blog visitors

Oktavia Putri Telanjang Bugil

Sebuah mobil menelusuri ramainya jalan raya ibu kota ketika hujan lebat.
Di dalam mobil itu terlihat seorang gadis yang sedang nyetir sambil
asyik mendengarkan hentakan musik. Gadis berwajah Indo itu tidak lain
adalah Oktavia Putri, artis cantik yang mempunyai bentuk tubuh yang bila
dipandang membuat cowok-cowok menelan ludah. Nama Oktavia mulai terkenal
sejak ia membintangi film Ayat-ayat Cinta, popularitasnya makin meroket
setelah membintangi sejumlah film lain, sinetron dan iklan serta menjadi
ikon sebuah program pelangsing tubuh.
"Ihh…udah ujan…macet lagi…" gerutu Oktavia dalam hati karena kesal
jalanan macet terus sejak tadi, hal yang biasa di ibukota kalau jam-jam
bubaran kerja seperti ini.
"Kalau begini terus, kapan nyampai rumah" Oktavia terus menerus ngomel
sendirian. Semakin lama Oktavia semakin bete, sehingga musik yang
tadinya tidak begitu keras sekarang volumenya ditambah hingga suara
musiknya terdengar sampai keluar mobil.
"Akhirnya…yes!" Oktavia berkata sambil menghela nafas panjang merasa
lega karena sudah keluar dari kemacetan dengan cara mengambil jalan lain.Ia terpaksa mengambil jalan alternatif meskipun rutenya lebih panjang
dari pada jalan yang biasa ditempuh sehari-hari, namun setidaknya dapat
menghindari macet dan lebih menghemat waktu bila di jalan biasa sedang
macet seperti sekarang. Mobil yang dikendarainya sudah mulai masuk
pinggiran ibukota, jalannya agak rusak berlubang dan sekitarnya juga
sangat sepi, hanya terlihat ladang ditumbuhi pepohonan dan tanah-tanah
kosong di sepanjang jalan, bahkan Oktavia jarang bertemu dan berpapasan
dengan kendaraan lain. Ternyata kondisi hari ini memang tidak berpihak
kepadanya. Oktavia yang tadi mengira bisa sampai di rumah dengan cepat,
ternyata jauh di luar dugaannya, mobilnya tiba-tiba mengalami mati mesin.
"Lho…kenapa lagi ni mobil?" Oktavia kebingungan sambil berusaha
menghidupkan mobilnya yang ternyata tidak bisa hidup lagi.
"Ohh…my…god…not here" gerutu Oktavia lebih kesal lagi dari pada kena
macet tadi.
"Tadi macet…sekarang mobil mogok…sial…!!! Mana sepi banget lagi" Oktavia
terus menerus ngomel-ngomel sendiri.
Oktavia pun akhirnya keluar dari mobil sambil melihat kanan kiri mencari
orang yang bisa dimintai tolong, tetapi dia tidak menemukan siapa-siapa.
Ia pun masuk kembali ke dalam mobilnya mencari handphone. Sekali lagi
situasi hari ini memang tidak sedang berpihak padanya karena tiba-tiba
handphone Oktavia lowbat.
"Ohh…shitttt….!!!" dengan hati panas ia melemparkan HP itu ke jok sebelah
Oktavia dilanda rasa kesal bercampur bingung harus bagaimana. Matahari
sudah tidak nampak lagi, karena habis hujan ditambah hari sudah sore.
Situasi ini tentu menambah kebingungan Oktavia yang sedang takut
kemalaman di situ. Ia membayangkan selesai syuting hari ini dirinya
dapat santai berendam di bathtub bukannya terperangkap di jalan
gara-gara mogok seperti ini. Kemudian dengan terpaksa artis cantik itu
pun memberanikan diri berjalan kaki untuk mencari bantuan. Setelah
sekian lama berjalan kaki, Oktavia belum juga bertemu seseorang yang
bisa dimintai pertolongan. Tapi tidak lama kemudian dari kejauhan
Oktavia melihat ada rumah kecil semacam pos ronda. Dengan perasaan lega
Oktavia berlari menuju rumah tersebut supaya cepat mendapat bantuan. Di
tempat itu sendiri tiga pria sedang asyik bermain domino sambil ditemani
rokok, kopi panas, dan alunan lagu dangdut dari radio. Mereka
masing-masing adalah Baron, seorang kuli angkut di pelabuhan yang
bertubuh kekar dan lengannya bertato; Parjo, seorang hansip kampung
berbibir monyong dan bertubuh kurus tinggi; dan Wanto, pengangguran yang
kerjanya tidak tetap, penampilannya paling lusuh dibanding kedua
temannya, dengan kaos merah dari sebuah partai bekas kampanye dan sarung
yang sudah belel, wajahnya mengingatkan pada si Ucup di Bajaj Bajuri.
