sandra-pun memberinya izin buat menikmati ronde terakhir tersebut. Akhirnya Paijo berkesempatan melakukan hal-hal yang tak dapat ia lakukan pada dua ronde sebelumnya. Sembari mengentot kini ia bisa melumat bibir ranum istri Didiet itu. Dan juga menyedot puting susu Sandra sepuas-puasnya. Paijo terus melakukan pekerjaan yang melelahkan namun enak tersebut dengan penuh semangat tinggi. Hingga lima belas menit berlalu dan cairan-cairan encer dan bening memancar dari ujung penisnya menandai berakhirnya permainan malam itu. Setelah pergumulan panas itu usai.Sandra meminta Paijo menjauh dari dirinya. Mereka telah bergumul kurang lebih satu jam-an dan anak itu telah menyemburkan sperma sebanyak tiga kali. Sandra  sendiri memperoleh entah berapa kali orgasme. Tapi Sandra tak terlalu mementingkan itu lagi. Ia hanya berharap terapi yang diberikan Lila pada Paijo bisa berhasil. Plop! Batang penis Paijo tercabut lepas dari kukungan vagina Sandra dalam keadaan berlepotan lendir. Paijo langsung terlentang di sampingnya dengan napas terengah-engah dan tubuh bermandikan peluh. Sementara Sandra menatap langit-langit kamar dengan pikiran menerawang. Sepertinya ia tak terlalu menikmati persetubuhan malam ini.. Betul persetubuhan barusan berlansung sangat panas dan Paijo mampu membawanya berulang-ulang mencapai puncak kenikmatan.Tapi Sandra tetap merasakan sesuatu yang berbeda. Ada sesuatu yang kurang pada persetubuhan barusan. Ia tak merasa nyaman. Entah hal itu disebabkan karena hatinya masih diliputi kegalauan akan kepergian Alfi atau bukan.  Baginya saat-saat keintiman bersama Alfi  merupakan saat-saat yang paling diinginkannya. Anak itu tak hanya mampu membuat dirinya terhempas dalam kenikmatan ragawi tanpa batas akan tetapi membawa perasaannya ikut melambung dalam rasa nyaman dan….kebahagiaan. Alfi menjadikan segalanya menjadi sesuatu yang  jauh lebih indah. Seakan ia menegaskan arti  perbedaan antara bersetubuh dengan bercinta.
Sandra memejamkan matanya sementara pikirannya semakin jauh melayang berkelana  menuju ke masa lalu. Tepatnya dua tahun yang lalu. Di masa itu ia belum menikah dengan Didiet. Kala itu dirinya berada di sebuah kamar. Sebuah  kamar yang penuh dengan kenangan indah yang tak terlupakan sekaligus sangat mendebarkan. Dari dalam kamar itu ia dapat mendengar suara deburan ombak di pantai. Sebuah kamar yang memiliki sebuah tempat tidur besar yang nyaman dan tertutup oleh seprey putih. Di atas ranjang itu ia melihat sesosok tubuh ramping berkulit gelap tengah menantinya. Sosok anak lelaki yang belum dikenalnya  dalam keadaan…. telanjang bulat! Sambil mengenang peristiwa itu jemari lentiknya menjelajah ke arah selangkangannya sendiri. Perlahan ia menyentuh permukaan vaginanya yang masih basah belepotan oleh lendir Paijo. Sementara tangannya yang satu lagi meremas-remas payudaranya yang putih montok. Desahannya membuat Paijo menoleh ke samping.
“Lho Bu..ibu sedang apa?” tanya pemuda itu heran ketika melihat Sandra merangsang diri sambil menggelinjang-mengelinjang.
“Stttt  Jo… jangan ganggu aku” ujar Sandra di sela-sela desahannya.
“Ibu belum puas ya?.” tanyanya penasaran mengingat Sandra sudah sering ‘dapet’ saat bersetubuh dengannya tadi.
“Diam kamu Jo!” hardik Sandra yang merasa terganggu oleh pertanyaan-pertanyaan Paijo.
Paijo terkejut oleh suara Sandra yang meninggi. Ia sudah cukup hapal bila suasana hati majikannya yang cantik itu sedang tidak nyaman sehingga ia memutuskan tak akan bertanya lagi. Sandra kembali memejamkan matanya. Ingatannya kembali berkelana ke masa lalu. Di mana saat itu ia tengah dilanda kebimbangan. Ada rasa takut dan juga keraguan. Berkali-kali ia menoleh ke luar kamar di mana Didiet yang kala itu belum menjadi suaminya sedang duduk bersandar di sebuah sofa sambil terus tersenyum kepadanya. Begitu banyak pertanyaan yang melintas di benaknya. Mengapa bukan Didiet sendiri saja melakukannya? Mengapa harus dengan anak sekecil itu? Atau setidaknya jangan di kali pertama karena saat itu ia masih perawan!. Bahkan sempat saat itu ia mempertanyakan dalam hati seberapa besar-kah cinta Didiet kepadanya sehingga merelakan calon istrinya sendiri melakukan itu? Rasanya ia dan Didiet sudah cukup berargument soal ini. Tapi memang dasar Didiet tak pernah menyerah. Berulang kali pemuda yang bakal menjadi suaminya itu berusaha meyakinkan dirinya jika ia akan menepati janjinya untuk menikahinya setelah semua itu terjadi. Sandra menarik napas dalam-dalam. Lalu ia hembusan lagi cepat sebagai upaya melepas kegalauan hatinya. Ia berpikir memang ia dan Didiet cukup lama berpacaran. Jika saja Didiet mau ia bisa saja mengambil kegadisan kekasihnya itu sejak kemarin-kemarin. Tapi sepertinya Didiet memang merencanakan dan menanti saat-saat ini sejak lama. Lagian bukankah mereka memang sudah berencana menikah akhir tahun itu bahkan keluarga dari kedua belah pihak juga sudah tahu. Jadi Sandra merasa tak ada lagi yang perlu ia kuatirkan. Setelah ia membuang jauh-jauh keragu-raguannya dan memantapkan hatinya untuk melakukan permintaan aneh dari sang kekasih tercinta tersebut, akhirnya ia melangkahkan kakinya ke kasur dengan jantung berdebar.
