blog visitors

Ibu Kost Tersayang

Nama saya adalah Eryk . Saya berasal dari kota B********O. Saya merupakan mahasiswa tingkat akhir di sebuah Perguruan Tinggi di kota L*****N, Jawa Timur UN***A. Tahun ini saya sudah mengajukan Skripsi. Cukup deh perkenalan saya… Langsung aja ke pokok permasalahan..Hehehe..

Saya memiliki pengalaman yang tak akan saya lupakan seumur hidup saya. Kejadian itu terjadi pada waktu saya masih kuliah di tingkat 2 semester Genap. 

Saat itu saya tinggal di sebuah rumah yang oleh pemiliknya disewakan 
untuk kost kepada mahasiswa. Saya tinggal bersama 2 orang mahasiswa 
lain yang keduanya merupakan kakak kelas saya. Pemilik rumah kos itu 
adalah seorang Dosen yang kebetulan sedang studi S3 di Amerika untuk mendapatkan gelar Doktor. Ia telah tinggal di Amerika kurang lebih 6 bulan dari rencana 3 tahun ia di sana. 

Agar rumahnya tetap terawat maka ia menyewakan beberapa kamar kepada mahasiswa yang kebetulan kuliah di dekat rumah itu. Yang menjadi Ibu kost-ku adalah istri dari Dosen yang pergi ke Amerika tersebut. Namanya sebut saja Winda. Aku sering menyebut ia Ibu Winda. Umurnya kira-kira sekitar 29 tahunan dengan seorang anak umur 5 tahun yang sekolah di TK nol kecil. Jadi di rumah itu tinggal Ibu Winda dengan seorang anaknya, seorang pembantu rumah tangga yang biasa kami panggil Bi Ana, kira-kira berumur 50 tahunan, aku dan kakak kelasku bernama Munir dan Junaedi. 

Ibu Winda memiliki tubuh yang lumayan. Aku dan kedua kakak kelasku sering mengintip dia apabila sedang mandi. Kadang kami juga sering mencuri-curi pandang ke paha mulusnya apabila kami dan Ibu nonton tivi bareng. Ibu Winda sering memakai rok apabila dirumah sehingga kadang-kadang secara tidak sadar sering menyingkapkan paha putihnya yang mulus. Ibu Winda memiliki tinggi kurang lebih sekitar 165 cm dengan bodinya yang langsing dan putih mulus serta payudara yang indah tapi tak terlalu besar kira-kira berukuran 36 B (menurut nomer dikutangnya yang aku liat di jemuran). Ibu Winda memiliki wajah yang lumayan imut (mirip anak-anak). Dia sangat baik kepada kami, apabila dia menagih uang listrik dan uang telepon dia meminta dengan sopan dan halus sehingga kami merasa betah tinggal di rumahnya. 

Pada suatu malam (sekitar bulan maret), kebetulan kedua kakak kelasku lagi ada tugas lapangan yang membuat mereka mesti tinggal di sana selama sebulan penuh. Sedangkan anak Bu Winda yang bernama Cici sedang berlibur ke tempat kakeknya di Made selama seminggu. Praktis yang tinggal di rumah itu cuma aku dan Ibu Winda, sedangkan Bi Ana tinggal di sebuah rumah kecil di halaman belakang yang terpisah dari rumah utama yang dikost-kan. Malam itu kepalaku sedikit pusing akibat tadi 
siang di kampus ada ujian Matematik Terapan. Soal ujian yang sulit dan penuh dengan hitungan yang rumit membuat kepalaku sedikit mumet. Untuk menghilangkan rasa pusing itu, malamnya aku memutar beberapa film bokep yang kupinjam dari Jono teman kuliahku. 
“Lumayan lah, mungkin bisa ngilangin pusingku”, pikirku. 
Aku memang biasa nonton bokep di Laptop di kamar kosku apabila kepala pusing karena kuliah. 
   
Pada saat piringan kedua disetel, tiba-tiba aku dikagetkan oleh 
suara pintu kamarku terbuka. 
“Hayo Eryk, nonton apaan kamu?” Ibu Winda berkata padaku. 
“Astaga, aku lupa menutup pintu kamar” gerutuku dalam hati. 
Ibu Winda telah masuk ke kamarku dan memergoki aku sedang nonton film bokep. Aku jadi salah tingkah sekaligus malu. 
“Anu bu, aku cuma..” jawabku terbata-bata. 
“Boleh Ibu ikut nonton?” katanya bertanya padaku 
“Boleh..” jawabku seakan tak percaya kalo dia akan nonton film bokep bareng aku. 
“Dah lama nih Ibu ga nonton film kaya’ gini. Kamu sering nonton ya?” 
katanya menggodaku. 
“Ah, gak bu..” jawabku 
“Hmm.. bagus juga adegannya” dia berkata sambil memandang adegan yang berlangsung. 

