blog visitors

Kenangan Naik Bus Malam

mBak, ticket bus malam sudah dapet, nanti sore kita ketemu di Pool Bus paling lambat jam 15.30, karena start dijadwalkan jam 16.00” demikian kalimat sms yang aku kirimkan ke 0812........, nomor HP mbak Yanti.
Mbak Yanti adalah rekan kerja satu bagian di suatu Instansi Pemerintah di kota B, yang kebetulan sama-sama menekuni bidang penelitian dan besok pagi harus menghadiri seminar tentang Lingkungan Hidup di kota Y.
Selang beberapa menit HP-ku berdering, menandakan ada sms yang masuk “Oke bos, siap” sebaris kalimat yang cukup singkat tetapi jelas, sms dari mbak Yanti.


Aku saat itu berumur 48 th sudah menikah dengan 2 orang anak, sedangkan mbak Yanti baru berumur 37 th-an sudah menikah dengan seorang anak yang baru sekolah kelas 3 SD.
Di dalam keseharian, kami berhubungan cukup akrab, aku dan istriku mengenal baik keluarga mbak Yanti, mungkin karena perbedaan umur yang lumayan yauh, menyebabkan hubungan kami seperti seorang kakak dengan adiknya.
Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, aku ke Pool Bus Malam diantar oleh istri dan anakku yang besar yang merangkap sebagai driver. Aku hanya membawa tas tenteng kecil, karena rencananya hanya satu malam di kota Y. Sesampainya di pool bus malam aku secara otomatis menyapu pandang kesemua penjuru, tetapi mbak Yanti belum nampak, aku lirik penunjuk waktu di HP-ku memang baru menunjukkan jam 15.20. Aku bersama istriku menuju ke ruang tunggu yang kebetulan ada 2 bangku kosong, kami duduk sambil memperhatikan acara di TV yang ada di ruang tunggu tersebut.

Aku coba rileks sambil mengingat-ingat barangkali ada sesuatu yang tertinggal, rasanya semua yang dibutuhkan untuk acara besok sudah siap semuanya. Aku mulai gelisah ketika jam di dinding ruang tunggu telah menunjukkan jam 15.40 tetapi mbak Yanti belum kelihatan juga. Rupanya istriku menyadari kegelisahanku, “SMS aja mas” bisik istriku, aku maklum apa maksudnya lalu kutulis pesan singkat di HP-ku “mbak, posisi di mana?” ...... selang beberapa saat tet tet tet bunyi HP kunoku “5 menitan lagi”. Lega aku membaca sebaris kalimat itu, kalaupun 10 menit lagi berarti sekitar 15.50 nyampe, masih bisa ditolerir, tidak terlambat.

Sesuai perkiraanku, 12 menit sebelum keberangkatan bus, mbak Yanti nyampe dengan diantar oleh suami anaknya, dengan berlari-lari kecil mBak Yanti diiringi suami dan anaknya menuju bus yang sudah stand by. Kami sama-sama menaiki bus, mencocokkan nomor kursi dan mendapatkan tempat di baris ke-4 dari depan sebelah kiri, mbak Yanti duduk disebelah jendela sementara aku disebelah lorong. Kami mengatur bawaan masing-masing, dengan pertimbangan keamanan akhirnya tas tentengku di taruh mepet ke dinding bus dan tas mbak Yantu yang agak besar ditarus di atasnya, biasa kalu seorang wanita bepergian, banyak yang harus dibawa, jarang membawa tas yang kecil.

Para penumpang harap segera siap, bus dengan No Pol ........ akan segera di berangkatkan menuju ke kota Y” demikian terdengan suara petugas melalui pengeras suara. Istriku beserta suami mbak Yanti dan anaknya segera meninggalkan bus, sambil berucap hampir bersamaan “Hati-hati di jalan, kirim berita kalo sudah sampai”.
Tidak berapa lama bus mulai bergerak meninggalkan pool bus, aku dan mbak Yanti melambaikan tangan sampai istriku dan suami mbak Yanti tidak terlihat lagi. Apabila tidak ada halangan, maka bus malam akan sampai di kota Y nanti pagi sekitar jam 04.00. Suatu perjalanan yang akan cukup melelahkan, aku memutar otak “Apa yang akan kami lakukan supaya perjalanan yang panjang ini tidak menjemukan?”.

Untuk mengisi waktu kami ngobrol enteng seputar pekerjaan, keluarga dan lain sebagainya. Tanpa terasa, hari telah menjelang malam, ditandai dengan lampu jalanan yang sudah mulai menyala menerangi kegelapan. Lampu kecil di dalam bus juga mulai dinyalakan, sementara kami masih asik ngobrol segala macam, memang selama ini kami cukup akrab, jadi tidak ada lagi kecanggungan diantara kami.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 4 jam, terasa bus berbelok kesuatu tempat, rupanyanya sudah waktunya untuk makan malam dan kami bersama-sama dengan penumpang lain bergegas turun untuk sekedar melepaskan kepenatan dan untuk sekedar mengisi perut yang mulai terasa keroncongan.