Dari jarak yang cukup dekat ia dapat memandang dengan jelas wajah calon lelaki yang akan memerawaninya itu. Masih begitu belia. Mungkin baru memasuki masa-masa pubernya. Paling-paling usia anak itu belum lagi lima belas tahun. Tubuh yang kurus kering sehingga nampak tulang iganya bertonjolan. Kulitnya hitam terjemur panas matahari. Pada kulit pipinya yang hitam terdapat beberapa bola-bola kecil berwaena putih… panu!. Sosok seperti inikah yang memenuhi fantasi si Didiet? Baru saja ia duduk di pinggir kasur. Ia terkejut ketika anak itu secara tiba-tiba menyergap bibirnya. Semula ia ingin marah dan menolak tubuh anak itu kebelakang. Namun itu tak jadi ia lakukan. Ciuman yang dilancarkan anak itu bukanlah ciuman sederhana. Itu merupakan ciuman seorang yang sangat berpengalaman dan ada kenikmatan di dalam situ. Ia terpaksa membuka mulutnya menerima sodoran lidahnya. Sepertinya anak itu ternyata memang sudah biasa dan mahir dalam urusan begini. Berarti reputasi bocah itu yang ia dengar dari Didiet pastilah juga benar. Nama anak itu Alfi. Didiet mengatakan jika ibunya adalah seorang lonte. Dan Alfi hidup dan tumbuh di dalam lingkungan prostitusi. Ia terbiasa melihat, meniru bahkan ikut melakukan perbuatan apa saja yang dilakukan oleh para orang dewasa di sekitarnya sejak ia kecil. Tak mengherankan jika Alfi dapat mengenali titik-titik yang menyenangan pada tubuh wanita. Sandra sendiri tak pernah tahu atau menyelidiki letaknya. Bahkan ketika Alfi memberinya rangsangan puting, Itu menjadi sebuah titik awal buatnya melakukan penyerahan diri. Meski itu bukanlah  yang pertama kali baginya merasakan hal itu karena Didiet pun cukup sering melakukannya di kala bermesraan dengannya. Tapi tak senikmat jika Alfi yang melakukannya. Jelas kemampuan Paijo tak bisa dibandingkan dengan Alfi. Anak kampung itu hanya mengikuti nalurinya saja. Jangankan Paijo, Didiet saja tak pernah melakukan hal itu secara benar bahkan hingga bertahun-tahun ke depan di masa pernikahan mereka. Sandra ingat ia hanya bisa mendesah  pasrah ketika rangsangan demi rangsangan dari Alfi menjadi semakin kuat dan tak tak terkendali. Ia merasa ia tak mesti harus bertahan ataupun berhenti saat itu. Bahkan ia siap menerima apapun yang akan diperbuat anak itu setelah itu padanya. Namun Sandra terpana kala itu melihat sesuatu yang besar berwarna lebih gelap dari kulit bagian tubuh yang lainnya mencuat di antara kedua paha anak itu. Itu! Bukan lagi milik anak kecil! Duh! Anak ini-pun ternyata belum lagi di sunat pikir Sandra ketika melihat ujung titit anak itu yang masih tertutup kulup. Ia berharap Didiet sudah memeriksa sebelumnya jika Alfi tak mengindap penyakit kelamin. Sandra-pun memastikan jika ia pasti akan sangat kesakitan dan menderita bila benda yang sudah dalam kondisi mengacung tegak itu memasuki alat kelaminnya.  Beberapa menit ke depan ia akan membiarkan Penis Alfi yang selama ini kerap dipakai buat mengaduk begitu banyak lobang vagina para lonte itu menjadi penis pertama yang masuk ke dalam liang senggamanya dan sekaligus merengut kegadisannya. Tapi Sandra juga ingat bagaimana benda itu membuatnya mengalami apa yang di sebut sebagai orgasme buat pertama kali. Saat itu Alfi belum lagi benar-benar menyenggamainya. Ia hanya memasukan penisnya sedalam dua atau tiga sentian saja. Sungguh tak terlukiskan betapa  nikmatnya saat daging yang menyumbat mulut kelaminnya itu bergerak keluar dan masuk secara lembut di permukaan selaput daranya. Lalu membuatnya mengejang, berkontraksi selama beberapa menit.
Sementara itu Paijo terperangah  menonton kejadian luar biasa itu di hadapannya tanpa berani mendekat. Sandra mengelinjang dan merintih sambil menggoyangkan pinggulnya secara liar.  Ia tahu persis saat itu Sandra sedang membayangkan bercinta dengan seseorang dan ia juga yakin orang tersebut jelas bukan dirinya.

“Ouuughh!!!” Sandra terus mendesah panjang dalam kenikmatan dan kenangan masa lalunya itu.
Sandra sendiri tak lagi memperdulikan ada tidaknya Paijo di situ. Ia terus larut dalam alunan memori indahnya. Ia masih ingat  saat itu ia sempat kuatir jika sampai hamil ketika Alfi merengek minta berejakulasi di dalam vaginanya. Sebab meski Alfi mengaku benihnya belumlah subur namun tetap tak ada jaminan pasti jika ia tak bakalan hamil. Tapi ia tak kuasa menolak setiap kesenangan yang di berikan anak itu. Ia juga tak tahu mengapa malam itu ia tak mencoba mempertahankan lambang kesuciannya sebagai seorang wanita. Seakan ia sudah merelakan jiwa raganya bulat-bulat untuk menjadi budak mainan seks bagi kesenangan fantasi-nya Didiet. Hingga akhirnya ia mengizinkan Alfi  untuk menodainya….dan anak itu melakukannya…
“Ouhgggg  ….Fiii!!!” Sandra sontak terpekik. Di bawah kukungan fantasinya Sandra mengalami sebuah orgasme yang kuat. Organ dalam kewanitaannya berkontraksi dengan hebat membawanya menuju ke sebuah kesenangan tertinggi. Cairan cintanya meluber dari liang senggamanya membasahi seprey. Kenangan saat terjadinya puncak peristiwa itu memenuhi segenap alam bawah sadarnya. Ia seolah dapat kembali merasakan bagaimana indahnya penyatuan saat itu. Batapa mencengangkan kenikmatan yang bercampur rasa sakit tatkala selaput daranya merenggang dan terkoyak oleh terjangan penis anak itu. Ia-pun ingat bagaimana rasanya untuk pertama kali sebuah alat kelamin pria berdenyut-denyut dengan kuatnya sambil memancutkan sperma di dalam vaginanya. Sementara itu di sisi lain tempat tidur, Paijo tercengang menyaksikan semua peristiwa itu. Tubuh sintal Sandra tersentak-sentak dilanda sebuah orgasme yang sedemikian kuatnya. Dari jeritan Sandra barusan  membuatnya jadi tahu bahwa seseorang yang sedang dibayangkan Sandra ternyata adalah Alfi. Pemuda yang selama ini menjadi rivalnya itu! Bagaimana mungkin seorang wanita bisa memperoleh orgasme sedemikian kuat tanpa melakukan persetubuhan. Sedemikian besarkah pengaruh  seorang Alfi bagi Sandra?