Akhirnya kami sama-sama menonton film bokep tersebut. Kadang-kadang dia meremas-remas payudaranya sendiri yang membuat kemaluanku berdiri tegak. Dia memakai daster putih malam itu kontras dengan kutang dan celana dalam warna hitam. Kadang aku melirik dia dengan sesekali memperhatikan dia yang sesekali memegang kemaluannya dan menggoyangkan pinggulnya seperti cewe yang sedang kebelet pipis. 
Pemandangan itu membuat darahku mendesir dan membuat batang kejantananku berontak dengan sengit di dalam celana dalamku. 
Tiba-tiba dia bertanya, “Ryk, kamu pernah melakukan seperti yang di film tadi ga?” 
Aku terkejut mendengar kata-kata itu terlontar dari mulutnya. “Belum” jawabku. 
“Ah masa?” tanya dia seakan tak percaya. 
“Bener bu, sumpah.. aku masih perjaka kok” jawabku. 
“Kalo pacarmu ke kamarmu ngapain aja? ayo ngaku” tanyanya sambil tersenyum kecil. 
“Ah ga ngapa-ngapain kok bu, paling cuma diskusi masalah kuliah” jawabku. 
“Yang bener.. trus kalian ampe buka-bukaan baju ngapain hyo? emang Ibu gak tau.. hyo ngaku aja, Ibu dah tau kok” tanyanya sambil mencubit pahaku. 

Wajahku jadi merah padam mendengar dia berkata seperti itu, ternyata ia sering ngintipin aku ama pacarku. 
“Iya deh.. aku emang sering bermesraan sama pacarku tapi ga sampai ML, paling jauh cuma oral dan petting aja” jawabku jujur. 
“Ohh..”, katanya seakan tak percaya. 
Akhirnya kita terdiam kembali menikmati film bokep. Akhirnya film itu selesai juga juga. 
“Ryk, kamu bisa mijit ga”, tanyanya. 
“Dikit-dikit sih bisa, emang kenapa bu?” 
“Ibu agak pegel-pegel dikit nih abis senam aerobik tadi sore. Bi Ana yang biasa mijetin dah tidur kecapekan kerja seharian, bisa kan?” 
“Boleh, sekarang bu?” 
“Ya sekarang lah, di kamar Ibu yah.. ayo”. 


Aku mengikuti Ibu Winda dari belakang menuju ke kamarnya. Baru pertama kali ini aku masuk ke kamar Ibu kosku itu. Kamarnya cukup luas dengan kamar mandi di dalam, kasur pegas lengkap dengan ranjang model Eropa. Di sebelahnya ada meja rias, lemari pakaian dan meja kerja suaminya. Kamar yang indah.
“Ini minyaknya”, Bu Winda menyerahkan sebotol minyak khusus buat memijat.
Minyak yang harum, pikirku. Aku emang belum pernah mijat tapi saat ini aku harus bisa. Ibu Winda kemudian membuka dasternya, hanya tinggal BHdan CD hitam yang terbuat dari sutera.
Melihat pemandangan ini aku hanya bisa melongok takjub, tubuhnya yang putih mulus tepat berdiri di hadapanku.

“Ryk jadi mijit ga? Jangan bengong gitu ah”.
Aku terhentak kaget. Aku lupa kalo saat itu aku mo mijit dia.
Akhirnya dia berbaring telungkup dia atas kasur. Aku mulai melumuri punggungnya dengan minyak tersebut. Aku mulai memijit dengan lembut.
Kulitnya lembut sekali selembut sutera, kayanya dia sering melakukan perawatan tubuh, pikirku dalam hati.
“Ahh.. enak juga pijatanmu Ryk, aku suka.. lembut sekali. ”
Aku memijat dari bahunya sampai mendekati pantat, berulang-ulang terus.
“Ryk, tolong buka BH’ku. Talinya ga nyaman nih, ganggu
pijatannya” katanya menyuruh aku tuk membuka BHnya.
Aku membuka tali BHnya dan Ibu Winda kemudian mengangkat sedikit tubuhnya untuk melepas BHnya.
Sesekali aku memijat sambil menggelitik daerah belakang telinganya.
“Ssshh.. ahh..” dia mendesah apabila daerah belakang telinganya
kugelitik dan apabila lehernya kupijat dengan halus.
“Ryk, tolong pijat juga kakiku ya..” katanya.


