blog visitors

James bond 0000007

Hai, sebut saja nama saya Bames Jond, seorang agen rahasia untuk Yang Mulia Ratu. Tampang keren, jangkung dan kekar, dibalut setelan perlente merk Saville Row, Handphone Ericsson selalu terbaru, mobil BMW terbaru juga, plus piranti canggih lainnya yang semua itu dibayari negara, hehe. Kegemaranku adalah gadis-gadis cantik manca negara, berkunjung di kasino-kasino mewah, dan minuman campuran Es kelapa muda dan jus apokat, dikocok, jangan diaduk! Oh, ya, jangan lupa, kode panggilanku di badan intel adalah, tujuh tujuh nol (770) (Profil di atas itu ditulis agar mudah bagi pembaca untuk membayangkan bentuk tokoh Don ini)

Pagi itu, saya sedang asyik ngebut di jalan berpasir di Dubai. Negara yang luar biasa ini memang berbeda dengan negara-negara timur tengah lainnya yang terlalu kental nuansa religiusnya. Di Dubai sini, terasa lebih 'manusiawi' dan lebih mengesankan sebagai tempat untuk berhore-hore. Bayangkan aja, di negara timur tengah ada kasino! Ada klub golf dan klub yacht "Dubai Creek", mobil-mobil macam porshce, testarossa, dan BMW sport seperti yang kunaiki sekarang ini banyak berseliweran di jalan raya. Dan yang terpenting... wanita-wanitanya...wow! Janganlah dibayangkan bahwa wanita-wanita Dubai ini bertubuh gendut, kulit gelap, dan berbau bumbu kare seperti di kampung-kampung Arab di negeri anda (Indos...eh, Indo...Indonesia, ya? hehehe). Wanita di sini perpaduan Asia, Afrika, dan Eropa. Umumnya memiliki warna kulit putih bersih, tak bernoda-noda seperti orang Amerika, mata yang tajam dengan bulu mata lentik, hidung sempurna, dan struktur kerangka orang Afrika yang sempurna proporsinya. Pokoknya asyik lah.

Aaah, ini dia yang saya cari, hotel Sheraton Dubai....Nah, di depannya ada taman yang menghadap ke kanal Dubai Creek...pasti di sinilah Lorryn menunggu saya untuk memberikan informasi. Dengan gaya elegan tapi manly, saya turun dari mobil, merapikan rambut yang sedikit tertiup angin, dan memasang sunglasses untuk melindungi mata tajam saya dari sengatan matahari yang tidak panas. Saya berdiri di tepian kanal, memandangi skyline yang dipenuhi dengan pencakar langit dengan arsitektur sangat posmo, hotel berbentuk kapal layar, gedung tinggi yang di puncaknya terdapat bola raksasa, luar biasa.

Tidak sampai 10 menit saya berdiri di situ, seorang wanita berdiri di samping saya, kami berdua tetap melihat ke depan, tidak saling berhadapan meski semerbak Channel no.5 menggoda saya untuk meliriknya.

"Tuan Smith?" tanyanya sambil tetap menatap ke seberang kanal. "Eh, bukan, saya Jond, Bames Jond." Kata saya buru-buru dengan aksen Inggris yang dibuat-buat. "Sialan, bukankah kamu harus menyamar sebagai Bames Smith!" Katanya agak membentak. "Eh, iya...maaf...saya lupa." Jawab saya gugup sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Ditariknya tangan saya untuk duduk di sebuah bangku panjang di taman itu, matahari memang tidak panas, tapi cukup menyilaukan, belum lagi angin yang membawa pasir gurun. Benar-benar bukan saat yang tepat untuk duduk di bangku taman...tapi biarlah, demi negara.

Akhirnya saya dapat menatap wanita ini, dia mulai berbicara dengan bahasa Inggris beraksen timur tengah yang cepat dan sulit dimengerti. Rambutnya coklat lurus seleher, kulitnya putih bersih, matanya tersembunyi di balik sunglasses Versace kecil, hidungnya mancung, dan bibirnya tipis indah sekali. Di balik blazer biru mudanya terdapat kemeja silk putih yang kancing bagian atasnya terbuka, menampakkan kulit dada yang begitu halus, di balik kemeja itu pasti tidak ada branya, sayang sekali blazer biru itu menutupi kedua tonjolan yang ingin saya lihat dari tadi. Celana ketat berwarna biru tua membalut tungkainya yang panjang dan lencir, sungguh luar biasa wanita ini, batin saya. "...anda mengerti?" Tanyanya tiba-tiba. "Oh?...hmm...eh...bisa diulangi pelan-pelan?" Jawab saya gugup. "Anda tidak mendengarkan saya, tuan Jond, mata anda bekerja lebih keras daripada telinga anda!" "Oh, ya...tentu saja, dengan pemandangan seperti ini, saya kira itu normal." Kata saya sambil tersenyum. Ia tersenyum juga, lalu kedua tangannya menarik kedua sisi blazernya hingga menutupi dadanya, lalu ia mengancingkannya. "Mungkin dengan begini, anda akan lebih berkonsentrasi." Katanya lagi.