Rasa tidak senang atau lebih tepat dikatakan cemburu merambati hati Paijo. Huh! Apa sih kelebihan si Alfi itu sehingga Sandra  masih juga memikirkannya? umpat Paijo dalam hati. Padahal tadinya ia merasa gembira karena  pemuda  yang menjadi penghalang utama bagi hubungannya dengan Sandra itu telah pergi dari rumah ini.. Tapi persetan! Biar saja Sandra menghayalkan Alfi atau suaminya. Yang jelas saat ini dirinyalah yang sedang  menikmati tubuh molek Sandra di atas ranjang bukan kedua orang itu.. Paijo beringsut mendekatkan kepalanya ke arah selangkangan Sandra dengan tujuan memberikan rangsangan agar wanita itu terpancing buat kembali melakukan kemesraan dengannya. Namun Sandra segera mengepitkan kedua pahanya sebagai tanda penolakan bagi dirinya. Paijo sendiri sepertinya belum mau menyerah. Namun ketika ia baru saja mencoba mendekat,
“Jo jangan ganggu aku!. Aku capek dan ingin tidur!” hardik Sandra sambil membalikan tubuhnya menghadap ke arah dinding membelakangi Paijo.
Mendengar itu Paijo menghentikan upayanya. Sesungguhnya ia masih merasa ‘panas’ melihat Sandra menghayalkan diri Alfi namun ia pun  sadar ia tak mungkin memaksa Sandra. Bisa-bisa ia dihajar lagi oleh bibinya seperti tempo hari. Lagian ia juga sebenarnya sudah kehabisan amunisi. Tak hanya tubuhnya terasa sangat letih. penisnyapun juga sudah menciut kecil. Namun kejadian barusan membuatnya bertekat untuk mendapat ‘hati’ Sandra secara utuh sehingga dengan demikian ia akan memenangkan persaingannya dengan Alfi secara total. Paijo kembali terlentang di sisi lain ranjang jauh dari posisi tubuh Sandra. Tak lama kemudian akhirnya ia pun menyerah pada rasa letihnya dan tertidur pulas.
###########################
Malam semakin larut ketika Sandra mendapatkan sebuah mimpi di dalam tidurnya. Sandra merasakan dirinya tengah berada di sebuah tempat. Entah dimana, Ia sendiri belum pernah ke tempat itu sebelumnya. Tebing dan jurang mendominasi pandangannya. Udara dingin berkabut tipis menyelimuti sekeliling sekaligus menghalangi sinar matahari menerpa tubuhnya. Suasana begitu sunyi dan sepi justru membuat hatinya tak nyaman berada di situ. Ia memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu meski ia tak tahu pasti harus menuju kemana. Ia melangkah dengan hati-hati di atas batu terjal dan licin. Titik-titik air  dibawa oleh kabut telah membasahi permukaan tempat itu. Ketika ia sedang meniti langkahnya tiba-tiba ia melihat sesosok tubuh berjalan tak begitu jauh di depannya di antara kabut yang menghalangi pandangannya. Sandra bergegas mempercepat langkahnya. Ia harus dapat menyusul orang itu agar bisa membantunya keluar dari tempat asing ini. Ketika jaraknya dengan orang tersebut semakin dekat. Sandra sempat tertegun. Sepertinya ia mengenali orang itu. Dari bentuk tubuh, gerak gerik, pakaian terutama tas ransel yang sedang dipakainya.  Tak salah lagi itu pikir Sandra. Itu pasti Alfi!
“Fiiii!! Tunggu kakakk!!!” teriak Sandra mencoba memberi tahu keberadaannya di situ.
Orang itu berhenti melangkah lalu berbalik ke arahnya. Dan benar saja dugaan Sandra itu memang Alfi adanya.
“Kakakk?!”
“Iya Fiii..ini kakakk!!” sahut Sandra kegirangan.
Sungguh tak dinyana bisa ia bertemu Alfi di tempat ini. Apalagi saat pemuda itu tersenyum lebar ketika melihat dirinya. Duh! Ada sinar kerinduan yang begitu dalam terpancar dari mata anak itu. Sebesar rasa rindunya sendiri pada Alfi. Alfi  berlari kecil menyongsongnya. Ketika itu Sandra merasa perlu memperingatan Alfi agar berhati-hati karena jalan di situ sangat licin. Namun belum sempat ia bertindak, Tahu-tahu Alfi sudah terpleset dan hilang keseimbangan.
“Bruakk!” Alfipun jatuh terguling dan membawanya hingga ke arah bibir jurang.
“Argghhh Fiii!” Sandra berteriak cemas saat melihat kejadian itu terjadi. Semuanya berlangsung dengan begitu cepat.
Tangan Alfi sempat menangkap sebuah cadas yang menonjolan untuk berpegangan. Tetapi posisi tubuhnya telah menggantung di atas jurang.
“Bertahanlah Fii, kakak akan menolongmu!” teriak Sandra panik sambil berusaha melangkah menuju posisi anak itu.
Tetapi entah mengapa seluruh persendian kakinya mendadak menjadi begitu kaku. Menjadikan langkahnya begitu berat dan lambat padahal ia harus sesegera mungkin menolong Alfi. Upayanya memperkecil jaraknya menjadi sangat tidak mudah. Jarak yang terlihat hanya beberapa meter saja itu seakan begitu sukar di tempuh. Rasanya lama sekali ia mencapai  tempat yang ia tuju. Sandra menengok ke arah bawah. Sungguh mengerikan! lubang yang menganga di bawah tubuh Alfi itu benar-benar dalam dan tak terlihat dasarnya. Kabut tipis berarak melintas menambah keseramannya. Namun rasa sayangnya pada anak itu telah mengalahkan rasa takutnya itu. Ia merebahkan tubuhnya sambil menjulurkan tangannya ke arah Alfi. Tapi sepertinya  itu belum cukup untuk menggapai tangan Alfi. Nampaknya Alfilah yang harus berusaha meraih tangannya agar dapat naik.
“Fi, apakah engkau bisa menggapai tangan kakak?!”
“Sebentarr kak…Alfii..haruss… mencari tempat untuk berpijak duluu..”
Alfi mencoba berayun ke samping. Dan sepertinya ia berhasil. Sebuah cerukan kecil cukup buat ia meletakan salah satu kakinya. Posisi yang cukup baik bagi Alfi. Namun dengan hanya satu buah tangan dan kaki yang terbebas ia masih belum lepas dari kesulitan. Semua peralatan mendakinya berada di dalam ransel pada punggungnya. Dan ia tak ada kesempatan mempergunakan itu. Kemungkinan batu tempat ia berpegang dan berpijak tidak kuat terus-terusan menyanggah tubuhnya. Satu-satunya cara ia harus melakukan penyelamatan diri dengan memanjat secara manual secepat mungkin mempergunakan kekuatan otot –otot tangan dan kakinya tanpa bantuan alat. Sandra menekan tubuhnya lebih rapat ke tanah sambil terus menjulurkan tangannya.
