By Jakongsu
Bersama seorang temanku yang fotografer kami sepakat menghabiskan cuti dengan liburan ke Wamena, Papua. Dari Jakarta, tidak bisa terbang langsung ke Wamena, Kami harus menginap semalam di Jayapura. Keesokan paginya dengan pesawat Merpati, kami terbang menuju Wamena. Pemandangan cukup indah, selepas take off dari bandara Sentani. Danau Sentani yang sangat luas kelihatan sangat memukau. Perjalanan 45 menit menuju Wamena, menjelang mendarat kami disuguhi pemandangan yang indah. Dua puncak gunung di kiri kanan pesawat, seolah pesawat kami sedang meliwati dua puncak gunung. Tidak lama kemudian pesawat mendarat di bandara Wamena.
Waktu itu bandara Wamena tidak terlalu besar. Hanya bangunan dengan dengan bentuk atap honey ( rumah suku Dani) kalau nggak salah ada 3 bangunan yang menyatu.
Aku sudah 3 kali ke Wamena, sehingga agak menguasai medan, dibandingkan temanku yang fotografer yang baru kali ini. Dari bandara kami berjalan kaki menuju Pasar Nayak. Udara dingin di Wamena, tidak membuat kami cepat berkeringat, meskipun perjalanan agak jauh. Sebuah losmen yang berhadapan dengan pasar Nayak menjadi pilihan kami. Pemiliknya adalah seorang janda yang berasal dari Jawa.
Kamar yang kami tempati, lumayan bersih dan apik. Tidak perlu AC, karena hawa Wamena sudah cukup dingin. Air kamar mandi sampai membuat ngilu jika digunakan untuk kumur, karena terlalu dingin.
Siang itu kami gunakan untuk berkeliling kota sambil jeprat-jepret. Wah disini kalau ngambil foto harus bayar untuk setiap orang waktu itu, seribu perak. Bangkrut juga kalau terlalu banyak motret orang.
Temanku kayaknya sudah siap dengan pecahan seribu di kantong jaketnya. Semua sudut dia foto. Sedangkan aku hanya memilih ambil foto wanita Wamena yang telanjang dada dan susunya masih bagus. Terutama yang masih abg atau yang baru tumbuh susunya. Yah sekali-kali motret yang laki pakai koteka kalau memang tampangnya unik.
Setelah berjalan sampai ke jembatan akar, lalu kami kembali ke hotel sudah menjelang sore. Ibu pemilik hotel merekomendasikan kami untuk makan udang sungai Membramo di satu warung yang tidak jauh letaknya.
Makan malam ku sangat istimewa, udang air tawar yang lumayan besar aku santap sebanyak mungkin, karena memang rasanya gurih dan warna merahnya sangat menggoda. Untung waktu itu aku belum ada problem kolesterol.
Malam tidak ada hiburan apa-apa. Kami lebih cepat tidur agar besok pagi sebelum matahari terbit sudah bisa jalan merekam fajar di Wamena.
Pagi-pagi buta yang dingin temanku membangunkan. Sebenarnya aku masih rada ngantuk, tetapi karena temanku sangat antusias ingin merekam foto fajar di sepanjang sungai yang ada jembatan akarnya, akhirnya aku mengalah dan bangun.
Hari masih gelap ketika kami menuju jembatan akar. Pemandangan ketika fajar memang luar biasa. Aku sesekali ikut merekam gambar. Tetapi aku lebih tertarik menunggu di jembatan akar, karena banyak ABG bawa kayu bakar untuk di jual ke pasar Nayak. Teteknya masih montok dan mancung. Aku lebih banyak menghabiskan memoriku untuk mengambil foto yang gituan.
Setelah matahari tinggi kami kembali ke hotel. Sarapan ala kadarnya dengan mi instan, sambil ngopi dan duduk-duduk di teras hotel yang terbuka.
Seorang remaja cowok datang mendekat. “ Bapa kita bisa kasi gaid untuk keliling Wamena,” dia menawarkan jasa guide.
Tanpa panduannya aku sudah banyak tau mengenai Wamena, jadi sebetulnya jasa dia tidak terlalu kami perlukan. Rupanya dia tidak kehilangan akal, “ Bapa mau anak sekolah, saya ada teman beberapa, kalau bapa mau boleh saya kasih tunjuk,” katanya.
Tawaran ini bagiku sangat menarik, karena selama ini aku ke Wamena belum pernah mendapat tawaran kayak gini. Dia menawarkan 3 cewek untuk tahap pertama. Aku ingin melihatnya dulu. Cewek yang ditawarkan itu adalah asli suku Dani, tetapi sudah bersekolah, jadi tidak lagi telanjang dada dan memakai yali (rok dari tali).