"Ehh…Jo…Jo…liat tuh ada yang ke sini, wuih cewek cakep loh, wah bidadari
turun dari langit ini sih namanya" kata Baron melihat seseorang mendekat
ke tempat mereka ketika menunggu Parjo berpikir kartu mana yang akan ia
keluarkan.
"Mana Ron??" Parjo yang tadi duduk santai segera menengok ke belakang
dan berdiri memfokuskan pandangannya ke arah yang dimaksud temannya itu.
"Mana…mana???" Wanto ikut-ikutan dengan antusias melihat ke arah yang
ditunjuk.
Ketiganya langsung terpana melihat gadis yang datang itu. Seampainya di
pos tersebut, Oktavia langsung menyapa memberi salam kepada mereka bertiga.
"Sore pak…!!" sapanya dengan nafas sedikit terengah-engah.
"Sore juga Non, ada yang bisa saya bantu?" Baron menawarkan bantuan
kepada Oktavia.
"Ee…gini pak, mobil saya mogok. Apa ada yang bisa memperbaiki mobil,
atau mungkin punya HP untuk menghubungi orang, punya saya habis batere"
Oktavia menjelaskan keadaannya.
Ia merasa agak risih dengan pandangan mereka yang menelanjanginya, namun
apa boleh buat, karena nampaknya tidak ada orang lain lagi selain mereka
yang bisa dimintai tolong. Saat itu ia memakai kaos lengan pendek dengan
rok berbahan jeans yang menggantung sepuluh centi di atas lutut sehingga
memperlihatkan bentuk kakinya yang indah itu.
"Sebentar…bentar…Non ini kayanya saya pernah liat ya? Siapa ya? Artis
ya?" Parjo bertanya sambil mengingat-ingat dan menatapi Oktavia dari
atas hingga bawah.
"Iya bener…kalo ga salah, ooohhh….Non yang main di Ayat-ayat Cinta
kan!!??" Wanto berhasil mengingatnya dan setengah berteriak seperti
menemukan emas di jalan.
"Nnggg…iya…iya bener" jawab Oktavia tak bisa lagi menyembunyikan jati
dirinya, memang inilah risiko seorang publik figure, kemana-mana selalu
ada yang mengenalinya.
"Owalah…Non artis toh, pantes cantik gini…kok bisa sih nyasar sampe sini
Non?" tanya Baron sambil senyum-senyum mengagumi kecantikan Oktavia.
"Eeeemm itu…saya tadinya mau ambil jalan alternatif Pak, nggak taunya
nyasar terus mogok lagi…tolong Pak saya harus cepet pulang, kalau ada
hape saya bisa hubungin orang di rumah"
"Oo…ada Non, ada, untung saya bawa nih!" Baron memperlihatkan ponsel
berkamera Nokia keluaran lama hasil beli second, "tapi Non…boleh dong
kita minta foto bareng dulu pake ini?" pintanya dengan penuh harap.
Setelah berpikir sejenak, Oktavia pun akhirnya mengiyakan saja, selain
karena butuh bantuan mereka juga agar tidak memberi kesan artis yang
sombong dan jual mahal. Baron, sang pemilik ponsel itu, meminta giliran
pertama dipotret bersama Oktavia, Wanto memotretnya beberapa kali.
Oktavia berusaha tersenyum walau terpaksa, sebenarnya ia merasa tidak
nyaman karena pria bertampang penyamun ini selalu saja mendekatkan
tubuhnya dan mendekap pundaknya dengan keras.
"Gantian dong Ron, gua juga mau nih!" Parjo tidak sabar menunggu gilirannya.
Baron pun akhirnya mempersilakan Parjo berpotret dengan Oktavia.
"Hehhee…gitu dong, kapan lagi bisa potret bareng artis, yuk Non
Oktavia!" kata Parjo berdiri di samping Oktavia dan berpose
Selanjutnya Wanto sampai gilirannya, dengan gayanya yang kampungan dia
mulai berpose bersama Oktavia dengan jari diacungkan ala slank atau
metal, gayanya mirip orang-orang kampung yang biasa berpose kalau sedang
diliput TV.
"Saya nonton loh filmnya Non dulu yang Ayat-ayat Cinta, terus Tarik
Jabrix juga…ga nyangka sekarang ketemu orangnya!" katanya senang sambil
matanya tak henti-hentinya menatap nanar artis cantik itu.
Oktavia pun makin risih dibuatnya apalagi pemuda pengangguran ini makin
berani, ia minta dipotret sambil tangannya melingkari pinggangnya yang
ramping.