“Fii!! Apa yang kamu tunggu? Ayo pegang tangan kakak Fii!” ujar Sandra karena Alfi belum juga menyambut uluran tangannya.
“Nanti dulu kak. Ada sesuatu yang ingin Alfi berikan dulu ke kakak” ucap Alfi sambil merogoh saku celananya.
Tadinya Sandra mengira Alfi ingin ia melakukan sesuatu yang ada kaitannya dengan cara penyelamatan di saat pendakian.
“Coba lihat ini kakak pasti suka.” ujar Alfi menyodorkan sesuatu pada Sandra.
Sandra dapat melihat benda itu adalah sebuah cincin. Apa-apaan anak ini? Gerutu Sandra dalam hati. Pada saat seperti ini Alfi masih mementingkan hal lain padahal jiwanya sedang dalam bahaya besar.
“Aduhh Fii, tidak usah urusi hal lain dulu! Kamu tak boleh lama-lama berdiri di situ. Cepat sambut tangan kakak!”
“Tapi kak ini penting sekali”
“Fii nanti saja!. Kakak hanya mau kamu naik sekarang!”perintah Sandra kesal.
“Tidak mau! Ambil cincinya dulu kak!” ujar Alfi ngotot menyodorkan benda itu.
Dasar keras kepala!  Sandra tahu Alfi ingin menyenangkan hatinya. Ia tak ingin berbantahan pada situasi genting seperti ini. Lebih baik ia mengambil cincin itu terlebih dahulu agar Alfi senang. Ketika ia berhasil meraih cincin itu, ia dapat melihat benda itu memang begitu indahnya  dengan sebuah hiasan kecil berbentuk hati menghiasinya. Dan yang sangat luar bisa sebuah cahaya berwarna merah membias lembut dari situ. Hanya saja Sandra heran dari mana Alfi memperoleh benda seindah itu. Namun itu tidaklah penting dan sekarang bukanlah saat yang tepat mengurusi hal semacam itu.
“Bagus kan kak? Itu Alfi berikan buat kakak sebagai tanda cinta Alfi pada kakak”
“Ya sayang, kakak suka sekali. Nah sekarang  kamu sambut tangan kakak! Ayoo!”
Namun Alfi belum juga menjulurkan tangannya. Ia hanya tersenyum. Bola matanya menatap Sandra dengan pandangan sendu. Entah mengapa mendadak Sandra tak suka melihat ekspresi Alfi saat itu. Seakan itu sebuah ucapan ….selamat tinggal!.
Tiba-tiba…“Kraakk!!” Terdengar suara berderak keras berasal dari tempat pijakan Alfi yang pecah berhamburan.
Terasa beban berat pada ransel di punggungnya itu semakin membuat Alfi kesulitan mempertahankan peganggannya. Ketika jemarinya kecilnya mencapai batas yang mampu ia tahan…. Akhirnya Alfi menyerah. Pegangannya terlepas dan seketika itu juga tubuhnya dengan cepat meluncur jatuh menyusul bebatuan kecil tempatnya berpijak tadi..
“FIiiiiiiiiiiiii!!!!!!!!!!!” Sandra terpekik kaget dan ngeri.
Kejadian itu berlangsung dengan cepat dan ia benar-benar dibuat tak berdaya. Anehnya Alfi tak nampak ketakutan. Sandra justru melihat senyum mengembang di bibir anak itu beberapa saat sebelum kabut tebal yang menutupi dasar jurang menelan tubuh Alfi hingga lenyap dari pandangannya.
“Fiiiiii!!!! Alfiiii!!!! Sandra menjerit histeris terus memanggil nama anak itu berulang-ulang. Namun tak ada jawaban. Ia hanya mendengar gema suaranya sendiri bersaut-sautan.
“Huu… huu… huu…Fiiiii. Kamuu kenapaaa sih?! Tadikan kakak sudah bilang! Huuu huu…”
Sandra menangis sejadi jadinya karena rasa sedih bercampur dengan kesal. Kalau saja  tadi Alfi tak membuang-buang waktu buat menyenangkan dirinya. Pasti hal ini tak perlu terjadi dan sekarang ia pasti sudah selamat. Pupus sudah segala rasa gembira yang sempat ia rasakan tadi dan berganti menjadi sebuah kedukaan.
#########################
“Buu…bu Sandra…bangun bu…” terdengar suara Paijo berusaha membangunkannya sambil mengguncang-guncang bahunya.
“Ehh.. uhhhh…kamu….Paijo?” Ia menatap sekelilingnya seakan ingin menegaskan lagi. Tak ada Alfi, cincin, kabut atau jurang. Ia memang masih di kamar, di atas ranjang bersprey kusut bersama Paijo.
Hhhh! Sandra-pun tersadar. Ternyata itu hanyalah sebuah  mimpi buruk. Tetapi apa yang ia impikan  barusan terasa begitu nyata. Bahkan sampai sekarangpun perasaannya masih terbawa suasana tadi.Ia memang berharap bisa bertemu Alfi di dalam mimpinya. Tapi yang seperti itu bukanlah sebuah mimpi yang ia harapkan. Ia bangkit dan duduk di bibir tempat tidur sambil mengusap sisa air matanya yang tadi terkeluar.
“Ibu baik-baik saja?”
“Kamu teruskan saja tidurmu Jo. Aku tidak apa-apa”jawab Sandra setelah ia bisa menguasai perasaannya.
“Ibu mimpi apa barusan?”tanya Paijo ingin tahu.
Sandra hanya diam
“Tentang…kang Alfi.ya bu?”Tebak Paijo penuh dengan rasa penasaran.
Sandra kembali tak menjawab rangkaian pertanyaan Paijo. Mukanya yang masam membuat hati Paijo agak kecut dan tak lagi bertanya-tanya. Lagi-lagi si Alfi! Keluh Paijo dalam hati. Pemuda itu  kembali membaringkan diri dengan menyimpan banyak ganjalan di dalam hatinya. Sandra menoleh ke arah jam dinding. Pukul lima. Ternyata sudah menjelang pagi.  Rasa kantuknya mendadak hilang. Mimpinya barusan masih saja memenuhi pikirannya.  Meski ia bersyukur yang terjadi barusan hanyalah mimpi. Namun hatinya tetap merasa cemas mengingat Alfi benar-benar masih berada di gunung yang menakutkan itu. Sandra bangkit dari tempat tidur dan mengenakan pakaiannya. Lalu pergi ke teras belakang rumahnya. Ia duduk termenung sendirian di pinggir kolam renang hingga matahari keluar dari upuk timur.
#############################
Pagi itu.
“Jo?”panggil Sandra yang  saat itu  sedang duduk di ruang makan. Dan Paijo segera datang.