Robert demikian nama anak yang menawarkan diri menjadi guide itu kemudian minta izin untuk menghubungi temannya. Sekitar 30 menit kemudian dia sudah muncul lagi. “ Bapa, nanti 3 teman saya akan lewat depan bapa boleh melihat,” katanya.
Tak lama kemudian berjalan 3 anak remaja berlalu di jalan yang jaraknya dari teras hotel sekitar 10 meter, kalau dari pandangan saya mereka sudah berumur 17 tahun, tapi kata Robert masih SMP. Ketiganya aku rasa kurang menarik. Mereka berlalu sambil menoleh kearah kami.
Aku minta dia menunjukkan yang lain. “ Ada bapa, tetapi ini kakak beradik. Kakaknya kelas 2 SMP adiknya kelas ! SMP, apa bapa mau liat juga,” katanya.
Aku setuju dan si Robert lalu menghilang lagi. Setelah dia kembali tak lama kemudian melintaslah di depan kami 2 abg yang masih ranum asli suku Dani.
Aku setuju, langsung memesan kedua abg itu. Kata Robert eksekusi tidak bisa di Hotel, karena semua hotel di Wamena dilarang menerima pasangan mesum. Kalau bapa mau sekarang kita bisa pigi ke Pasir Putih, tetapi kalau nanti malam kita bisa di Wamena saja, saya tau tempatnya,” katanya.
Jalan ke Pasir Putih, meski dengan angkutan jaraknya lumayan jauh. Jalan ke arah Desa Kurulu itu adalah dataran di atas perbukitan yang memang tergelar pasir putih. Disana banyak semak-semak terlindung. Aku merasa riskan bermain siang-siang di sana. Akhirnya aku setujui nanti malam saja di Wamena.
Setengah tujuh malam Robert sudah muncul di hotelku. Dia mengatakan kedua cewek itu sudah menunggu di luar. Udara cukup dingin, aku mengenakan jaket tebal. Temanku tidak berminat, sehingga dia memilih tinggal di hotel saja.
“Bapa kita tidak bisa jalan sama dengan nona-nona, kita harus jalan lebe dulu, baru mereka ikut,” kata Robert.
Aku pun setuju jalan dulu bersama Robert. Kedua ABG itu mengikuti dengan jarak sekitar 100 m. Tempat yang dituju Robert adalah semak belukar yang tingginya lebih tinggi dari orang dewasa. Tidak ada tempat khusus, seperti gubuk, atau tempat yang agak bersih. Jika ingin melakukan eksekusi yang semak itu dirobohkan lalu melakukannya di atas situ. Aku jadi kehilangan nyali melakukan eksekusi di wilayah seperti itu. Kedua abg tadi sudah tiba dan segera bergabung. Robert menunjukkan tempatnya untuk aku melakukan eksekusi. Aku masih belum berani melakukannya. Lantas kalau aku batalkan, kasian juga kedua cewek ini. Akhirnya aku putuskan membayar mereka penuh, tetapi aku hanya mengambil foto mereka bugil. Mulanya mereka keberatan. Walah saudara-daranya juga bugil, kok mereka masih malu sih, batinku.
Akhirnya demi uang itu mereka mau juga menelanjangkan diri. Tempatnya memang sangat gelap gulita. Aku sampai tidak tahu dimana sasaran fotoku . Ketika lampu blitz menyala baru aku tahu bahwa mereka ada di depan. Aku mengambil gambar berkali-kali sampai pose yang kuinginkan bisa terekam. Sebab aku tidak tau ketika kujepret, ternyata memeknya ditutupi, atau teteknya ditutupi. Aku jadi ambil berulang.ulang. Setelah puas, mereka kusuruh pakai baju lagi dan langsung kubyar di tempat.
Mereka jalan terlebih dahulu, 5 menit kemudian baru aku menyusul bersama Robert. Kutanya Robert, tempat apa yang baru di datangi tadi. Ternyata kata Robert itu adalah kuburan. Aku memang menangkap ada bayangan kayak rumah Toraja kecil. Kalau pesawat mendarat atau take off biasanya aku melihat sebidang kuburan dan diantaranya ada bangunan Toraja itu.
Aku bersukur dalam hati tidak jadi mengeksekusi kedua cewek itu tadi. Betapa ngerinya ngewe di kuburan. Belum lagi kalau tiba-tiba ada tombak terhunus di tengkuk. Wah enggak deh.
Kuminta ke Robert agar besok diulangi lagi dengan tujuan Pasir putih.
Jam 9 pagi Robert sudah muncul, dia mengajakku langsung menuju terminal angkot yang menuju ke Kurulu. Temanku ikut, dia ingin jalan-jalan sampai Kurulu, katanya. Sebetulnya tidak ada pemandangan yang menarik di Kurulu, kecuali lahan pertanian ubi jalar yang digarap oleh ibu-ibu.