"Iyah…oke, udah ya, sekarang boleh saya pinjam hapenya buat hubungin
orang dirumah Pak!" kata Oktavia buru-buru melepaskan diri setelah foto
terakhir dengan Wanto itu.
"Bentar Non satu lagi ya, satu terakhir nih, sekarang bareng saya sama
mas ini tigaan, abis ini saya pinjemin deh!" kata Baron sambil mengajak
Parjo potret bareng.
Dengan berat hati, Oktavia pun kembali menyetujuinya, ia berharap ini
adalah yang terakhir setelah itu ia bisa mendapat pinjaman HP untuk
meminta tolong ke rumah. Baron tersenyum dan mengedipkan sebelah mata
memberi isyarat pada Parjo yang ditanggapi dengan balas tersenyum licik.
Mereka mengajak Oktavia duduk di balkon pos ronda itu dan keduanya duduk
mengapitnya.
"Ayo rapat dikit Non, biar hasilnya bagus fotonya" kata Baron, "siap To,
yang bagus ya ngambilnya!" sahutnya pada Wanto.
Oktavia tetap berusaha mengumbar senyumnya walau terlihat tegang,
bagaimana tidak tegang dengan diapit erat kedua pria seperti mereka.
"Hei…jangan kurang ajar gitu dong Pak!" pekik Oktavia ketika Baron
meletakkan tangannya di atas pahanya yang terbuka, kontan ia menepis
tangan Baron, tapi pria itu malah tertawa.
"Hehehe…jangan marah dong Non, kan biar keliatan mesra gitu loh, saya
malah pengennya gini nih!" sahut Parjo menangkap dan meremas payudara
kanan Oktavia.
Artis berdarah Indo-Jerman itu pun langsung berdiri dan menyentak kakinya.
"Heh…kalian pikir saya ini cewek apaan, pegang-pegang sembarangan!"
hardiknya berusaha menggertak mereka.
"Hueheheh…ayo dong Non Oktavia, masa ke penggemar gitu, kita kan cuma
pengen lebih deket aja!" Wanto yang memegang ponsel maju mendekap tubuh
Oktavia yang sedang memarahi kedua temannya dari belakang.
"Aahhh…lepasin…jangan!" Oktavia meronta dan menyikut dada Wanto.
Pemuda itu terhuyung ke belakang memegangi dadanya. Oktavia baru
menyesali keputusannya turun dari mobil dan datang ke tempat ini yang
sama dengan mengumpankan diri ke sarang serigala. Ia bergegas membalik
badan bermaksud lari kembali ke mobilnya, namun kalah cepat dengan Baron
yang terlebih dahulu menghalangi jalannya.
"Eit…mau ke mana Non? Kok dateng-dateng udah mau pergi marah-marah gitu,
gak sopan ah!" goda Baron sambil tertawa cengengesan.
"Minggir kamu!" Oktavia berlari ke arah samping pria itu berusaha
menerobos penghalangnya, namun itu sebuah kesalahan karena pria itu
dengan sigap menjulurkan kakinya sehingga membuat gadis itu jatuh
tersandung.
"Aaakkh!" Oktavia merintih kesakitan karena terjatuh, lututnya terasa
sakit dan kulitnya lecet karena membentur tanah berbatu.
Melihat gadis itu tersungkur, Parjo dan Wanto ikut bergerak dan
mengepungnya. Ketiga pasang mata mereka memandang nanar pada Oktavia
yang menggeser-geser tubuhnya mundur menjauhi mereka. Ia tidak sempat
berpikir lagi dengan posisinya seperti itu sepasang paha mulus dan
celana dalamnya terlihat oleh mereka yang tentunya semakin membakar nafsu.
"Jangan…lepasin saya…tolong…tolongg!!" Oktavia menjerit histeris sambil
terus beringsut mundur, rasa paniknya membuat tubuhnya gemetar sampai
tidak sanggup berdiri dengan cepat.
"Hehehe…teriak aja Non, deket sini gak ada siapa-siapa lagi kok, ayo
teriak!" ejek Baron.
"Nih saya bantu yah…tolong…tolong nih ada yang mau diperkosa hahaha!"
Parjo ikut menimpali sambil ikut teriak.
Dengan sigap ketiga pria itu segera meringkus tubuh Oktavia. Ia menjerit
dan meronta dengan panik saat tubuhnya dibopong ke dalam pos ronda.
Wanto yang mendekap Oktavia dari belakang meremas-remas payudara gadis
itu dari luar kaosnya.
"Toketnya empuk nih, gak sabar pengen ngentotin!" komentarnya.
"Tolong!! Too…emmmm….hhmmmm" Oktavia tidak dapat meneruskan lagi
kata-katanya karena Wanto buru-buru membekap mulutnya dengan tangan
khawatir lama-lama ada orang yang mendengar jeritan gadis itu.