“Ya  bu?”
“Duduklah. Ada yang ingin kusampaikan padamu”Sandra berhenti sejenak. Setelah Paijo duduk ia lalu melanjutkan perkataannya.
”Engkau tentunya tahu jika apa yang telah kita lakukan selama ini seharusnya tak boleh terjadi dan penuh dengan resiko karena aku adalah seorang wanita yang masih memiliki seorang suami.”
“Tahu bu”
“Oleh karena itu kau hanya akan kuberi waktu hingga akhir bulan ini saja buat membuahi-rahimku. Setelah itu,  berhasil atau tidak  kita harus menghentikan ini semua dan kamu harus pergi dari kehidupanku.”
“Loh kenapa cuma hingga akhir bulan bu?. Saya bersedia melakukannya sampai ibu benar-benar hamil” Paijo benar-benar tak rela jika harus mengakhiri keindahan hubungannya bersama Sandra.
“Tidak Jo. Ini sudah menjadi keputusanku. Kita tak bisa terus bersama. Kuanggap kita sudah mendapat cukup kesempatan buat mencoba. Dan aku sudah terlalu banyak yang kukorbankan bagi kehamilan ini termasuk mempertaruhkan keutuhan perkawinanku dan hubunganku dengan Alfi. Kuharap kamu-pun sudah cukup puas karena dapat menikmati tubuhku selama ini”
“Tidak mau!. Saya ingin tetap di sini bersama ibu” Ujar Paijo ngotot. Biar dia dari kampung dan bodoh tetapi mana mau ia menghentikan pekerjaan yang enak itu. Seumur hidup belum tentu ia mendapat kesempatan seperti ini lagi. Bertemu dengan majikan yang cantik dan sexy, bisa dientot pula.
“Turuti saja apa kataku! Jika kau tetap membandel maka  aku tak segan-segan akan memotong penismu yang menjijikan itu!”hardik Sandra dongkol.
Paijo terperanjat dan bergidik ngeri mendengar wanita cantik ini juga mengeluarkan ancaman yang persis sama seperti yang pernah Alfi lontarkan padanya tempo hari. Ia merasa heran mengapa begitu banyak orang yang ingin memotong penisnya. Seakan tak ada bagian lain dari tubuhnya yang lebih berharga di potong. Meski di dalam hati Paijo sangat tak ingin berpisah dengan wanita ini namun ia tak berani lagi berbantah.
#########################
Siangnya
Niken datang mengunjungi Sandra. Ia sengaja datang sendirian tanpa membawa serta bayinya.
“Sendirian saja Nien? Mana Fini?”tanya Sandra
“Kutinggal di rumah mumpung  Donnie tidak ngantor hari ini”.
“Duh kenapa tak kau bawa ia kemari. Aku ingin mencubit pipinya yang gemesin itu”
“Tadi begitu  selesai mimik ia langsung tertidur. Di lain waktu ia pasti kubawa kemari. Eh kok sepi sekali, Mana yang lain?”
“Dian seminar ke Singapore. Nadine menyusul Didiet ke kota G menggantikan aku buat bulan ini. Kasihan Didiet. Ia terlalu sering sendirian dalam waktu yang lama. Engkau tentu mengerti maksudku kan? Dan kupikir Nadine juga sangat  membutuhkan ‘itu’ sejak Alfi pergi”
“Begitu rupanya.”
“Eh, kau mau minum apa?” ujar Sandra menuju ke arah pantry. Niken mengikutinya dari belakang.
“Tak usah repot-repot. Aku bisa mengambilnya sendiri nanti. Oya Sand apakah sudah ada kabar dari Alfi sejak kepergiannya tempo hari?”
Sandra menghela napas panjang.
“Belum Nien. Setiap hari  bahkan setiap saat aku selalu menantikan kabar darinya namun sampai saat ini tak satu kalipun ia menelponku. Mungkin ia masih marah atau justru semakin membenci diriku”
“Kupikir dugaanmu keliru. Alfi melakukan itu justru karena sangat mencintaimu. Ia sengaja menyingkir karena tak ingin mengganggu kebersamaanmu dengan Paijo”
“Aku benar-benar merasa bersalah padanya. Aku ..aaku .. tak menyangka jika ia menjadi begitu cemburu dan benar-benar nekat pergi juga ke gunung itu, Nien” ujar Sandra penuh rasa menyesal.
“Sand..Sand..sudahlah” bujuk Niken.
“Anak itu memang susah di tebak. Padahal selama ini ia tak pernah menunjukan rasa cemburu terhadap suamiku atau  pada Donnie dan juga Robert?”
“Jelas kamu tak dapat menyamakan antara hubunganmu dan Paijo dengan keberadaan Didiet sebagai suamimu atau hubungan Donnie dan aku dan juga hubungan Robert dan Lila. Bagi Alfi  kehadiran Paijo merupakan saingan sekaligus ancaman baginya dalam mendapatkan kasih sayangmu. Apalagi kamu merupakan wanita yang paling ia cintai di antara kita berlima”
“Bagaimana kau bisa berkata demikian Nien. Bukankah dia juga sangat menyukaimu seperti halnya ia menyukai diriku. Begitupun dengan yang lainnya?” Tanya Sandra.
Yang ia tahu bukan hanya ia seorang yang sangat di gilai oleh Alfi. Niken-pun begitu dipuja bak seorang dewi oleh Alfi..
“Memang Alfi tak pernah mengatakannya padaku secara langsung. Tapi kami berempat tahu akan hal itu” yang dimaksud Niken adalah dirinya, Nadine, Dian dan Lila
“Aku tetap tak yakin Nien”
Sambil berbincang Niken melangkah menuju ke arah kamar Alfi seakan ia sengaja menggiring Sandra menuju ke sana.
“Alfi tetaplah Alfi. Ia mencintai kita berlima sekaligus dengan cara yang unik. Anak itu menebar cintanya terhadap kita dengan kadar berbeda. Lihatlah Sand” Ujar Niken menunjuk sebuah gambar poster di antara sekian banyak poster yang menempel di dinding kamar. Jika dibandingkan dengan yang lain, poster tersebut terlihat paling mencolok. Sebuah poster berbentuk hati besar buatan tangan Alfi sendiri.
“Ada apa dengan poster itu, Nien?”Tanya Sandra ia tak melihat sesuatu yang aneh di situ. Itu hanya sebuah kreasi tangan biasa dan ia sudah sering melihatnya setiap kali masuk ke kamar ini.
“Coba kau perhatikan secara seksama”ujar Niken lagi.