Aku gak makan nasi ah” mbak Yanti berbisik, “Nyari minuman yang anget2 saja”. Aku sudah maklum, mbak Yanti selama ini memang jarang makan malam, takut melar badannya katanya. Kami mencari-cari, kebetulan ada kursi kosong di sudut yang kelihatannya cukup nyaman, bisa melihat ke semua penjuru. Kami memesan 2 teh manis panas dan 1 porsi mie godok yang kelihatannya cukup enak. Singkat cerita sekedar pengganjal perut dan meluruskan badan memakan waktu hampir 40 menit, dan perjalanan mulai dilanjutkan.

Lampu bus bagian dalam mulai di matikan, saya perhatikan beberapa penumpang sudah mulai menaikkan selimut tinggi-tinggi dan terdengar dengkuran halus yang menandakan sudah berangkat tidur. Mbak Yanti juga menaikkan selimut sampai ke dadanya, sementara kami masih ngobrol, udara AC di dalam bus memang cukup dingin. Aku mo tidur dulu ya, tadi malem tidurnya larut” bisik mbak Yanti, aku mengangguk tanda mengiyakan.

Setengah jam kemudian, terdengar dengkuran halus disertai nafas yang teratur dari mbak Yanti, rupanya memang ngantuk bener. Bus mulai dijalankan dengan kecepatan tinggi, aku tidak memperhatikan jalanan karena sedang asik memandangi wajah ayu yang damai sedang tertidur pulas di sebelahku. Sampai pada suatu saat bus berbelok yang cukup tajam sehingga memaksa aku untuk menahan berat badan mbak Yanti yang oleng ke kanan, sampai pada suatu saat kepala mbak Yanti menompang di pundakku. Aku merasa senang dengan momen ini, maka kuatur sedemikian rupa sampai akhirnya mbak Yanti tertidur diantara pundak dan dadaku, secara pelahan aku ulurkan tanganku ke belakang kepala melewati pundaknya, dan sambil sedikit menarik sehingga posisi mbak Yanti nyaman tidur di dadaku sambil miring, sementara tangan kiriku mendekap erat badan mbak Yanti.

Entah disengaja, atau memang udara AC yang cukup dingin, dengan posisi demikian terlihat mbak Yanti sangat nyaman, bahkan tersasa lebih merapat sehingga aku dapat mendekapnya dengan nyaman.
Saya melirik penunjuk waktu di HP-ku telah menunjukkan jam 12.30, aku malah bingung, kok tidak ngantuk? Sementara hampir seluruh penumpang sudah lelap di alam mimpinya masing-masing.
Timbul keisenganku, tangan kiriku aku dekapkan sedemikian rupa sehingga masuk ke balik selimut dan jari-jariku dapat menyentuh tonjolan empuk di dada mbak Yanti. Mulanya aku ragu, takut mbak Yanti tidak berkenan, karena selama ini memang hubungan kami tidak pernah kearah sana. Tapi mungkin karena didukung suasana yang menurutku cukup romantis, aku beranikan diri untuk mengelus ringan tonjolan di dada mbak Yanti, karena merasa tidak ada penolakan maka aku bertindak lebih jauh lagi, kucoba masukkan jari-jariku kebalik baju mbak Yanti sampai akhirnya aku dapat menyentuh langsung tonjolan daging yang terasa hangat dari celah-celah bajunya. Saat itu mbak Yanti memakai atasan yang ada kancingnya di depan.

Aku makin horni, tidak tau apa yang harus kuperbuat? Maka tangan kiriku makin berani lagi, tidak hanya mengelus, tetapi ditambah dengan sedikit remasan, sampai akhirnya teraba olehku tonjolan lembut diantara telunjuk dan jari tengahku, seolah mendapat mainan baru, aku makin bergairah mempermainkan tonjolan itu dan terasa tonjolan daging itu makin mengeras sampai aku di kagetkan dengan lenggukan lirih di bibir mbak Yanti “Uuuuhhhh ... ssssstttttt”. Dengan serta merta aku menghentikan segala kegiatan yang mengasikkan, segala macam pikiran berkecamuk di kepalaku “Apakah mbak Yanti marah?”, demikian pikiranku. Tetapi setelah ditunggu beberapa saat, ternyata tidak ada reaksi apa-apa, rupanya mbak Yanti memang tidur nyenyak dan tadi mungkin terbawa mimpi.