Kata Robert kedua cewe itu akan menyusul dengan angkot berikutnya.
Cukup lama juga aku menunggu di Pasir putih. Tempat itu memang terkenal sebagai tempat eksekusi. Aku lihat ada beberapa pasangan yang datang ke situ lalu menghilang ke balik semak-semak.
Dengan suitan khas akhirnya kedua cewek itu berjalan ke arah kami. Robert mencari tempat yang agak tersembunyi tetapi lebih bersih.
Sebetulnya aku tidak merasa nikmat dengan cara ngewe di tempat terbuka gini. Apalagi di daerah asing, yang aku kurang yakin keamanannya. Tapi jiwa petualangan akhirnya mendorong aku untuk mencoba mengeksekusi. Giliran pertama aku minta cewek yang lebih kecil membuka baju, sehingga telanjang . Dia berbaring di bajunya yang dia hamparkan di rumput. Aku hanya menurunkan celanaku saja dan memasang kondom. Meski katanya masih kelas 1 SMP tapi sudah ada jembutnya. Jadi mungkin saja umurnya sudah diatas 14, atau mungkin juga lebih muda dari itu. Dengan disaksikan kakaknya dan Robert aku melakukan eksekusi . Mungkin hanya 5 menit sudah tuntas aku mencapai ejakulasi.
Dia segera berbenah dan mengenakan baju lagi. Aku perlu waktu istirahat sejenak untuk eksekusi yang kedua terhadap kakaknya. Udara dingin dengan menghisap kretek rasanya nyaman sekali. Kepalaku membayangkan prestasiku mengeksekusi cewek asli suku Dani. Cewek pertama yang aku eksekusi tadi rasanya biasa saja dan memang sudah tidak perawan lagi. Teteknya masih baru tumbuh, pentilnya kecil dan masih kenyal ketika diremas. Aku tidak berminat menjilatnya, karena tidak tahan bau khas penduduk Wamena ini. Konon mereka melumuri minyak babi untuk menahan dingin pada malam hari. Nah parahnya mereka jarang pula mandi, meskipun yang sudah berpendidikan gini. Mungkin air untuk mandi terlalu dingin.
Hampir 1 jam aku ngobrol, si kakak kuminta meremas-remas penisku yang kukeluarkan dari celana. Aku pun meremas-remas susunya yang sudah agak besar juga, dan masih kencang. Akhirnya birahiku bangkit juga. Dia kuminta melepas semua pakaiannya dan Robert kutawari untuk menikmati adiknya, dia rupanya tidak menampik. Maka kami ngewe berjajar aku dengan kakaknya, dan Robert dengan adiknya. Aku tetap menggunakan kondom. Masalahnya dari kabar yang aku dengar . Di Wamena merebak penyakit raja singa dan banyak diidap oleh anak-anak sekolah. Mereka melakukan sex bebas antara sesama teman dan para pendatang.
Memang rasanya tersiksa banget pake kondom pada ronde kedua ini. Aku jadi susah keluar. Padahal aku sudah mengubah-ubah posisi mulai dari MOT, WOT, Dogie, tapi tidak juga kunjung muncrat. Rasa memeknya juga tidak istimewa, malah terkesan longgar. Mungkin juga karena aku pakai kondom, atau memang struktur memek mereka agak gede mengikuti penis orang setempat yang rata-rata juga lebih gede dari orang Indonesia di wilayah lain. Si Robert sudah tamat dari tadi, sedangkan aku masih terus menggenjot. Aku perlu berkonsentrasi pada posisi MOT kembali sampai akhirnya dengan susah payah tercapai juga ejakulasi kedua.
Aku tidak tahu apakah kedua cewek itu tadi mencapai orgasme atau tidak, Tapi aku rasa mereka tidak mencapai orgasme. Mereka santai saja di bantai di semak-semak, sementara aku stress.
Katanya orang Dani kalau melakukan hubungan suami istri terhadap istrinya sekali pun tidak pernah dilakukan di rumah. Mereka jalan ke hutan lalu di hutan itulah mereka melakukannya. Struktur perumahan suku Dani memang unik, Laki-laki baik yang sudah kawin atau yang belum tinggal di satu rumah, Wanitanya tinggal di rumah terpisah, yang lainnya bangunan kandang babi. Jadi memang tidak ada rumah keluarga.