Aku mulai meminyaki kakinya yang panjang dan ramping. Sungguh kaki yang indah. Putih, bersih, mulus, tanpa cacat dengan sedikit bulu-bulu halus di betis. Pikiranku mulai gak karuan. Aku sedikit kehilangan konsentrasi ketika memijat bagian kakinya.
“Ryk, tolong pijat sampai ke pangkal paha ya..” pintanya sambil
memejamkan mata.
Ketika tanganku memijat bagian pangkal pahanya, dia memejamkan mata sambil mendesah seraya menggigit bibir pertanda dia mulai “panas” akibat pijatanku. Aku mulai nakal dengan memijat-mijat sambil sesekali menggelitik daerah-daerah sensitifnya seperti leher dan pangkal pahanya. Dia mulai menggeliat tak karuan yang membuat kejantananku berontak dengan keras di celana dalamku.

Tiba-tiba dia berkata, “Ryk, bisa mijit daerah yang lain ga?”
“Daerah yang mana bu?”
Tiba-tiba dia membalikkan badannya seraya membimbing kedua tanganku ke atas payudaranya. Posisi badannya sekarang adalah telentang. Dia hampir telanjang bulat, hanya tinggal segitiga pengamannya saja yang belum terlepas dari tempatnya. Aku tertegun melihat pemandangan itu.
Payudaranya yang indah membulat menantang seperti sepasang gunung kembar lengkap dengan puncaknya yang kecoklatan. Aku meremasnya dengan lebut sambil sesekali melakukan “summit attack” dengan jari jemariku mempermainkan putingnya. Seperti memutar tombol radio ketika mencari gelombang.

Ia mulai menggelinjang tak karuan.
“Ahh.. oohh.. sshh”, dia mendesah sambil membenamkan kepalaku menuju payudaranya.
“Ryk.. Jilatin payudaraku .. ayo cepat..”.
Aku mengabulkan permintaannya dengan memainkan lidahku diatas putingnya. Lidahku bergerak sangat cepat mempermainkan putingnya secara bergantian seperti penari samba yang sedang bergoyang di atas panggung. 


“Oohh.. yyess.. uukkhh..” Dia terus mendesah sambil mencengkramkan tangannya di pundakku.
Dia memelukku dengan erat. Semakin cepat aku meminkan lidahku semakin keras desahannya. Lidahku mulai naik ke daerah leher dan bergerilya di sana. Bergerak terus ke belakang telinga sambil tanganku memainkan putingnya. Dia terus mendesah dan dengan sangat terlatih membuka baju dan celanaku. Sekarang yang kupakai hanya celana dalam
yang menutupi rudal Scud-ku. Kami mulai berpelukan dan berciuman dengan ganasnya. Ternyata dia sangat ahli dalam mencium. Bibirnya yang lembut dan lidah kami yang saling berpagutan membuatku serasa melayang seperti lalat.

Dia mulai menciumi leherku dan sesekali menggigit kupingku. Aku semakin rakus dengan menjilatinya dari mulai leher sampai ujung kaki.
“Aahh..”, aku mendesah ketika tangannya menyusup ke markasku mencari rudalku, mengenggamnya dan mengocoknya dengan tangannya yang lembut.

Dengan bantuan kakinya dia menarik celana dalamku sehingga celana dalamku terlepas. Aku telah telanjang bulat. Terlihat seorang prajurit lengkap dengan topi bajanya berdiri tegak siap untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasannya.
“Oohh.. auhh.. sshh..”, dia terus memainkan prajuritku dengan
tangannya.

Tanganku mulai membuka celana dalamnya yang telah basah oleh cairan pelumas yang keluar dari dalam lobang vaginanya. Terlihat sebuah pemandangan yang indah ketiga segitiga pengaman itu terlepas. Sebuah pemandangan yang sangat indah di daerah selangkangan. Jembinya yang lebat tapi rapi terurus dan vaginanya yang berwarna merah muda membuat darahku
mendesir dan kejantananku semakin menegang.
“Oohh.. nikmaatt.. truss..”, dia berkata sambil mendesah ketika
lidahku menggelitik daging kecil di atas lobang vaginanya.
“Oohh.. sshh.. Yess.. truuss..”
Semakin cepat aku memainkan lidahku semakin cepat juga dia mengocok kontolku. Aku terus mempercepat ritme lidahku, badannya semakin bergerak tak terkontrol. Tanpa sadar tangannya membenamkan kepalaku ke selangkangannya, aku hampir tak bisa bernapas. Aku mencium aroma khas vagina yang harum yang membuat lidahku terus menjilati klitorisnya.
“Ohh.. Ssshh.. Ukhh”, dia terus mendesah.
“Eryyyk.. aahh.. lebih cepat.. ukhh.. aku mo keluar nih..”
“Ahh..”, terdengar lenguhan panjang dari bibirnya yang mungil.
“Aukhh..”, tiba-tiba badannya menegang hebat.