"Cepat masukin ke dalam sebelum ada yang liat" Baron menyuruh Wanto dan
Parjo supaya memasukan membawa Oktavia ke dalam pos.
"Lepppaas…..lepasskaaannn…..apa-apaan ini!!" Oktavia meneruskan
jeritannya di dalam pos jaga sambil terus meronta berusaha melepaskan diri.
Tapi apakah artinya tenaga Oktavia dibandingkan dengan mereka yang
bertubuh besar tegap dan sangar. Kemudian Parjo memegangi tangan Oktavia
dengan sangat keras sehingga membuatnya kesakitan. Oktavia dibaringkan
di ranjang tua tanpa kasur di sudut tempat itu. Sebentar saja kedua
tangan dan kakinya telah diikat pada masing-masing sudut ranjang
tersebut, sehingga membentuk huruf X. Jangankan melepaskan diri, untuk
bergerak saja terasa susah karena mereka mengikatnya dengan kencang.
Oktavia hanya bisa menangis dan merenungi apa yang akan terjadi pada
dirinya. Sebuah kenyataan buruk akan menimpa dirinya, ternyata hari ini
akan menjadi hari terburuk bagi dirinya.
"Haah…..hahh…..haa…..ha….." suara tawa ketiga pria tak bermoral yang
akan memperkosa dirinya itu.
"Nggak nyangka hari ini kita bisa ngewein artis cantik!!" Baron bicara
kepada teman-temannya dan ditanggapi dengan suara tawa mereka.
Oktavia menangis sejadi-jadinya sambil mengiba minta dilepaskan.
"Ampun….lepasin saya…ampunn…."
"Berissiiiiiiikk lo!!" bentak Parjo.
"Tenang manis…!!! Sebentar lagi kita akan menerbangkan kamu ke langit ke
tujuh" Baron menenangkan Oktavia sambil mengelus-elus pipi Oktavia.
Oktavia bukannya tenang malah semakin takut dibuatnya.
"Tapi….kalau kamu macam-macam dan tidak mau menuruti kita. Kita tidak
segan-segan akaan….." Baron tidak meneruskan kata-katanya, ia
mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya lalu mengeluarkan
mata pisaunya dan menggesek-gesekan besi yang dingin itu ke wajah cantik
Oktavia.
"Mau tidaakkk……??!!!" Baron membentak Oktavia hingga kaget.
Oktavia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dengan cepat
Baron menurunkan pisaunya ke dada Oktavia dan memasukan mata pisaunya di
antara dada Oktavia, kemudian menariknya kebawah dengan cepat.
"Aaaaa!!!" Oktavia menjerit karena kaget dan takut tubuhnya tergores.
Begitu membuka mata, Oktavia melihat kaos dan bh-nya elah terkoyak oleh
pisau tadi, sehingga payudaranya yang berukuran sedang tapi padat berisi
terpampang dengan jelas. Semua mata yang melihatnya terpana sambil
bersorak kemenangan. Baron yang sudah terangsang melihat payudara
Oktavia, langsung meremas-remas payudara kanannya dengan sangat keras,
sehingga membuat Oktavia kesakitan tapi hanya mampu merintih dan
menggeliat-geliatkan tubuhnya yang masih terikat.
"Aaa….dduuuhhh….." Oktavia mengeluh kesakitan. Namun Baron bukannya
malah seperti kesetanan meremas payudara Oktavia.
Parjo dan Wanto yang dari tadi cuma melihat kini turut maju dan mulai
menggerayangi tubuh Oktavia. Si hansip memonyongkan bibirnya yang sudah
monyong itu hingga makin maju melumat payudara kiri Oktavia. Sedangkan
Wanto mengelusi tubuhnya terutama bagian paha, tangan Wanto makin masuk
ke dalam rok mini Oktavia dan menyentuh selangkangannya yang masih
tertutup celana dalam. Jari-jari nakalnya menusuk-nusuk bagian tengah
vaginanya lalu menyusup masuk lewat pinggiran celana dalamnya.
"Eeenngghh…mmmmmhhhhh!!!" Oktavia tanpa sadar mendesis pelan karena
merasakan perasaan aneh yang mulai menguasai dirinya.
Oktavia bertanya dalam hati tidak mengerti apa yang ia rasakan,
jelas-jelas ia sedang diperkosa tapi tanpa dapat disangkalnya ada
perasaan nikmat akibat rangsangan-rangasangan mereka.
Parjo terus menerus melumat dan menjilati puting Oktavia. Lidah dan
bibirnya terus menerus memainkan putingnya yang berwarna kecoklatan.