Kembali aktivitas yang mengasyikkan tadi aku lanjutkan, masih sekitar remasan dan mempermainkan puting yang terasa mulai mengeras, karena tidak ada penolakan, aku semakin berani, aku tarik selimut mbak Yanti kearahku sehingga menyelimuti kami berdua, dan setelah aku perhatikan sebentar disekelilingku tidak ada penumpang yang terbangun, aktivitas dilanjutkan, tangan kanan aku gunakan di bawah selimut mencari-cari tonjolan yang mengasikkan, tidak terlalu sulit, dengan tangan kananku ini makin luas daerah yang dapat dieksplorasi, kedua tonjolan kiri dan kanan silih berganti aku remas-remas sambil ku pelintir halus putingnya bergantian, permainan makin mengasyikkan, tetapi aku merasakan suatu hambatan karena tonjolan menggairahkan tersebut masih tertutup BH. “Sssstttttt .... uuuhhhh .... sssttttt” desahan-desahan yang makin membangkitkan gairah terdengar halus dari bibir mbak Yanti. Aku semakin menjadi-jadi, alam sadarku sudah tidah bisa berpikir waras, tidak terpikirkan lagi apakah nanti mbak Yanti akan marah atu tidak kalau mengetahui buah dadanya aku obok-obok. Sampai pada suatu saat yang sangat menegangkan, di dalam lenggukan-lenggukan kenikmatan itu mbak Yanti menggerakkan tangannya, aku perhatikan matanya masih tertutup disertai desahan lirih di bibirnya. Tangan mbak Yanti dengan gerakan yang sangat halus, sehingga tidak kentara apa yang dilakukan di balik selimut, tangan itu bergerak menuju ke arah dadanya, aku mengira akan menghentikan segala kekurangajaranku, aku hanya pasrah, memang aku telah melakukan suatu kekurang ajaran yang tidak semestinya aku lakukan.

Tetapi, diluar perkiraan, tangan mbak Yanti justru membuka hampir seluruh kancing baju dan meraih BH yang dipakainya dan menarik ke arah atas sehingga payudara mbak Yanti yang tidak terlalu besar itu bebas untuk di eksplorasi. Melihat kenyataan ini, aku makin diberi angin, aktivitas makin menggila, tonjolan buahdada itu habis aku remas-remas menggunakan kedua tanganku dan desahan mbak Yanti makin panjang dan makin sering “Ssssttttt .. .. uuuuhhhhh ....ssssttttt ......uuuuuhhhh .... aaaahhhhh” sambil menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Aku khawatir ada penumpang lain yang mengetahui pergumulan kami, setelah aku amati sekeliling, ternyata aman.

Kembali pergumulan sepihak dilanjutkan sampai aku dikejutkan dengan kejadian yang sama sekali tidak aku duga, tiba-tiba ada rabaan halus di selangkanganku, mengelus dan meremas lembut tonjolan yang sejak tadi sudah mengeras. Saat itu aku memakai celana jean yang lumayan tebal, maka akupun berinisiatif melepas ikat pinggang dan menurunkan zipper sehingga tangan halus mbak Yanti dapat meraba langsung tonjolan diselangkanganku yang masih tertutup celana dalam.

Aku makin bersemangat, sementara tangan kiriku masih mengeksplorasi dua gunung di dadanya, tangan kananku secara perlahan tapi pasti, turun kearah perut, sampai ke pusar, aku elus pusar mbak Yanti, rupanya ini adalah salah satu titik rangsang mbak Yanti, “Ssssttttt .. .. uuuuhhhhh ....ssssttttt ......uuuuuhhhh .... aaaahhhhh ... aduuuuh” demikian desahan-desahan dari mulut mbak Yanti, tangan kananku makin menurun, sampai terasa celana jean mbak Yanti, aku cari-cari kancing pengait dan zippernya, akhirnya setelah berjuang cukup lama akhirnya terbuka juga daerah selangkangan mbak Yanti.

Aku merasakan celana dalam yang sudah lembab, aku selipkan kelima jariku di balik celana dalamnya sampai teraba rambut halus tipis yang agak keriting, terus ke bawah lagi, sampai akhirnya jari tengahku menemukan celah-celah kenikmatan yang sudah mulai basah, aku coba tunjukkan kemahiran jari tengahku mengeksplorasi celah yang mengasikkan tersebut, ternyata tambah banyak terasa cairan yang keluar.

Sampai akhirnya dengan gerakan yang tidak terkontrol, terasa jari kananku dijepit dengan keras dan tangan kiriku ditekan ke arah dadanya, dan terdengar lenggukan panjang yang agak tersengal-sengal “Ssssttttt .. .. uuuuhhhhh ....ssssttttt ......uuuuuhhhh .... aaaahhhhh.... adudddhh ..... Ssssttttt .. .. uuuuhhhhh ....ssssttttt ......uuuuuhhhh .... aaaahhhhh” bersamaan dengan itu, kurasakan remasan dan elusan pada tonjolan diselangkanganku makin membuatku bergairah, sampai akhirnya tenang kembali. Rupanya mbak Yanti telah mencapai titik kenikmatan tertinggi, orgasme, tangan kanannya masih menggenggam tonjolan di selangkanganku, dan ternyata juga telah basah.
Aku perhatikan wajah mbak Yanti yang kelihatan sangat tenang dengan sesungging senyum ...... “ggggrrr ...... gggggrrrr” kembali terdengar dengkuran halus, rupanya mbak Yanti telah tertidur setelah kelelahan bertempur demi tercapainya suatu kenikmatan yang baru saja kami alami bersama. Akupun mulai didera kantuk yang tidak bisa lagi di lawan, sampai akhirnya tertidur dengan perasaan damai dan bahagia.

0 komentar:

Posting Komentar