Kedua tangannya menggenggam kepalaku dengan erat dan vaginanya semakin basah oleh cairan yang keluar. Dia mengalami orgasme klitoris, yaitu orgasme yang dihasilkan akibat perlakuan pada kelentitnya.
“Ryk, nikmat sekali.. Aku tak menyangka kamu pandai bersilat lidah”, katanya sambil napasnya terengah-engah.
Ketika aku siap untuk menembakkan rudalku, tiba-tiba ia berkata, “Ryk, aku punya sebuah permainan untukmu”.
“Permainan apa?” tanyaku.
“Pokoknya kamu ikut aja, permainan yang mengasyikkan. Mau?”
tanyanya.
“Oke.. siapa takut”, jawabku.

Dia mengambil sebuah slayer dan menutup mataku, kemudian menyuruhku berbaring terlentang dan mengikut kedua tanganku dengan selendang yang telah ia siapkan. Kedua tanganku dan kakiku diikat ke empat penjuru ranjang sehingga aku tak bisa bergerak. Yang bisa aku gerakkan cuma pinggulku dan lidahku. Aku pun tak bisa melihat apa yang dia lakukan padaku karena mataku tetutup oleh slayer yang dia ikatkan. Aku seperti seorang tawanan. Aku hanya bisa merasakan saja.
Tiba-tiba aku merasakan lidahnya mulai bergerilya dari mulai ujung kakiku. Trus bergerak ke pangkal paha.
“Ahh”, aku mendesah kecil.
Lidahnya terus bergerak ke ke atas menuju perutku, terus menjilati daerah dadaku.
“Oohh.. Ssshh..”, aku mulai mendesah keenakan. Lidahnya terus naik ke leherku dan mencium bibirku. Kemudian lidahnya mulai turun kembali.
“Ohh.. yyeess.. uukkhh..”, aku mendesah hebat ketika lidahnya
bermain di daerah antara lubang anus dan biji pelerku.
“Aahh..”, aku terus mendesah ketika dia mulai menjilati batang
kemaluanku dari mulai pangkal sampai kepalanya, terus menerus,
membuat tubuhku berkeringat hebat menahan rasa yang amat sangat nikmat.

“Panjang juga ya punya kamu”, Ibu Winda berkata padaku seraya mengulum penisku masuk ke dalam mulutnya.
“Ahh.. eenaakk.. sshh”, aku mendesah ketika batang kejantananku mulai keluar masuk mulutnya.
Sesekali dia menghisapnya dengan lembut. Dia terus mengulum penisku dan semakin lama semakin cepat. Dia memang ahli, pikirku. Tidak seperti kuluman pacarku yang masih minim pengalaman. Ibu Winda merupakan pengulum yang mahir.
“Aahh.. ahh.. ah.. aahh.. sshh.. teruss”, aku memintanya supaya
mempercepat kulumannya. Ingin rasanya menerkam dia dan menembakkan rudalku tapi apa daya kedua kaki dan tanganku terikat dengan mataku tertutup.

Tiba-tiba ada sesuatu di dalam penisku yang ingin mendesak keluar.
“Ahh.. sshh.. Bu, aku mo keluwaarr”, kataku
Mendengar itu, semakin cepat ritme kulumannya dan membuatku tak tahan lagi untuk mengeluarkan spermaku.
“Aaahh..”, aku mengerang hebat dan tubuhku mengejang serta gelap sesaat ketika cairan itu mendesak keluar dan muncat di dalam mulut Bu Winda.
Aku seperti melayang ke awang-awang, rasanya nikmat sekali ingin aku teriak enak.
“Enak juga punyamu Ryk, asin gurih pasti proteinnya tinggi”, katanya seraya menjilati sperma yang tumpah.

Tiba-tiba aku tak merasakan apa-apa. Tak lama kemudian aku mencium aroma khas vagina di depan hidungku. Ternyata Bu Winda... ...meletakkan vaginanya tepat di mulutku dan dengan cepat aku mulai memainkan lidahku.
“Sshh.. truuss.. ahh.. eennaakk..”, ia mendesah ketika lidahku
memainkan kembali daging kecil miliknya. Semakin ia mendesah semakin membuat aku tambah terangsang.
Tak lama kemudian prajurit kecilku kembali menegang hebat.
“Aahh.. sshh.. Ukkhh.. yess”, ia semakin hebat mendesah membuat rudalku telah mencapai ereksi yang maksimal akibat desahannya yang erotis.
Lama kelamaan vaginya semakin basah kuyup oleh cairan yang keluar akibat terangsang hebat.
“Aku gak tahan lagi Ryyyyk”, katanya seraya mengangkat pantatnya dan seketika vaginanya lebih merapat ke wajahku sehingga menyumbat mulutku.