Lama Sandra memperhatikannya untuk mengetahui apa makna yang diungkapkan Alfi di situ. Pada poster itu terbentuk dari tertebaran mozaik warna warni. Sebagian besar terdiri dari warna merah. Sedangkan sisanya terdiri empat buah warna namun warna pink lebih mendominasi bagian ini. Setelah beberapa saat Sandra terperangah takjub. Jika diperhatikan dengan seksama ternyata mozaik berwarna merah yang tersebar itu terbentuk dari hurup-hurup yang sangat kecil dan Sandra dapat membaca namanya tertulis di situ dalam jumlah yang tak terkira banyaknya. Dengan tangannya sendiri Alfi mengerjakan itu semua. Merangkai nama wanita yang ia sayangi satu persatu. Dan seakan-akan Alfi ingin mengungkapkan jika ia hanya memberikan tempat yang paling luas di dalam hatinya hanya untuk Sandra. Lalu Sandra memperhatikan sisi lain yang di dominasi oleh warna pink. Ia tahu warna pink pastilah mewakili diri Niken. Dan benar saja terlihat nama Niken di situ. Betapa semua itu membuat hati Sandra tersanjung dan terharu.
“Mungkin Alfi sering mengungkapkan betapa besar cintanya padamu dengan berbagai macam cara, Sand. Hanya saja engkau tak begitu menyadarinya”  ujar Niken.
“Oh!” Tiba-tiba jantung Sandra berdetak keras saat menyadari sesuatu. Jika diperhatikan dengan seksama. Tebaran mozaik yang merupakan ungkapan isi ‘hati’ Alfi itu membentuk seperti sebuah…hati?! Ya. Hati!… Bukankah di dalam mimpinya Alfi memberinya sebuah cincin berhiaskan sebuah hati yang juga bercahaya kemerahan?! Pikir Sandra.
Mungkinkah ini sebuah kebetulan? ataukah sebuah firasat! Bagaimana pula dengan celakanya Alfi di mimpi itu? Mungkinkah hal itu juga bakal terjadi?! Ohh!..Sandra mendadak dirinya  dijalari rasa takut yang luar biasa.
”Ada apa Sand?!” Tanya Niken melihat perubahan pada air muka Sandra yang menjadi pucat.
“Aku…aku takut telah terjadi sesuatu yang buruk pada Alfi, Nien! Dan apabila hal itu benar terjadi maka aku sungguh tak bisa memaafkan diriku” ucap Sandra dengan suara bergetar. Niken meraih tangan Sandra dan menggenggamnya erat. Jemari Sandra terasa dingin saat tersentuh olehnya. Ia bimbing Sandra untuk duduk di ranjang Alfi. Lalu ia segera bergegas pergi ke pantry. Tak lama kemudian ia kembali lagi dengan segelas air putih di tangan.
“Minumlah dulu Sand. Setidaknya ini bisa membuatmu agak tenang”
“Ma kasih, Nien”
“Sand, tenangkan dirimu. Jangan engkau bebani pikiranmu dengan hal-hal yang belum tentu terjadi. Bisa-bisa engkau sakit nantinya. Berdoa saja agar Alfi baik-baik saja selama kepergiannya.”
Sandra membenarkan perkataan Niken. Tak seharusnya ia larut dalam kesusahan. Bukankah Lila juga mengatakan faktor psikologisnya juga dapat mempengaruhi upayanya untuk hamil.
“Nien…”
“Ya?”
“Bagaimana aku harus menerima dan membalas cinta Alfi yang sedemikian besar? Sedangkan aku sendiri tak yakin apa yang telah kami lakukan selama ini benar-benar di dasari oleh perasaan cinta”
“Haihh…Kurasa engkau masih takut menerima kenyataan itu seperti halnya diriku dulu, Sand?”
“Kenyataan apa, Nien?”
“Kenyataan…kalau cintamu padanya sebetulnya jauh lebih besar ketimbang cintamu pada suamimu sendiri”
Deg! kalimatnya terakhir dari Niken itu sungguh membuat jantung Sandra seakan berhenti berdetak.
“Nienn …aaku..akuu..pikir itu tak mungkin terjadiii”
“Mengapa kita harus mendustai perasaan kita sendiri, Sand?  Rasa cemasmu … kesedihanmu yang muncul akhir-akhir ini karena takut kehilangan dirinya apakah itu tak layak di sebut cinta? Ketahuilah selama satu tahun ini aku telah berusaha memberikan hatiku secara utuh bagi Donnie suamiku dan  menganggap kehadiran Alfi hanyalah sebagai solusi bagi masalah seksual yang di alami oleh Donnie selama ini. Awalnya aku kira semua itu akan berjalan sesuai dengan kehendakku namun ternyata aku salah….aku tak bisa Sand…”
“Nien…”
“Aku..aku  tak mampu memalingkan perasaanku terhadap anak itu….ia…telah memiliki segalanya… ragaku..termasuk hatiku”
“Ohh..Nienn!”
Sandra tak tak dapat membendung perasaannya lagi. Ia memeluk sahabatnya itu. Mencurahkan semuanya dalam pelukan dan tangis. Ia sadar apa yang dialami oleh Niken juga telah juga ia alami bahkan sebelum ia menikahi Didiet. Tak dapat ia pungkiri jika peristiwa indah dan mendebarkan bersama Alfi di dalam cottage di pantai  dua tahun yang silam benar-benar  telah meninggalkan bekas yang mendalam di dalam relung jiwanya. Namun ia selalu berusaha menepis kenyataan itu. Mengapa ia tak bisa seperti Niken yang mampu berkata jujur. Setidaknya terhadap dirinya sendiri. Mungkin saja ia lebih kuat ketimbang Niken. Namun hingga kapan ia harus bertahan? Lama pelukan mereka berlangsung. Setidaknya hal itu bisa memberikan sedikit rasa lega bagi hati mereka. Bahkan Sandra mulai bisa tertawa.
“Ada apa Sand?”
“Hi hi Aku hanya tak dapat membayangkan jika Didiet sampai mengetahui bahwa istrinya sebenarnya benar-benar telah jatuh cinta pada seseorang yang tadinya hanya dijadikan alat untuk mewujutkan fantasi liarnya ”
“Kurasa para suami kita tak perlu tahu soal ini. Biarlah hal itu menjadi ‘rahasia hati’ kita berdua..”
“Nien, terima kasih karena telah membukakan hatiku”
Sandra sadar meski ia mencintai Alfi namun hal itu tak bakal merubah apapun. Ia tetaplah istri syah Didiet. Namun ke depan hari-harinya sudah tidak sama lagi dengan sebelum ini. Kini ia tahu ia membutuhkan Alfi lebih dari hanya sekedar seks. Alfi-lah sesungguhnya tempat ia mencurahkan cinta dan kasih sayangnya.