Membuat Oktavia mau tidak mau, terima tidak terima hanyut kedalam gairah
birahi. Tubuh Oktavia semakin menggeliat menikmati perlakuan para pria
bejat yang memperkosanya. Kemudian Baron melepaskan ikatan pada kaki
Oktavia dan menaikkan rok jeans serta menarik lepas celana dalam pink
yang dipakai gadis itu. Kini Oktavia tinggal memakai kaos dan bra-nya
yang sudah dirobek pisau tadi dan roknya yang telah tersingkap hingga
pinggang, lekuk-lekuk tubuhnya yang putih dan mulus tanpa cacat sedikit
pun sungguh menggiurkan dan mengundang selera. Tangan Baron yang kasar
mengelus-elus vagina Oktavia membuat artis cantik itu semakin menggeliat
tak kuasa menahan gelombang kenikmatan yang semakin menggila dalam
dirinya. Semakin lama vagina Oktavia semakin becek, cairan kewanitaannya
pun membanjir keluar.
"ohhh……aahhh……" Oktavia mulai mendesah tertahan menikmati perlakuan
ketiga pemerkosanya hingga kemudian tubuhnya mengejang dilanda orgasme,
otot-ototnya berkontraksi dan kakinya menendang-nendang tak terkendali.
"aahhhh….ehmmmmm" Oktavia mengerang dengan keras sambil mengeluarkan
cairan kental bening dari vaginanya lalu tubuhnya lemas tak berdaya.
Kemudian Baron melumat bibir mungil Oktavia dengan sangat nafsu, hingga
membuatnya sulit bernafas. Oktavia berusaha memalingkan mukanya untuk
menghindari ciuman bibir si kuli pelabuhan itu hingga akhirnya ia tidak
bisa menggerakan kepalanya karena Baron memegangi dagunya. Lalu Baron
berusaha memasukan lidahnya ke dalam mulut Oktavia. Lidahnya menari-nari
di dalam mulut Oktavia. Lama-lama Oktavia tak kuasa menahan gairah dalam
dirinya, sehingga membalas permainan lidah Baron. Sekarang lidah mereka
saling mengait dan meraka saling menghisap lidah masing-masing. Parjo
yang tadi bermain di payudara Oktavia kini pindah ke selangkangannya.
Parjo menempatkan kepalanya di selangkangan Oktavia dan mulai menjilati
vaginanya yang berbulu tipis dan tercukur rapi. Lidahnya menyapu-nyapu
bibir vaginanya dan keluar masuk pada lubang vagina Oktavia, ibu jarinya
juga aktif memainkan klitorisnya.
Mendapat perlakuan seperti ini membuat Oktavia semakin hilang
kesadarannya. Sementara itu, Baron bangun dan melepaskan kaos dan
celananya sendiri. Penisnya yang sudah tegang langsung keluar
ngangguk-ngangguk. Oktavia kaget melihat penis Baron yang begitu besar
berurat.
"Eehh…buka mulutnya Non!!!"
"Ngggakk….tolong jangan, saya mohon!" Oktavia menghiba dengan bercucuran
air mata.
Tanpa berkata apa-apa Baron melayangkan tangannya menampar Oktavia.
"Aauwww!!" jerit Oktavia kesakitan.
"Jangan sok jual mahal lo, emangnya kalau artis napa hah? Bukannya lu
juga pernah dipake sama produser, sutradara, para bos dan pejabat, ngaku
aja!" bentaknya
"Nggak…saya bukan cewek kaya gitu…tolong ampuni saya!" tangisan Oktavia
semakin menjadi.
"Sekarang gini aja, lu mau sepong ****** gua atau mau rekaman lu gua
sebarin supaya karir lu hancur hah?" ancam Baron.
Oktavia melihat ke samping ternyata Wanto sedang mengarahkan HP Baron ke
arahnya sambil tangan satunya memijati payudaranya.
"Jangan…jangan disyuting!" jerit Oktavia pada Wanto, tapi Baron segera
menjenggut rambut panjangnya sehingga gadis itu merintih kesakitan lagi.
"Heh sekarang urusannya lu sama ****** gua, mau ga, atau mau rekamannya
bocor?" ancamnya lagi.
Kemudian Baron mendekatkan kepala penisnya ke bibir Oktavia. Dengan
perasaan jijik akhirnya Oktavia menggenggam benda itu dan mulai
menjulurkan lidah menjilati penis Baron. Benda itu terasa asin dan
beraroma tidak sedap, namun Oktavia mau tidak mau harus membiasakan diri
di bawah intimidasi pria itu. Tak lama kemudian, Oktavia merasakan ada
sesuatu yang akan meledak sebentar lagi, yaitu orgasme karena permainan
Parjo pada vaginanya yang begitu liar. Selangkangannya sudah sangat
basah sehingga menimbulkan bunyi menyeruput tiap kali hansip itu
menyedotnya.