Dia memindahkan vaginanya dari mulutku dan entah kemana dia
memindahkannya karena mataku tertutup oleh slayer yang dia ikatkan kepadaku. Tiba-tiba aku merasakan kemaluanku digenggam oleh tangannya dan dituntun untuk masuk ke dalam sutau lubang hangat sempit dan basah oleh cairan pelumas. Ahh.. baru pertama kali ini aku merasakan nikmatnya vagina. Meskipun Ibu Winda bukan perawan tapi yang kurasakan sempit juga juga vaginanya. Dengan perlahan Ibu Winda mulai membenamkan kemaluanku ke dalam vaginanya sehingga seluruh kemaluanku habis ditelan oleh vaginanya. Aku merasakan nikmat dan geli yang luar biasa ketika kemaluanku masuk ke dalam vaginanya. Posisiku telentang dengan Bu Winda duduk di atas kemaluanku persis seperti seorang koboi yang sedang bermain kuda liar (rodeo, Red).

Dengan perlahan tapi pasti, Ibu Winda mulai memainkan pinggulnya naik turun secara perlahan.
“Aaahh.. uuhh”, desahku ketika Ibu Winda memainkan pinggulnya naik turun secara perlahan dan sesekali memutarkan pinggulnya. Itu membuat diriku seperti melayang ke udara. Aku pun mulai
menggoyangkan pantatku naik turun.
“Oooh Eryyk.. giiillaa.. enaakk ssekali..”, teriak bu Winda.
Aku tak mampu untuk berkata-kata lagi. Aku hanya bisa mendesah dan mendesah. Lama kelamaan Ibu Winda mulai mempercepat ritme goyangannya, naik turun dan sesekali memutarkan pinggulnya.

Tak mau kalah, aku pun mulai mempercepat sodokanku.
“oohh.. yess.. ohh.. yess teruss Ryyyk”, desah Ibu Winda.
“Ahh.. uhh.. iyaa buu goyang terruss… Ennaaaak ”, kataku.
“Enaakk.. Ryyyk.. tolong cepetin sodokanmu Ryyyk..”, katanya.
Sodokanku semakin cepat dan semakin cepat pula Ibu Winda
menggoyangkan pinggulnya.
“Ohh.. shit.. oohh.. nnikkmmat..”, Ibu Winda berteriak seraya
menjambak rambutku.

Dia mulai membuka slayerku. Aku bisa melihat pemandangan yang sungguh menakjubkan sekaligus menggairahkan di depanku. Tubuh Ibu Winda yang bergoyang membuat rambutnya acak-acakan dan seluruh tubuhnya penuh dengan keringat. Payudaranya yang putih bersih dengan putingnya yang kecoklatan ikut bergoyang seirama dengan goyangan
pinggulnya yang mengocok kemaluanku. Mukanya yang manis dengan mata yang sesekali merem melek, mulutnya yang mendesah dan sesekali mengeram serta wajahnya yang dipenuhi keringat membuat ia keliatan seksi dan menggairahkan.
“Ahh.. shit.. oh.. god.. ohh.. enak..”, desahnya.
Aku melihat Ibu Winda yang setiap hari terlihat lembut ternyata memiliki sisi yang sangat menggairahkan dan terlihat haus akan sex.
Ibu Winda pandai memainkan ritme goyangannya, kadang dia melambatkan goyangan pinggulnya kadang dengan tiba-tiba mempercepatnya. Aku hanya bisa mengikuti perrmainannya dan aku sangat menikmatinya.

“Aaahh..!”, aku berteriak keenakan ketika aku merasakan diantara goyangannya yang mengocok kemaluanku, vaginanya seperti menghisap kemaluanku.
“Mampus kamu Ryk.. tapi enak kan? Itu namanya “Empot Ayam alias hisapan maut”.. Ibu mempelajarinya melalui senam Keggel (senam Vagina, Red)..”, katanya sambil memandangku
dengan liar.
Aku semakin mempercepat sodokanku dan Ibu Winda pun mempercepat goyangannya naik turun dan berputar secara bergantian sesekali dilakukannya hisapan maut yang membuat seluruh tulang dalam tubuhku seperti terlepas dari persendiannya. Ibu Winda mulai menciumi leherku dan bibirku. 



Kami semain “panas” dan lidah kami saling berpagutan sementara sodokan kemaluanku dan goyang pinggulnya semakin lama semakin cepat.

“Uhh.. ahh.. shh.. ahh..”, aku mendesah.
Ibu Winda semakin ganas menciumiku seraya aku mempercepat
sodokannya. Aku merasakan sesuatu akan keluar mendesak dari penisku.

“Aahh Buuuu.. ssh.. uhh.. shh.. akkuu mauu kkeeluwaaarr..”, kataku.
“Ibu juga.. ahh.. tahann.. kita keluarin sama-sama.. sshh ahh..”.
“Aku ga tahan lagi bu..”.