“Itu gunanya sahabat Sand. Baiklah. Aku rasa aku harus pamit pulang dulu. Mudah-mudahan saja Alfi segera kembali tanpa halangan apapun ”
“Ya, Nien aku juga berharap demikian”
“Telepon aku bila kau butuh teman bicara”
“Terima kasih Nien”
#############################
Keesokan siang,
Tampak Dian baru saja pulang dari perjalanan seminarnya. Ketika itu Sandra sedang pergi bersama bik Iyah. Ia diam saja ketika tiba-tiba Paijo langsung memeluk dirinya. Anak ini sepertinya ketagihan gara-gara bercinta dengannya tempo hari. Sementara Paijo sendiri bertekat buat menaklukan Dian kali ini.
“Oh..buu..kita ke kamar saya yuk?” rayu Paijo.
“Aduhh  Jo, maaf aku tak bisa”
“Ayolahh..Sebentar saja buu..saya kangen banget sama ibuu” Ia benar-benar menginginkan wanita itu bercinta dengannya saat ini. Penisnyapun sudah menegang penuh dan mendesak celana usangnya.
“Tidak Jo”
“Kenapa buuu?”
“Aku tak ingin mengganggu masa-masa suburmu yang sengaja dipersiapkan buat kehamilan Sandra dan aku yakin dia  tak akan senang melihatmu membuang-buang spermamu pada wanita lain.”
Paijo terdiam sejenak. Melihat anak itu diam, Dian melanjutkan kalimatnya.
“Dan kukira kau harus berhati-hati dengan Sandra. Ia akan semakin depresi jika upayanya kali ini juga mengalami kegagalan. Tahukah engkau jika seorang wanita yang sedang dilanda  tekanan batin seperti itu biasanya suka bertindak nekat dan terkadang sadiz terutama sedang dalam keadaan kecewa” Dian sengaja menyelipkan kata-kata agak ‘horor’ yang bertujuan membuat takut Paijo.
“B..benarkah?”tanya Paijo tergagap. Ia jadi teringat akan ancaman Sandra tadi pagi.
“Sandra adalah sahabat baikku sejak lama dan aku mengenal sekali wataknya. Oleh karena itu  alangkah baiknya jika kamu bisa menahan hasratmu terhadap diriku kecuali jika kau ingin ia murka hi hi hi” tambah Dian Lagi
Paijo bergidik. Ucapan Dian benar adanya. Dan bukannya tak mungkin Sandra bakalan tahu bila mendapati penisnya tak cukup kuat ber-ereksi akibat bercinta dengan Dian. Rasa-rasanya ia tak begitu berani menanggung resiko apa yang akan terjadi kemudian.
Paijo tertunduk lesu dan memutuskan tak lagi mencoba merayu Dian.
##############################
Selama hampir satu setengah bulan sudah Hubungan Paijo dan Sandra berjalan dan setiap malam-nya Paijo berusaha melakukan kewajibannya terhadap wanita cantik itu sebaik-baiknya. Namun hubungan keduanya berjalan tak seperti sebelum-sebelumnya. Jika pada awalnya mereka berdua bercinta dengan dipenuhi hasrat gairah. Namun bagi Sandra hubungannya dengan Paijo sekarang ini benar-benar terasa hambar dan membosankan. Seperti layaknya sedang melakukan sebuah terapi yang rutin saja. Tak kata-kata mesrah apalagi ada perasaan kasih sayang buat Paijo. Sejak kepergian Alfi, hati dan pikiran Sandra selalu diliputi oleh rasa bersalah, kehilangan dan kekuatiran. Ia baru menyadari betapa ia sungguh tak dapat berpisah dari anak itu. Apalagia sejak malam di mana ia memimpikan Alfi, Ia tak lagi bisa menikmati persetubuhan dengan Paijo. Bahkan iapun pernah tak lagi merasakan orgasme.  Paijo bukannya tak berusaha. Ia sudah mengerahkan segenap kemampuan bersetubuhnya namun itu semua tak menimbulkan nikmat bagi Sandra. Sandra seakan sudah kehilangan gairah dan putus urat gelinya terhadap rangsangan Paijo. Ia hanya membiarkan Paijo mengengenjotnya hingga perlawanan anak itu berakhir dengan sendirinya. Kini yang tersisa dari hubungan ini hanyalah kepentingan pribadi semata. Bagi Sandra ia hanya mengejar sebuah kehamilan. Itu saja. Sedangkan buat Paijo sendiri ia tak lagi ambil peduli apakah Sandra terpuaskan olehnya atau tidak. Bisa hamil atau tidak. Yang penting ia bisa memanfaatkan waktu yang hanya tinggal sedikit ini buat menikmati tubuh majikannya itu.
##################################
Hingga pada di suatu pagi buta Sandra mengeluarkan alat test kehamilan-nya. Itu adalah waktu yang tepat bagi  seorang wanita memeriksa kehamilannya. Ia harus meneteskan sedikit urin-nya pada alat itu. Lalu proses selanjutnya adalah menunggu. Dengan tak sabar dan jantung berdebar ia menanti hasil yang muncul. Setelah lewat satu menit hanya sebuah garis horizontal yang tampak. Belum ada lagi yang muncul. Tapi ia tetap menunggu dengan was-was berharap akan muncul sebuah garis vertical yang menyilang pada garis pertama tadi sehingga membentuk lambang positif. Sampai waktu yang ditentukan oleh brosur habis apa yang ia harapkan tetap tak juga muncul. Hasilnya tetap saja sama…tak ada garis vertical..hanya garis minus…alias NEGATIF. Dengan geram Sandra membanting benda itu ke lantai kamar mandi hingga pecah berhamburan. Tubuhnya terasa lemas lunglai. Ia duduk di lantai dan tersandar di dinding sambil menangis sesegukan. Hatinya dipenuhi  rasa kecewa dan penyesalan. Percuma saja perselingkuhan yang ia lakukan selama ini. Hanyalah kesia-sia-an yang ia dapatkan. Satu bulan lebih ia menyerahkan tubuhnya buat dinikmati Paijo namun tak satu bayi-pun berhasil ditanamkan ke dalam rahimnya. Bahkan ia telah mengorbankan hubungannya dengan Alfi.
##################################
Pagi itu nampak Sandra duduk termenung sendirian menghadapi sarapannya di meja makan. Matanya yang masih bengkak karena kebanyakan menangis menambah warna kesedihan pada wajahnya.
“Bu, maaf mengganggu”
“Kebetulan kamu muncul Jo. Ada yang ingin aku sampaikan padamu mengenai test kehamilanku  pagi ini” ujar Sandra sambil membelah daging sosis dihadapannya untuk di masukan ke dalam roti sarapannya. Terkadang ia hanya memakan sedikit saja daging-dagingan. Itu ia lakukan buat menjaga keindahan tubuhnya.
“Ba..gaimana hasil-nya bu?” ujar Paijo gugup sambil memperhatikan pisau yang berkilat di tangan Sandra.