"Emmmmm….." desahan Oktavia tertahan penis Baron di dalam mulutnya.
Kemudian disusul badannya mengejang-ngejang dan pahanya menjepit kepala
Parjo di selangkangannya. Cairan yang keluar dari vagina Oktavia
langsung di hisap dan diminum dengan rakus oleh si hansip. Parjo yang
sudah tidak tahan lagi lalu melepas semua pakaian yang ia kenakan hingga
telanjang.
"Sssluupp…sssllrrpp…uenak…pejunya artis gurih!" ceracau Parjo sambil
terus melahap vagina Oktavia.
Di sisi lain, Baron juga sudah kelonjotan menikmati mulut Oktavia.
Hingga pada akhirnya
"ohhh……..enakkk…….banget…." Baron mendesah menikmati mulut Oktavia.
Penis Baron langsung berkedut-kedut dan memuntahkan pejunya. Dan dengan
terpaksa Oktavia mau tidak mau harus menelan pejunya sampai habis hingga
membuatnya sempat tersedak. Kemudian Baron menarik penisnya keluar dari
mulut Oktavia dan langsung beristirahat duduk di lantai. Parjo yang
sudah telanjang duduk berlutut di antara kaki Oktavia dan sambil
memegang batang penisnya yang sudah tegang diarahkan ke vaginanya .
Tubuh Oktavia yang sudah lemas akibat orgasme tadi ditambah kedua
tangannya yang masih terikat tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kemudian
Parjo menggesek-gesekan kepala penisnya pada bibir memek Oktavia,
sehingga membuat Oktavia menggelinjang kegelian. Lalu Parjo berusaha
menekan penisnya masuk ke dalam vagina Oktavia. Kepala penisnya akhirnya
terbenam ke dalam vagina gadis blasteran itu. Penisnya senti demi senti
mulai menerobos masuk membuat Oktavia menringis kesakitan karena penis
Parjo yang begitu besar. Tanpa merasa iba, Parjo lalu mendorong penis
dengan sekali hentakan yang sangat keras.
"auww….sakk……..kitttt…….." Oktavia meringis kesakitan sambil melelehkan
air matanya.
Wanto semakin brutal meremas-remas payudara Oktavia. Semua bagian tubuh
Oktavia tidak ada yang luput dari tangan-tangan mereka. Setiap bagian
tubuh sensitif Oktavia mendapat rangsangan demi rangsangan. Parjo
semakin lama semakin cepat menggenjot penisnya pada memek Oktavia.
Sehingga mengantar Oktavia menuju orgasmenya yang ketiga. Dan tidak lama
setelah itu, Oktavia menyusul mencapai orgasme dengan jeritan lirih.
"Ahhh……..ouuhhh……..akkhhh!!" tubuh Oktavia melenting diiringi dengan
desahan yang begitu hebat.
Otot-otot vaginanya meremas-remas penis Parjo hingga membuat pria kurus
itu mendesah keenakan.
"Gilaa….enakkk….banget memeknya. Ahhh…sempit banget…memek artis emang emoy!"
Parjo sudah tidak tahan lagi dan menyempotkan pejunya di dalam vagina
Oktavia. Tanpa menung lama lagi, Wanto yang penisnya sedang dioral
langsung menarik lepas penisnya dari mulut Oktavia dan menggantikan
posisi Parjo. Oktavia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tubuhnya
begitu lemas tak berdaya. Dia hanya bisa pasrah dengan keadaan dirinya.
Wanto yang lebih mengerti kondisi Oktavia meminta ijin pada Baron untuk
melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan gadis itu.
"Kasian Bang, ntar dia ga enjoy ngentotnya kalau diiket terus gini!"
katanya pada Baron yang dibalas dengan anggukan kepala.
Wanto pun melepaskan ikatan tangan Oktavia. Walaupun telah bebas dari
ikatan, Oktavia tidak yakin ia bisa melawan karena tubuhnya sudah
pegal-pegal setelah digilir mereka. Ia hanya bisa pasrah ketika pemuda
kampung itu melucuti seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya hingga
telanjang bulat. Pemuda itu juga membuka kaos partai yang masih tersisa
di tubuhnya hingga bugil lalu membalikkan tubuh Oktavia hingga
menelungkup dan mengangkat pantatnya hingga nungging. Dipeluknya tubuh
Oktavia dari belakang sambil mengarahkan penis ke vaginanya.