Tiba-tiba Ibu Winda berteriak panjang.
“Aaahh..” sambil memelukku dengan sangat erat.
“Aaahh..”. bersamaan dengannya aku merasakan penisku memuntahkan cairan hangat di dalam vaginanya.
Kami berciuman dan kurasakan tubuhnya dan tubuhku mengejang hebat menahan kenikmatan yang amat sangat. Gelap sesaat yang diiringi kenikmatan yang luar biasa membuat tubuhku seperti melayang jauh ke awang-awang. Nikmatnya melebihi Onani yang seringkali aku lakukan.

Kami sama-sama terkulai lemas dengan napas yang terengah-engah seperti dua olahragawan yang telah balap lari. Ibu Winda menatapku sambil tersenyum manis. Aku hanya terdiam menatap langit-langit.
“Ryk, kamu nyesel gak maen ginian sama Ibu?”, tanya Ibu Winda kepadaku.
“Nggak bu..”.
“Terus kenapa kamu termenung begitu?”.
“Aku cuma bingung, aku kan mengeluarkan sperma di dalam vagina Ibu, aku cuma khawatir nanti Ibu hamil gara-gara saya”
“Ha.. ha.. ha.. jadi itu yang kamu khawatirkan?”
“Iya bu. ”
“Tenang aja, Ibu teratur ko minum pil kb. Jadi kamu ga perlu
khawatir?”

Apa yang dikatakannya membuatku tenang. Akhirnya kami berbicara ngalor ngidul. Dan kami juga bercanda dan tertawa. Kami ngobrol dan becanda dalam keadaan bugil tanpa busana sehelai benang pun menempel di tubuh kami.
“Ryk, kamu lapar ga? Ibu lapar”, katanya.
“Iya bu”
“Ibu masakin kamu nasi goreng spesial buatan Ibu ya?”
“Boleh”, jawabku.

Kami berpakaian kembali. Ibu Winda hanya menggunakan daster putih tanpa memakai kutang dan celana dalam, sedangkan aku hanya menggunakan celana pendek saja tanpa menggunakan baju. Aku menunggu di meja makan sambil nonton MTV 100% Indonesia di Global TV dan Ibu Winda di dapur memasak nasi
goreng. Akhirnya nasi goreng pun selesai di masak dan kami makan bersama-sama di meja makan. Meja makannya cukup besar, terbuat dari kayu jati dengan motif yang indah. Di sisi lain meja makan terdapat susu kental manis, teh celup, sebotol madu, tempat sendok dan garpu, serbet dan alas makan.

Setelah makan selesai, aku dan Ibu Winda membersihkan meja makan bekas kami makan. Kami mulai bercanda-canda lagi. Tanpa sadar aku mulai becanda sedikit porno dan darahku mulai berdesir melihat ia berpakaian daster tanpa menggunakan kutang dan celana dalam. Tampak samar-samar putingnya menonjol seakan ingin merobek daster yang dikenakannya. Bayangan hitam di selangkangannya (jembi) merupakan
pemandangan yang indah.
“Ibu cantik dan seksi pake daster itu”, kataku.
“Kamu ngerayu Ibu ya..Ryk”
“Bener lho bu, apalagi gak pake BH dan CD”
“Ah kamu.. mulai nakal ya”, katanya sambil nyubit pahaku.

Rudalku sedikit demi sedikit mulai bangkit... ...kembali berdiri tegak. Ini akibat dari mataku yang selalu tertuju pada gundukan hitam di balik daster Ibu Winda.
“Lho.. kok bangun lagi tititnya, mo tempur lagi ya”, katanya.
Aku tidak segera menjawab karena tangan Ibu Winda sudah mulai menyusup ke dalam celanaku yang emang gak make CemPack. Dengan lembut ia mulai mengocok penisku.
“Ahh..”, aku mendesah kecil, lalu kami mulai berciuman dengan
mesranya.
Tanpa sadar ketika berciuman tangan kami bergerilya dan mulai melucuti pakaian masing-masing. Kami sudah telanjang bulat dan kami masih terus berciuman sementara tangan Ibu Winda mengocok penisku dengan lembutnya. Hmm.. rasanya nikmat sekali. Tidak tau gimana awalnya tetapi kami sudah berada di atas meja makan, terbaring sambil berciuman. Ibu Winda dalam posisi telentang dan aku berada di atasnya.