Tatapan saya tak lepas dari bibirnya yang tipis dan luar biasa menggoda itu...basah, merah, dan...wow! Diambilnya sapu tangan, dan ditutupkannya ke mulutnya, membuat saya agak kaget. "Baik, baik, saya akan mendengarkan" Kata saya sedikit jengkel dan kembali melihat ke kanal. Ia tertawa geli. "Haha, OK tuan Jond, kenalkan, saya kapten Lorryn Fatima, dari biro intelijen Emirat. Tugas saya disini membantu anda dengan cara mensupply informasi yang mungkin anda butuhkan." Ujarnya. "Hanya informasi?" Tanya saya. "Bisakah anda berpikir jernih untuk lima meniiit saja?" Katanya lagi, kali ini dengan nada serius. Saya mengangguk, sambil mengerutkan kening, menyipitkan mata, dan dengan ekspresi serius menatap tajam ke mata dibalik sunglassesnya. "Malam ini, orang yang anda cari akan berada di golf club. Kabarnya, transaksi penting itu akan terjadi di sana." Katanya dengan agak memelankan suaranya karena seorang penjual sandal lewat di dekat kami. "Golf Club? Malam hari?" Tanya saya sambil mengangkat alis sebelah kanan saja. "Kami memiliki fasilitas night-golf di Dubai, tuan Jond. Tidak seperti di negara anda yang kolot!" katanya jengkel. "Oh, baik... Berarti kita akan kesana malam ini?" Tanya saya. "Tentu saja, sebagai pengusaha export-import asal Inggris yang akan menawar dagangannya." Katanya "Saya akan berperan sebagai teman wanita anda dan sekaligus penerjemah" Tambahnya. "Oh, ya tentu saya akan menyukai peran anda nanti malam." Jawab saya dengan nada kembali tidak serius. "Omong-omong, apa sih barang yang akan dijualnya?" Tanyanya sambil tidak mempedulikan godaan saya. "Well...hanya sebuah alat pembuat kue lapis." Kata saya mencoba menjaga rahasia penting milik negara. "Oh, tentunya microchip yang anda perlukan ada di alat itu?" Tanyanya. "Bukan, bukan microchip, tapi sebuah resep kue lapis yang luar biasa sebagai hadiah alat itu." Jawab saya. "Tentu formula gas berbahaya itu ada di resep itu?" Tanyanya agak mendesak. "Hm...anda banyak tahu rupanya, Kapten?" Saya balik bertanya. "Ketahuilah, Bames, saya adalah double agent untuk interpol, dan bossmu, nyonya M sudah menceritakan segalanya. Dia bahkan berpesan pada saya agar merawat anak kesayangannya ini baik-baik", Katanya sambil tersenyum dan mentowel hidung saya, lalu berdiri dan beranjak pergi. "Eh, mau kemana?" Kata saya sambil menarik tangannya mencegahnya pergi. "Bukankah negara kita memberi fasilitas sebuah kamar suite di Sheraton? Dan bukankah dealnya baru akan berlangsung nanti malam? Sehingga kita punya cukup banyak waktu untuk...hmmm....lebih saling mengenal satu sama lain?" Katanya sambil melepas sunglassesnya dan mengedipkan mata kirinya. Tanpa banyak tanya, saya langsung mengikuti langkahnya.

Setelah meminta tolong valet untuk memarkirkan mobil, kami memasuki lobby Sheraton yang luas dan mewah. Ornamen khas arab memenuhi dinding dan langit-langit. Lorryn menarik tangan saya untuk langsung menuju ke lift. "Tidakkah kita harus check in dulu?" Tanya saya. "Bukankah adegan check in tidak pernah difilmkan di cerita-cerita Ian Fleming?" Jawabnya. "Eh, iya deh, terserah anda saja kapten." Jawab saya pasrah. "Mulai sekarang panggil saya Lorryn, jangan pakai kapten, kita sedang undercover, ok?" Jawabnya ketus.