Aku puas sudah menuntaskan avonturirku mencicipi wanita Dani. Mereka para cewek setelah menerima duit langsung naik angkot balik ke Wamena. Aku masih berjalan-jalan di sekitar pasir putih Aku bertemu dengan pasangan lokal. Mereka kelihatan ingin menyapaku, bahkan menawarkan diri untuk difoto. Aku tau motifnya pasti minta duit. Tapi gak apalah , Ceweknya masih segar dan teteknya besar. Timbul sifat usilku. Aku tawari duit gede asal mereka mau aku foto dalam keadaan berhubungan badan. Keduanya saling pandang-pandangan. Kayaknya mereka lama berdiskusi dalam bahasa Dani. Kutanya Robert, apa yang mereka bicarakan. Istrinya mau karena lagi butuh duit, tetapi suaminya malu. Istrinya terus mendesak lakinya agar menerima saja. Akhirnya mereka setuju. Mereka minta aku bayar di depan. No problem bagiku, yang penting aku punya gambar langka. Mereka sebenarnya suami istri, tetapi perempuannya adalah istri yang ke empat.
Suatu tempat yang lumayan bagus pencahayaannya , Mereka siap beraksi. Si perempuan posisinya seperti orang merangkak tanpa melepas yali. Lakinya mencopot koteka dan langsung menghunjamkan kontolnya dari arah belakang. Wah diluar perkiraanku mereka melakukannya dengan cara demikian. Aku pasrah saja dan mengambil foto dari berbagai arah. Mereka terus main dengan posisi itu. Ketika aku minta mereka melakukan posisi MOT, si laki bingung. Dengan bantuan penterjemah Robert, Akhirnya silakinya mengerti, Tetapi dia bingung, karena ceweknya ditidurkan tengkurap, setelah aku arahkan agar ceweknya telentang, baru dia mengerti. Kaku sekali kayaknya mereka melakukan adegan ini sehingga aku terpaksa membantu memperbaiki posisinya. Sialnya memek si Cewek tetap saja nggak kelihatan, karena ketutup rumbai-rumbai yali. Aku minta yalinya di buka,si perempuan keberatan. Ya udah lah.
Bosen karena semua arah sudah aku potret,aku minta mereka melakukannya dengan posisi WOT. Wah lama sekali menjelaskan posisi ini. Si perempuannya juga kelihatan malu menduduki penis suaminya. Aku tidak tau apa penis suaminya masuk apa tidak ke dalam memek istrinya. Mereka seperti tidak mimik lagi ******* sebabnya, Jadi raut mukanya kurang natural gitu deh.
Bener juga rupanya penisnya tidak masuk, ketika Robert menerjemahkan pertanyaanku, barulah si cewek menggapai penis suaminya dan melesakkan ke dalam memeknya. Nah muka ngentotnya jadi natural.
Setelah selesai aku pusing jadinya . Rupanya si laki dan perempuan minta aku membayar 3 kali lipat dari kesepakatan awal. Alasan mereka karena aku meminta mereka mengubah posisi sampai ada 3 posisi. Jadi harga tadi sebenarnya adalah harga 1 posisi. Wah sekarang aku yang bodoh , atau mereka yang pintar ya kok sampai begini jadinya.
Apa boleh buat aku terpaksa mengeluarkan sejumlah yang mereka minta. Toh nilai foto ini sangat luar biasa dan pasti merupakan barang langka.
Aku puas dan sesampai di hotel, temanku yang fotografer ngiri melihat hasil fotoku. Sementara dia di Kurulu tidak banyak dapat foto bagus. Dia hanya sempat mampir ke 2 desa yang masih menyimpan mummi. Bagi ku foto mumi adalah hal yang biasa, siapa saja bisa membuat foto itu, tapi koleksiku ini tidak sembarang orang bisa membuatnya.
Keesokan harinya ada pesta besar suku Dani, Berbondong-bondong orang berlarian membawa rumput, kayu bakar ubi jalar dan entah apa lagi. Kelihatannya satu kampung bersama-sama laki dan perempuan berlari-lari membawa bahan makanan dan ada yang memanggul babi. Rupanya hari itu ada pesta bakar batu. Setiap kelompok membuat lubang dan membuat perapian untuk membakar batu. Dalam lubang itu dialasi dengan daun ubi jalar, lalu diatasnya disusun batu yang membara diatasnya di rentangkan daging babi lalu daun ubi lalu batu lagi lantas di atasnya ubi jalar, begitu berlapis-lapis. Setelah tertutup semua sekitar 2 jam baru dibongkar. Aku dengan temanku berkeliling-keliling. Ketemu dengan cewek yang kemarin aku eksekusi, dia menawarkan babi dan ubi jalar. Tapi aku menolaknya dengan halus. Waduh rasanya gak ketelan aja gitu.
Begitulah para pembaca cerita pengembaraanku ke Wamena. Mohon maaf jika cerita ini menyinggung suku Dani, tetapi itu adalah pengalaman. ***