Cress! Satu kali ayunan sosis berwarna merah itu terbelah dua. Glekkk…Paijo menelan ludah bukan ngiler karena ingin makan sosis. Ia teringat ancaman Sandra tempo hari. Ia merasa ngeri membayangkan bila yang terpotong itu bukanlah sosis melainkan…penisnya. Kasihan pemuda itu, jidat sampai mengeluarkan keringat dingin karena begitu takut-nya.
“Negatif  Jo! Aku tidak hamil!”ujar Sandra
“Be..benarkah itu bu?” Wajah Paijo bertambah pucat pasi mendengar berita itu.
“Ya, dan Kamu sudah gagal, Jo!!”
“B bo..lehkah saya minta kesempatan buat berusaha lagi bu?”
“Percuma saja..itu tak akan berhasil!. Engkau tak mungkin mampu membuatku hamil sebab dirimu mandul!”
Paijo terperanjat bukan main.
“Me..ngapa ibu bekata demikian?”
“Hasil test kesuburan pada laboratorium tempo hari menunjukan jika sel spermamu tidak subur. Bahkan setelah diberikan terapi sekalipun, kamu ternyata tetap saja mandul!”
“Tetapi  bagaimana mungkin?…Surti ?”
“Aku tidak tahu itu. Tanyakan pada dirimu sendiri benarkah janin di dalam kandungan Surti memang betul-betul anakmu?”tukas Sandra.
Paijo tersentak kaget mendengar perkataan terakhir Sandra. Jantungnya berdetak keras serta perasaan tidak enak menerpa sanubarinya. Ada satu hal yang selama ini memang sangat menggelisahkannya. Seakan-akan ada tabir yang harus ia kuak sedikit demi sedikit. Ia juga heran saat itu. Mengapa tiba-tiba Surti mendadak menjadi suka kepadanya yang sebatang kara dan tak punya apa-apa ini padahal ia tahu gadis itu sudah memiliki seorang pacar bernama Ipung. Pemuda itu boleh dikatakan sebagai playboy-nya  kampung karena selain agak ganteng buat ukuran kampung, juga memiliki orang tua tergolong kaya dan memiliki hektaran sawah di desanya. Pada suatu hari ia melihat Surti duduk seorang diri termenung di kelas. Paijo yang memang sejak lama memendam rasa cinta pada Surti menawarkan diri untuk mengantar gadis itu pulang. Paijo merasa mendapat angin karena gadis itu tak menolak.
Begitulah berjalan satu minggu ia masih sering melihat Surti termenung dan menangis sendiri. Ia tak tahu kesedihan Surti itu karena diputus oleh Ipung. Namun ia tak pernah ada keberanian untuk menanyakannya. Yang penting ia senang karena bisa berdekatan dengan gadis pujaannya itu. Hingga pada suatu hari, terjadi suatu hal yang luar biasa di dalam hidup Paijo. Kala ia seperti biasa menemani Surti duduk melamun di kelas seusai jam sekolah. Hari itu semua guru maupun semua murid sudah pulang ke rumah. Tiba-tiba saja Surti menciumnya. Paijo terkejut ia tak menyangka gadis selembut bisa Surti melakukan itu. Paijo yang naïf., ia menganggap Surti sudah menerima cintanya. Ciuman itu berlangsung semakin panas dan berlanjut di lantai sekolah. Si perjaka katrok macam Paijo jelas tak kuasa bertahan dalam godaan kemesraan yang di susupkan Surti. Api birahinya meletup tak tertahankan dari tubuh pemuda yang baru melewati masa pubernya itu. Hingga semua itu terjadi. Dan ketika hal itu berakhir ia dihadapkan dengan persoalan baru yang mengharuskan ia berhenti sekolah dan merantau ke sini. Mengingat itu Paijo terhenyak lemas. Hati-nya mulai menduga-duga.
“Ma..afkan saya bu” hanya itu yang mampu ia katakan.
“Baiklah Jo, aku tak akan mempermasalahkannya tapi kamu masih ingat dengan perjanjian kita tempo hari kan?” Tanya Sandra dingin
“I..ingatt buu. Saya harus pergi meninggalkan rumah ini dan berjanji tidak akan   bilang ke siapa-siapa soal apa yang terjadi di sini.”
“Syukurlah kau ingat akan hal itu!“
“Besok pagi-pagi sekali saya akan pulang ke kampung”
“Mengapa harus besok?! Lebih cepat kamu pergi lebih baik sebelum suamiku pulang. Lagian aku tidak mau kamu mencari-cari kesempatan lagi buat mengulangi perbuatan kita selama ini”
“Ba..ikk buu… kalau begitu sa..ya pulangnya sekarang saja. Sayaa juga sudah janji sama kang Alfi ngga mau macem-macem. Lagian saya kasihan sama istri yang sudah lama saya tinggalkan”
“Bagus jika tak ada lagi yang perlu dibicarakan Silakan jika kamu ingin berkemas sekarang!”
“Ya bu, tapi ijinkan saya minta maaf kalau selama ini saya sudah buat masalah di sini…dan  saya  juga mengucapkan terima kasih atas kebaikan ibu pada saya selama ini. Saya tak bakal melupakan perjumpaan saya sama ibu. Sa..ya permisi sekarang bu”
Sandra tak lagi menjawab ucapannya. Sebenarya Ia tak sampai hati memperlakukan Paijo seperti itu. namun ia harus melakukan itu agar hubungan ini segera berakhir secepatnya. Sandra takut semakin lama bocah itu di sini ia kembali tak mampu menghindari ajakan serta rayuan Paijo buat kembali melakukan kemesraan sehingga mereka semakin larut  dalam perselingkuhan ini. Setelah Paijo berlalu. Bik Iyah datang ke arahnya.
“Maafkan  atas kelakuan Paijo selama ini, Non.” Ujar Wanita tua itu
“Tak mengapa bik. Mungkin ini sudah menjadi nasibku.”
“Non sa..”
“Tinggalkan aku sendiri bik. Sebaiknya bibik bantu saja Paijo berkemas dan berikan ini pada Paijo. Katakan untuk biaya isrinya melahirkan” potong Sandra sambil menyerahkan segepok uang pecahan seratusribuan kepada bik Iyah..
Bik Iyah tak bisa berkata lagi. Ia tak tahu bagaimana caranya menghibur Sandra saat ini. Namun ia turut dapat merasakan kesedihan bekas asuhannya itu. Ia pergi ke belakang meninggalkan Sandra sendirian di situ.


Cerita dewasa, cerita sex, cerita seru, gadis bispak, pelacur cantik, Sma Telanjang Penuh Nafsu Menggemaskan

0 komentar:

Posting Komentar