Kamar suite mewah, cukup luas untuk mengadakan lomba balap karung seandainya seluruh perabotnya disingkirkan. Dindingnya dari marmer putih impor, lantainya dilapisi kayu jati, dan balkon menghadap tepat ke pusat kota, di kejauhan tampak bangunan besar berbentuk seperti tenda, itulah golf club yang akan kami kunjungi malam nanti. Lorryn berdiri di depan cermin panjang berbingkai tembaga berukir, tanpa berkata-kata dilepasnya blazer biru muda yang sedari tadi mengganggu pandangan saya itu. Pelan-pelan saya mulai dapat melihat kemeja silk putihnya, yang membungkus ketat tubuh yang ramping, lekuk pinggang yang indah, dan celana birunya ternyata bermodel hipster, sehingga pinggang dan perut yang langsing itu kini terlihat mengintip nakal.

Saya berdiri di belakangnya, dan tangan saya mulai meraba pinggangnya. Ia diam saja. Sambil meremas-remas pinggangnya, saya mendekatkan hidung saya ke tengkuknya. Menghirup aroma Channel no.5. Sampai akhirnya hidung saya menempel di belakang telinga kanannya. Bahu kanannya terangkat sedikit karena geli. Dari cermin saya melihat matanya menyipit sedikit, dan di bibir tipisnya tersungging senyum. Lidah saya menyapu belakang telinga dan lehernya sementara tangan saya mulai merayap naik dari pinggangnya. Ia sedikit menggeliat, kepalanya miring ke arah telinganya yang saya jilat, lidahnya menyapu membasahi bibir tipisnya sendiri. "Mmmm....tuan Jond, anda membuat saya kegelian." Bisiknya manja. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas, dan meraih kepala saya yang sedang mencium-cium lehernya dari belakang. Saya menyusupkan jemari ke dalam celah di bawah kemeja pendeknya, memberikan kehangatan pada pinggang dan perutnya yang langsing dan kencang, terus perlahan-lahan merayap ke atas.... Ia menarik nafas dalam-dalam hingga kedua bukit di dadanya makin membusung dan memenuhi kemeja ketat itu....pada saat itu pula, tangan kanan saya tiba di bukit halus di dada kanannya...mengusap, memijit, dan meremas pelan, membuat nafas Lorryn kian memburu, ia memutar wajahnya ke kanan, dan bibir kami bertemu. Dengan penuh hasrat ia mencoba mengulum bibir saya, namun saya menghindar dan mendaratkan jilatan cepat ke leher kirinya. "Uhh...nakal sekali kamu Bames....Saya ingin merasakan sisa martini di bibirmu...Hegghhhhh!" Tiba-tiba kata-katanya terhenti dan nafasnya tertahan, karena kini jari-jari saya telah menemukan putik kecil di puncak bukit kenyal di dada kanannya....dan mulai mengusap-usapnya... Ibu jari saya mengusap putik dadanya yang kanan, sementara jari tengah saya melakukan hal yang serupa di dadanya yang kiri...tangan kiri saya membuka kancing dan ritsluiting celana hipsternya, menyusup ke dalam, menemukan rambut-rambut ikal. Lorryn memejamkan matanya dan menahan nafas, ekspresinya menunjukkan rasa geli dan birahi. Secara refleks, tangannya membuka kancing-kancing kemejanya, hingga dua bukit yang dari tadi berdesakan dalam ruang sempit itu terbebas.

Indah sekali, saya dapat melihat bahwa ibu jari dan jari tengah tangan kanan saya kini sedang memijit-mijit dua buah putik yang tegang, berwarna coklat muda. Kemejanya tersingkap di sebelah kanan, menunjukkan pundak yang sangat halus dan indah, saya langsung mengoleskan lidah saya di situ berkali-kali. Tangan kiri saya terus menggali ke dalam rambut-rambut ikat itu hingga celana Lorryn melorot sedikit demi sedikit dan akhirnya jatuh di bawah kakinya. Jari tengah tangan kiri saya pun langsung menyentuh sesuatu yang hangat dan lembab, mengusapnya, menjentik-jentikkannya. Membuat tubuh Lorryn yang cukup jangkung itu bergetar, sulit berdiri tegak, kakinya goyah, dadanya naik turun mengikuti nafasnya yang terengah, keringat membasahi keningnya, dan sesuatu mulai membasahi jari tangan kiri saya di tengah selangkangannya...berdirinya semakin goyah....tangan tangan dan mulut saya makin giat bekerja....tungkai indahnya makin gemetar.... "Ohhh...Bamesssshhh.....ohhh...saya nggak tahan lagi...cepatlahhhh...." Rintihnya sambil terengah.
Saya segera menelentangkan tubuhnya di tengah ranjang klasik berukuran king size itu.