"Tenang Non…saya gak bakal kasar kok, saya penggemar Non mana tega main
kasar" kata Wanto dekat telinga gadis itu
Oktavia sedikit lega mendengar kata-kata Wanto setelah sebelumnya kedua
orang tadi bermain dengan gaya kasar. Wanto mencium pundak Oktavia dan
perlahan-lahan melesakkan penisnya memasuki vagina artis itu. Karena
vagina Oktavia sudah sangat basah dan licin, penis itu cukup lancar
memasukinya. Hanya dengan sekali hentakan, langsung tertelan semua.
Sementara tangan Wanto asyik meremas payudara Oktavia, pinggulnya
bergerak maju-mundur menggenjoti vaginanya. Walau agak terburu-buru,
Wanto lebih halus menyetubuhinya sehingga Oktavia pun lebih rileks
menikmati arus permainan.
"ohhhhh……iyahh…eeengg….ahhh!!" seperempat jam kemudian Oktavia mendesah
menyambut ledakan orgasme pada dirinya.
Tubuhnya menyentak-nyentak bagai kesetrum listrik. Cairan vaginanya
keluar membasahi penis Wanto yang sedang mengocok vaginanya.
"sssstt……..ahh….saya juga mau keluar Non!" Wanto mendesis merasakan
remasan otot-otot vagina Oktavia yang makin ketat ketika orgasme.
Pemuda kampung itu makin cepat memompa vagina Oktavia hingga membuatnya
orgasme untuk yang kesekian kali dan membuat Oktavia multi orgasme.
Oktavia tak henti-hentinya meracau tak terkontrol. Tak lama kemudian
Mamat mengejang dan menancapkan penisnya lebih dalam lagi dan
menyemprotkan spermanya di dalam rahim Oktavia. Oktavia sudah tidak bisa
berpikir apa-apa lagi, tubuhnya yang lemas ditambah kenikmatan orgasme
membuatnya tak berdaya. Oktavia hanya bisa menangis meratapi nasib buruk
yang menimpanya. Baron yang sudah pulih tenaganya berdiri dan mengambil
tempat untuk menggantikan posisi Wanto. Ia langsung memasukan penisnya
yang telah mengeras kembali setelah orgasme ke dalam vagina Oktavia.
"aghh……..ahhh…." Oktavia mendesah tertahan merasakan penis Baron yang
besar berurat mendesak memasuki vaginanya.
Pergesekan penis Baron dengan memeknya membuat Oktavia mengerang. Penis
Baron yang besar kembali memenuhi semua ruang dalam vaginanya membuat
jiwa Oktavia terbang entah kemana. Baron semakin cepat menggenjot
Oktavia, serta ditambah dengan tangan-tangan Parjo dan Wanto yang
meremas dan memilin puting payudaranya. Oktavia pun tidak dapat lagi
gejolak orgasme untuk yang kembali menerpanya. Tubuhnya berkelonjotan
menerima orgasme.
"ahhhh….auuhh….ohhh……..awww…….." erangan Oktavia semakin menjadi-jadi.
Tulang-tulang sendinya terasa mau lepas tak kuasa menahan orgasme.
Cairan putih kental pun akhirnya keluar membasahi penis Baron. Kemudian
Parjo menjenggut rambut panjang Carisa dan menjejali mulut gadis itu
dengan penisnya. Baron terus menerus menggenjot Oktavia tanpa henti.
Membuat Oktavia semakin kewalahan menerima serangan kenikmatan. Penis
Baron makin berkedut-kedut di dalam vaginanya. Baron kemudian dengan
cepat menarik penisnya keluar dan menyemprotkan spermanya di perut
Oktavia, sebagian sampai mengenai dada karena begitu kuatnya semprotan
sperma Baron. Parjo segera mengambil alih posisi Baron, ia duduk dengan
menyandarkan punggung ke tembok lalu dinaikkannya tubuh Oktavia ke
pangkuannya dengan posisi memunggungi.
"Masukin ****** saya Non!" perintahnya.
Oktavia menuruti perintah si hansip tanpa harus disuruh lagi, tangannya
meraih penis itu, dan satu tangannya menguak bibir vaginanya sendiri.
Perlahan-lahan ia menurunkan tubuhnya hingga penis itu makin terbenam di
dalam vaginanya.
"Aaaahhh…uuuhh!!" erangannya mengiringi proses penetrasi itu.
Tak lama kemudian, Oktavia pun sudah bergoyang naik turun di pangkuan
pria kurus itu. Parjo menyusupkan kepalanya di antara lengan Oktavia dan
menjilati ketiaknya yang licin tak berbulu. Jilatan itu memberikan
sensasi geli bagi gadis itu sehingga birahinya makin terpacu.