Aku mulai menciumi lehernya dan terus bergerak ke belakang telinga.
“Aaahh..”, Ibu Winda mendesah ketika lidahku mulai bergerak lincah dan menjilati kedua puting susunya secara bergantian sementara tanganku yang lain memainkan klitorisnya.
Vaginanya mulai basah akibat cairan pelumas yang keluar dari lubang kenikmatannya. Tangannya terus mengocok kontolku.
“Ryyk.. enaak banget.. sshh..”, desahnya sambil memejamkan mata.
Kami mulai berganti posisi, Ibu Winda yang mengarahkannya. Giliranku telentang dan Ibu Winda berada di atasku dengan posisi terbalik.
Kami melakukan 69 style. Aku menjilati klitorisnya dengan rakus seperti orang kelaparan yang bertemu makanan sementara Ibu Winda menghisap kontolku dengan lembut dan sesekali menjilati kepala penisku yang membuat merasa seperti tersengat listrik.
“Uhh.. sshh..”, aku mendesah ketika hisapan Ibu Winda semakin kuat. Semakin cepat lidahku menggelitik klentitnya semakin ganas pula dia mengulum penisku.

Aku bangkit dan Ibu Winda kuposisikan telentang di atas meja dengan kaki mengangkang. Terlihat dua buah gunung kembar yang sangat indah yang membuat darahku berdesir hebat. Sementara di selangkangannya terdapat bibir merah muda yang merekah lengkap dengan bulu lebatnya yang membuat rudalku semakin mengeras. Aku segera meraih kaleng susu kental manis di sampingku dan perlahan-lahan mengoleskannya ke seluruh tubuh Ibu Winda dari mulai leher sampai dengan ujung kaki.
Kemudian aku mengoleskan madu disekitar puting dan kemaluannya. Aku mulai menjilatinya mulai dari leher. Ibu Winda hanya bisa pasrah dengan mata terpejam dan dari mulutnya terdengar desahan kecil.
Lidahku bergerak turun ke arah bahunya, kemudian bergerak menuju payudaranya.

Tubuh Ibu Winda menggelinjang ketika lidahku menari-nari di atas puncak gunung kembarnya.
“Eryyk.. aahh.. sshh.. Ibu ga tahan.. cepet masukin Ryk..”, Ibu Winda meminta aku segera menusukkan penisku ke dalam vaginanya.
Tapi aku pura-pura tak mendengar. Lidahku mulai bergerilya lagi
menjilati semua susu kental yang menempel di tubuhnya. Lidah mulai bergerak lagi ke arah perut. Lalu aku mulai menjilati dari ujung kaki Ibu Winda, naik ke betis terus ke pangkal paha. Ketika lidahku menjilati cairan madu yang membasahi sekitar kemaluan dan klitorisnya, Ibu Winda menggelinjang hebat dan tanpa sadar semakin membenamkan kepalaku ke vaginanya. Semakin ganas aku menjilati madu yang ada di klitorisnya, semakin tak terkendali juga tubuh Ibu Winda menggelinjang.

“Sshh.. oughh.. aahh.. pleeaassee.. masukin Ryk..”, katanya seraya menghisap jari telunjukku.
Dia mengangkat kakinya dan menyimpannya di atas bahuku sementara aku berdiri di atas lutut. Perlahan aku mulai memasukkan penisku.
Vaginanya yang sudah basah kuyup dan licin memudahkanku untuk membenamkan seluruh penisku ke lubang sorga dunia miliknya.
“Aahh.. nnikmmaatt..”, teriaknya sambil menggoyangkan pinggulnya melingkar.
Aku mulai memainkan sodokanku. Kecepatannya semakin lama semakin kutambah begitu pula goyangan pinggul Ibu Winda.
“Ibu.. enaakk.. uhh.. shh..”, desahku sambil memejamkan mata.
“Aahh.. sshh.. mm..”, ia mendesah sambil menghisap jari tanganku.

Suara becek vagina Ibu Winda yang dikocok oleh penisku terdengar seperti sebuah nyanyian yang merdu. Sesekali terdengar duk..duk..duk bunyi derak meja makan tempat kami bercinta. Kami berganti posisi. Ibu Winda membelakangiku dengan posisi menungging dan aku menusuknya dari belakang. Tubuh kami semakin basah kuyup oleh keringat. Keringat Ibu
Winda yang bercampur dengan cairan susu kental menimbulkan wangi yang semerbak. Kami semakin terhanyut ke dalam dunia yang entah dimana.
“Teerruuss Ryyyk.. cepett.. lebih.. cepett Ryyyk.. aahh..”, Ibu Winda mendesah sambil memintaku untuk mempercepat sodokanku.
Kami berganti posisi lagi. Aku dalam posisi duduk dan Ibu Winda
duduk dipangkuanku sementara penisku asyik bergulat di dalam lubang vaginanya.
“Aahh.. sshh.. goyang terruss Eryyyk sayaang..”, desahku ketika Ibu Winda mulai bergoyang dengan ganasnya.