Sambil melucuti jas, kemeja, dan celana saya, saya menatap tubuhnya, telentang, dibasahi keringat, dengan kemeja silk yang sudah terbuka kancingnya dan melorot tak karuan, tanpa ada celana dan celana dalam, wajah yang cantik, dahi yang tertutup oleh rambut yang dibasahi keringat, matanya terpejam, dan dada yang naik turun mengikuti nafas yang terengah ditahan-tahan... Saya belum pernah menyaksikan seorang wanita dalam kondisi demikian terangsang. Saya cepat-cepat membungkus kejantanan saya dengan pengaman dari karet latex (Never leave home without it). Dan melompat ke ranjang. "Bames...lakukanlah...cepat...saya ingiiinnnn sekali." Desahnya tak beraturan. Meski sebenarnya saya masih pengen foreplay lagi, tapi yah, nggak apa-apalah, saya pikir. Saya mengangkat kedua tungkainya, meletakkannya di bahu saya, dan pelahan-lahan membimbing joystick saya memasuki liang 'the sacred tunnel'nya, dan segera saya sodokkan dalam-dalam dengan kencang. "Aduuuhhhhh......." Lorryn menjerit pelan.

Saya segera menggerakkan tubuh saya, maju mundur dengan cepat, kedua tangan saya menangkap pinggangnya, mencengkeramnya, dan memastikan kejantanan saya tidak terlepas dari kewanitaannya. Tangan Lorryn mencengkeram erat terali pada sisi ranjang klasik itu. Wajahnya tampak memelas, matanya terkatup rapat, bibir tipisnya terbuka, namun giginya terkatup, keringat membasahi sekujur tubuhnya yang kini bergerak terkocok dalam kecepatan tinggi. Saya merasakan jepitan kewanitaannya sungguh luar biasa. Begitu lembab, lengket, licin, namun ketat mencengkeram mengurut-ngurut kejantanan saya. Ia pun merasakan nikmat yang luar biasa, kewanitaannya terjejali dengan benda yang keras dan hangat dengan ukuran yang tepat, menggesek dinding liang kewanitaannya, tiap gesekan makin membuatnya melayang-layang.

Saya menurunkan kaki kanannya dari bahu kiri saya, dan memutar tubuhnya ke kiri, sehingga posisi kami jadi menyilang, kejantanan saya kini menyentuh bagian yang lebih dalam dari kewanitaannya, Lorryn kian histeris, menggeliat-geliat, punggungnya terangkat-angkat dari kasur, matanya terpejam makin rapat, dan mulutnya mendesis, mengerang, dan mengaduh tidak menentu. Tangan kanannya kini memegangi tangan saya yang sedang mencengkeram pinggulnya. Saya membungkukkan badan dan mulut saya menangkap puting kanan Lorryn, mengolesinya dengan lidah saya, menghisap-hisapnya, namun puting itu tidak dapat menjadi lebih tegang lagi karena sudah begitu tegang. Tubuh kami terus saling berhempasan, kejantanan saya terasa menyodok-nyodok ujung liang kewanitaannya. Sampai tiba-tiba kedua tangannya mencengkeram sprei, wajahnya meringis, dan tubuhnya meregang sampai punggungnya terangkat tinggi dari ranjang.... "Ugghhhh.....Bamesssssshhh....ohhhh" Rintihnya menyebut nama saya. Beberapa detik tubuhnya meregang seperti itu, otot-otot kewanitaannya terasa kuat sekali menggenggam kejantanan saya... lalu tiba-tiba tubuh langsingnya terkulai lunglai, seperti tak berenergi. Tergeletak tak berdaya seperti onggokan kain.

"Lorryn...kamu bisa tahan sebentar saja, sayang?" Tanya saya. Ia mengangguk lemah sambil tetap lunglai seperti orang mau pingsan. Saya segera dengan cepat mengocokkan kejantanan saya...saya tekankan dalam-dalam, dan saya tarik dengan cepat...begitu terus.... Hingga ekspresi Lorryn menunjukkan rasa ngilu kesakitan, namun ia diam saja, membiarkan saya mencapai klimaks. Dan akhirnya, saya merasa sesuatu keluar dari kejantanan saya, merenggut tiga perempat energi saya.....enak sekali... Saya mencabut kejantanan saya dari badan Lorryn dan berbaring di sampingnya. Mendekapnya, memeluknya... Ia pun memeluk saya dengan mesra, seolah kami sudah saling memiliki beberapa tahun lamanya... ia pun terlelap...saya menyusul. Hmm...mimpi indah pun terasa makin indah siang itu.

Saya terbangun tergesa-gesa....apalagi jam Casio di pergelangan tangan kiri saya menunjukkan 7.30 PM Saya langsung duduk di tepi ranjang, dan melihat Lorryn telah mengenakan gaun malam Escada berwarna biru marine, duduk di kursi menghadap ke ranjang. Bibirnya tersenyum dengan sedikit mencibir. "Well, agent 770, saat bersenang-senang telah lewat, dan sekarang waktunya bekerja...."

0 komentar:

Posting Komentar