"Hhmmm..ssllrppp…wangi, pantes main iklan Rexona, keteknya aja mantep
gini!" ceracau Parjo
Wanto kembali maju walaupun penisnya belum bangkit lagi, ia mengenyoti
payudara Oktavia seperti bayi yang menyusu pada ibunya. Rupanya sepasang
gunung yang bergoncang-goncang itu membuat Wanto sangat tergiur dan
tidak rela menyia-nyiakannya. Baron juga naik ke dipan berdiri di
samping mereka, diraihnya tangan Oktavia dan digenggamkan pada penisnya
yang setengah bangkit. Malam itu mereka mengeroyok Oktavia sampai puas
dan sperma terkuras. Setelah itu mereka membiarkan Oktavia berbaring
beristirahat sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena telah
orgasme berkali-kali. Tubuhnya telah berlumuran peluh dan sperma,
matanya sembab karena menangis lama.
"Wuih puas dah, Jo gua balik dulu ke kampung, sapa tau masih kebagian
nonton konser idola gua, sip deh abis ******* nonton konser dangdut!"
sahut Baron mulai berpakaian.
"Gua disini dulu deh, masih belum puas nih hehehe" kata Parjo.
Baron pun meninggalkan kedua temannya di pos ronda bersama Oktavia. Tak
lama kemudian mereka berdua kembali menyetubuhi Oktavia hingga akhirnya
gadis itu tak sadarkan diri karena staminanya sudah benar-benar habis.
Ketika sadar Oktavia sudah berada di sebuah kamar yang cukup luas.
Matanya menerawang berusaha mengingat apa yang telah menimpa dirinya.
Oktavia merasakan badannya sakit semua, terutama pada selangkangannya.
Tubuhnya yang masih telanjang hanya tertutup selimut biru hingga dada ke
atas
"Sudah bangun?" sebuah suara berat membuatnya menengok ke samping,
dilihatnya sesosok pria setengah baya bangkit dari kursi, rupanya ia
sejak tadi sedang menungguinya di situ.
Pria itu mendekatinya seraya mengambil segelas air dari meja di samping
ranjang. Oktavia sepertinya tidak asing lagi dengan pria itu, di tengah
rasa lelah dan shocknya ia mencoba mengingatnya, bercambang, rambutnya
keriting dan terlihat dadanya yang berbulu di balik kemejanya yang
terbuka dua kancing atasnya.
"Aahh…Bang Ha…!" sahutnya dengan lemah.
"Hussshh…huuss…jangan bicara, minum dulu ini!" pria itu menaikkan
punggung Oktavia hingga sedikit terangkat dan menyodorkan gelas itu ke
bibirnya
Oktavia meneguk air dalam gelas sambil memegangi selimut yang menutup
tubuhnya agar tidak melorot. Terasa agak segar setelah air itu
diteguknya habis.
"Mereka itu orang kampung penggemar saya, tapi kalau sudah gini
benar-benar ter….la…lu" pria itu melanjutkan dengan gaya bicaranya yang
khas diberat-beratkan itu, "ter…la…lu…masa saya nggak dikasih giliran
pertama?"
Kalimat terakhir itu membuat Oktavia kembali merasa seperti disambar
petir, apalagi tak sampai dua menit terasa ada sebuah gelombang panas
menerpa tubuhnya, vaginanya terasa basah berdenyut-denyut dan putingnya
mengeras, darahnya berdesir cepat, birahi itu datang tanpa dapat
dibendungnya. Rupanya minuman tadi bukan sekedar air putih biasa tapi
juga telah dicampur obat perangsang oleh pria ini.
"Ayo Dik Oktavia, udah kerasa kan pengaruh obatnya, sekarang main sama
abang…kita bakal ******* sampe begadang hak…hak..hak!" sahut pria itu
sambil tersenyum mesum menjijikan, senyum yang tidak akan muncul di
depan publik karena citranya sebagai seorang yang religius dan
kharismatik itu.
Selimut yang menutup tubuh Oktavia ditariknya sehingga tubuh telanjang
artis cantik itu kembali terekspos. Kemudian dengan cepat pria itu
membuka resleting celananya dan mengeluarkan penisnya yang telah
mengacung tegak dan pangkalnya dipenuhi bulu-bulu yang bersambung dari
dadanya.
"Oohh…tidak…jangan Bang!" Oktavia mengiba pada pria itu yang dengan
bernafsu mendekap tubuh telanjangnya.
"Huehehe…yang seger gini baru bikin ketagihan kaya Mira Santika
hak…hak…hak!!" pria itu tertawa penuh kemenangan ala seorang penulis
senior di KBB lalu melumat payudara Oktavia.
Erangan Oktavia memenuhi kamar itu, penderitaannya belumlah berakhir,
setelah diperkosa orang-orang kampung itu tadi, ia kini masih harus
melayani nafsu si gorila bejat ini.

0 komentar:

Posting Komentar