Kami berciuman sementara penisku dikocok oleh lubang vaginanya Ibu Winda yang sangat hangat sekali. Vagina Ibu Winda semakin banyak mengeluarkan cairan pelumas yang hangat. Suara becek yang diakibatkan oleh sodokan kontolku dan beceknya lubang vagina Ibu Winda semakin keras.
“Aaahh.. sshh.. aahh.. oohh.. yess..” desahku.
“Faster.. oohh.. yess aahh.. ssh.. aaah do it faster.. Ryk..”, desah Ibu Winda sambil memintaku untuk mempercepat sodokan penisku.
Sementara penisku “bermain” di dalam lubang vaginanya Ibu Winda, lidahku juga mulai memainkan putingnya. Itu membuat tubuh Ibu Winda semakin bergerak tak karuan, goyangan pinggulnya semakin ganas dan sesekali dia menggigit leherku untuk menahan kenikmatan yang dia rasakan.

Semakin lama semakin kupercepat sodokan penisku dan gelitikan lidahku di putingnya semakin kupercepat pula, semakin ganas juga Ibu Winda bergoyang.
“Aahh..!”, Ibu Winda melenguh panjang sambil memelukku sangat erat sekali, tubuhnya menegang hebat, matanya terpejam dan kurasakan ada cairan hangat kental mengguyur penisku. Ibu Winda mengalami orgasme.
Aku semakin mempercepat sodokanku. Tubuh Ibu Winda mulai melemas tapi aku terus mempercepat sodokanku.
“Ahh.. buuu.. aku mo keluarr.. sshh.. ahh”, ada sesuatu di
dalam penisku yang mulai bergerak dan geli bercampur enak yang kurasakan mulai meningkat.
“Ryyk.. keluarin di luar ya.. di mulutku..”, pinta Ibu Winda.
Aku mencabut penisku dan dengan rakusnya Ibu Winda segera menghisap kontolku dengan ganas.
“Aahh..”, tubuhku mengejang, mataku terpejam dan tubuhku seperti melayang menembus atmosfer bumi. Rasanya sangat nikmat sekali, sulit dilukiskan dengan kata-kata. Aku memuncratkan air maniku di dalam mulut Ibu Winda.

Ibu Winda terus menghisap penisku dengan ganas.
“Aahh.. sshh”, aku mendesah kecil ketika penisku yang mulai loyo terus dijilati oleh Ibu Winda.
Lidah Ibu Winda terus menjilatinya sampai bersih. Lalu kami
sama-sama terbaring lemas di atas meja makan. Kami masih berpelukan.

“Nikmat sekali hari ini.. thanks ya Ryk..”, Ibu Winda berkata
kepadaku sambil menatapku.
“Sama-sama.. aku seharusnya yang berterima kasih..”, kataku sambil membelai rambut Ibu Winda.
Kami lalu berciuman lalu berpelukan. Karena kecapean, kami pun langsung tertidur di atas meja makan tempat kami bermain kenikmatan.

Aku terbangun ketika cahaya sudah terang. Aku melihat jam dinding, wah.. ternyata pukul setengah tujuh pagi. Kulihat Ibu Winda masih tertidur di pelukanku di atas meja makan yang berantakan tanpa sehelai benang pun menempel di tubuh kami.
“Bu.. bangun..”, bisikku di telinga Ibu Winda.
Wajahnya terlihat begitu cantik ketika tertidur.
“Jam berapa sekarang Ryk?”
“Setengah tujuh”.
“Hah.. setengah tujuh?!”, Ibu Winda kaget dan segera bangun.
Kami segera berpakaian dan membereskan meja yang berantakan. Kami takut kepergok oleh Bi Ana. Ibu Winda kemudian masuk kamarnya dan mandi di kamar mandi yang ada didalam kamarnya, aku pun segera mandi di kamar mandi lain yang letaknya dekat dengan kamarku. Sekitar jam tujuh Bi Ana datang dan mulai dengan aktifitas sehari-harinya.
Untunglah aku dan Ibu Winda tidak bangun terlambat sehingga
perbuatan kami semalam tidak diketahui oleh Bi Ana.

Sejak saat itu setiap ada kesempatan dan kalau nggak ada orang di rumah, aku dan Ibu Winda sering melakukan ML, kadang di kamarnya, di kamarku, di kamar mandi, di depan TV, di ruang tamu, di halaman belakang rumah dan di dapur juga pernah. 

Tiga bulan kemudian tepatnya bulan juni, Ibu Winda dan anaknya menyusul suaminya di Amerika. Dan aku pun pindah kos karena rumah Ibu Winda diisi oleh adik suaminya. Suami Ibu Winda akhirnya mendapatkan kerja di Kedubes Indonesia untuk Amerika, oleh karena itu sampai saat ini Ibu Winda, anaknya serta suaminya menetap di Washington USA.
Aku tak akan pernah melupakan pengalamanku ini seumur hidupku.

Terima kasih Ibu Windaku tersayang, Ibu kost-ku, kekasih gelapku, dan guru Seksku.


0 komentar:

Posting Komentar